BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh Destika Gilang Lestari menyebutkan, daripada membuat kebijakan yang melarang perempuan duduk mengangkang saat dibonceng di atas motor, sebaiknya Walikota Lhokseumawe mengurusi korban konflik di kawasan tersebut.
Menurut Gilang, saat ini masih banyak korban konflik di Lhokseumawe yang belum memperoleh hak-haknya dari pemerintah. Apalagi, Lhokseumawe merupakan salah satu daerah paling “panas” pada masa konflik Aceh.
“Ngapain mengurusi yang seperti itu (ngangkang –red.), seharusnya Pak Walikota fokus pada pemenuhan hak-hak korban konflik yang masih membutuhkan perhatian pemerintah,” kata Gilang menjawab acehkita.com pada konferensi pers catatan akhir tahun 2012 KontraS di Banda Aceh, Kamis (3/1/2013).
Menurutnya, masih banyak persoalan lain yang perlu mendapat perhatian dari Walikota Lhokseumawe, seperti pengentasan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Kenapa tidak (menyusun aturan tentang) memenuhi hak korban konflik dan meningkatkan kemakmuran,” lanjutnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya mewacanakan akan mengeluarkan kebijakan yang melarang perempuan duduk mengangkang saat berboncengan sepeda motor. Kebijakan ini dibuat untuk menegakkan syariat Islam. Pekan depan, Walikota akan menyosialisasikan kebijakan ini kepada masyarakat.
Gilang menyebutkan, kebijakan yang akan ditelurkan Walikota Suaidi itu diskriminatif. Menurutnya, aturan yang dikeluarkan Walikota tidak boleh bersifat diskriminasi.
“Jika aturan itu diterapkan, kita bersama dengan lembaga perempuan lainnya akan mempertanyakan masalah ini kepada Walikota,” ujar Gilang. []