Friday, April 26, 2024
spot_img

Ceuraceue: Wisata Alam yang Tersembunyi

KOMUNITAS Blogger Aceh Regional III Bireuen atau lebih akrab disapa ABC (Aceh Blogger Community) melakukan ekspedisi alam di Bireuen. Ide ini berawal dari perencanaan yang sederhana pada Sabtu (18/7) malam, yang dikemas dalam bentuk kopi darat (kopdar) di Simpang Empat Bireuen.

Tim ekspedisi ABC (tim X-ABC II) juga mengikutsertakan warga setempat sebagai penunjuk jalan. Setiba di Desa Samagadeng, Pandrah, tour guide membawa kami ke area bendungan – yang berjarak sekitar empat kilometer dari jalan negara Medan-Banda Aceh.

Bendungan yang mempunyai kedalaman sekitar 20 meter dari atas jembatan yang tepat berada di atasnya, memperoleh pasokan debit air dari hilir pegunungan Samagadeng. Selain itu bendungan yang dibangun pada tahun 2007 oleh Pemerintah Kabupaten Bireuen ini dijadikan sebagai sumber air untuk kebutuhan sehari-hari dalam berbagai keperluan warga.

Usai melihat-lihat bendungan TUMIBA 09 –begitu tulisan di prasasti yang ada di bendungan, kami melanjutkan perjalanan ke pegunungan di Ceuraceue. Tak membutuhkan waktu lama, karena perjalanan dari bendungan TUMIBA 09 ke Ceuraceue bisa ditempuh menggunakan sepeda motor dan kendaraan roda empat, walaupun jalan yang dilewati tak begitu mulus.

Bila melihat pegunungan yang berada di Samagadeng ini memang kelihatan jelas, bahwa tidak ada tanda-tanda ada jalan yang bisa kita lewati untuk menempuh ke atas. Namun, bila kita sudah mulai mendekati ke kaki gunung, akan terlihat sebuah jalan dengan tanah keras berwarna kuning terpampang begitu lebar dan hanya bisa muat satu mobil.

Memang keadaan medan yang sungguh menantang, membuat kami beberapa kali terjatuh dan terpelosok dalam jurang jalan yang terbentuk dengan sendirinya saat hujan tiba. Sungguh membuat adrenalin berpacu kuat jika kita melintas di jalan ini dengan tanjakan terjal. Jika Anda suka melakukan off road dengan roda dua atau roda empat, mungkin itu menjadi tempat yang patut diperhitungkan.

Setelah hampir 30 menit bergumul dengan debu dan terik matahari yang menyengat, akhirnya kami tiba pada tempat tersebut. Tidak jauh dari jalan tempat kami berhenti, terdengar bunyi desiran air yang gemercik dan kicauan burung, rasanya hati ini tidak sabar lagi untuk melihat keindahan air terjun.

Tapi ingat, jangan berbangga dulu, masih ada sedikit perjalanan lagi. Dari tempat kami berhenti, ternyata kita harus melewati jalan setapak dan itu tidak mungkin dijangkau lagi dengan kendaraan roda dua dan apa pun cara harus berjalan kaki menyisir turun ke bawah. Tidak lebih dari 10 menit kita berjalan, akhirnya bunyi gemericik air hadir di depan mata. Sebuah keindahan yang luar biasa, wisata alam yang belum ramai dijamah orang banyak dan masih sangat kerasa alaminya.

Namun, di sekitar air terjun kita terpaksa harus melihat pemandangan yang tidak menyenangkan. Ini disebabkan oleh ulah tangan manusia tidak bertanggung jawab. Pohon-pohon mati kering akibat ditebang, menjadi pemandangan yang memilukan hati, sehingga terlihat jelas sebagai bukti bahwa kurangnya perhatian pemerintah terhadap kelestarian alam.

Saat kami sampai dan menginjak kaki di air terjun, ternyata kami berada di atas permukaan air terjun bermuara. Dari atas air terjun, kita juga bisa menikmati telaga-telaga yang terbentuk secara alami. Untuk mencapai ke telaga yang berada di bawah air terjun, kita harus melakukan aksi turun tebing sejauh 25 meter dengan batu-batu terjal. Tempat ini memang sangat cocok bagi pecinta alam yang suka melakukan climbing (panjat tebing) – selain menikmati indahnya pesona air terjun.

Air Terjun
Air terjun yang kami ekspedisi kali ini bernama Ceuraceu terletak di Samagadeng. Kata Ceuraceue berasal dari ucapan orang tua dulu. Tak jelas kenapa mereka menyebut Ceuraceue. Beberapa warga yang saya tanyai juga tak mengetahui pasti makna di sebalik penamaan itu.

Perjalanan untuk menempuh air terjun Ceuraceu ini lebih kurang 8 kilometer dari jalan raya Medan-Banda Aceh, dengan keadaan medan dan kondisi jalan yang menantang, seperti yang sudah diceritakan di atas tadi. Walaupun tidak begitu jauh dari jalan negara, tempat ini memang jauh dari pusat keramaian (pasar atau keude) dan fasilitas umum lainnya.

Jika ingin berkunjung dan suka berpetualang atau ekspedisi, ada baiknya membawa bekal secukupnya terlebih bila keadaan panas serta penutup mulut (masker) untuk mencegah debu yang berterbangan di sepanjang jalan kaki gunung.

Untuk menempuh ke air terjun Ceuraceu sangat mudah, bila datang dari arah timur (Medan) menuju ke barat/Banda Aceh, tuju saja ke Samagadeng. Jika sudah dekat, Anda akan mendapati Mesjid Jami’ Baitul Kiram di sebelah kiri bahu jalan. Di depan masjid ada persimpangan. Nah, dari arah persimpangan tersebut menuju ke dalam sampai di air terjun Ceuraceu masih terdapat jalan aspal, namun hanya sampai daerah bendungan TUMIBA09 saja.

Jadi, tunggu apa lagi? Bagi Anda yang suka tantangan, ingin memacu adrenalin, dan gemar melakukan climbing, Ceuraceue adalah lokasi yang cocok. Ini sudah patut Anda rekomendasikan menjadi tempat wisata bersama kolega. Selain itu perhatian pemerintah daerah untuk prasana juga tetap diperlukan, karena ini merupakan bagian dari aset bagi pemda dan daerah setempat untuk ke depannya. Mari wujudkan wisata madani untuk kemajuan Aceh di masa akan datang. []

Tim X-ABC III (Sofyan, Tengku Muda/tengku-muda.com, Zulmasri/cipugaponsel.blogspot.com, Hack87/hack.nanggroe.com)

Aulia Fitri, mahasiswa Universitas Indonesia. Pegiat Aceh Blogger Community. Tinggal di Depok, Jawa Barat.

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU