JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memperketat pengawasan di wilayah Aceh dan Kalimantan Selatan. Pasalnya, dua daerah itu memiliki hutan dan lahan yang rawan terbakar.

Pengetatan itu dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan di Aceh dan Kalimantan Selatan. Alasannya, dari data yang disampaikan oleh Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), kedua wilayah tersebut rawan kebakaran hutan dan lahan.

BMKG dan LAPAN menyebutkan, beberapa daerah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan antara lain Jawa, Sumatera bagian Selatan, Aceh, Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan Selatan.

“Saya memang harus hati-hati, sekarang berarti menjaga Aceh dan Kalsel (Kalimantan Selatan). Selama ini saya hanya berpikir menjaga Riau, Sumsel (Sumatera Selatan),” kata Siti saat ditemui usai pertemuan dengan BMKG, LAPAN, dan beberapa kementerian terkait di Gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Rabu (17/6).

“Sumsel memang kami sering jaga, Kalbar (Kalimantan Barat) juga kami jaga. Tapi di awal-awal Aceh sama Sumsel saya luput. Saya akan perhatikan,” ujarnya.

Dari data yang dipaparkan oleh BMKG dan LAPAN, beberapa wilayah di Indonesia tersebut memang sangat berpotensi terjadi kebakaran hutan dan lahan akibat kekeringan saat ini. Sebab ada efek dari terjadinya El Nino di Samudra Pasifik. “El Nino ini menyebabkan kekeringan di Indonesia,” ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Yunus Subagyo Swarinoto.

El Nino merupakan sebuah gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik sekitar garis ekuator khususnya di bagian tengah dan timur. Penyimpangan kondisi laut ini menyebabkan terjadinya penyimpangan pada kondisi atmosfer yang pada akhirnya berakibat pada terjadinya penyimpangan iklim.

Akibat adanya El Nino ini, beberapa wilayah diperkirakan akan sangat mudah terjadi kebakaran hutan dan lahan. “Kalau ada sesuatu pemicu, akan terbakar,” kata Yunus.

Diperkirakan El Nino moderat akan berdampak pada Indonesia antara bulan Juli sampai November 2015. Data inilah yang akan digunakan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk lebih meningkatkan pengawasan pada bulan-bulan tersebut.

“Kami ingin dengar ramalan cuaca seperti apa sehingga bisa diantisipasi sejak sekarang. Kan ketahuan puncaknya bulan November, mulai hati-hati Agustus, tapi start Juni juga sudah berbahaya,” kata Siti.

Selain melakukan pengawasan, Siti juga mengaku pihaknya sudah siap mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Antisipasi ia lakukan dengan modifikasi cuaca dan pembuatan kanal blok.

“Kami selalu bersama BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) melakukan pekerjaan bersama. Kalau ada awan kami langsung modifikasi cuaca buat hujan buatan,” jelas Siti.

“Di lapangan kami juga buat kanal-kanal blok jadi gambut-gambut yang keringnya kami basahkan,” imbuhnya. []

CNN INDONESIA

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.