BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Sejumlah organisasi sipil Aceh yang menamakan diri Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariah memprotes imbauan Wali Kota Lhokseumawe Suaidi Yahya yang meminta agar perempuan tidak duduk mengangkang kala berboncengan sepeda motor. Bahkan, kata mereka, adat istiadat Aceh dan hukum adat tidak pernah melarang perempuan duduk mengangkang di atas kendaraan.
Juru Bicara Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariat Affan Ramli menyebutkan, adat Aceh tidak mengatur perihal perempuan duduk di atas kendaraan. Sebab, tata cara duduk baik laki-laki maupun perempuan di mana pun, sepenuhnya bagian dari sopan santun lokal yang dibentuk melalui pendidikan dan kebiasaan.
“Sopan santun cara duduk tidak pernah diatur dalam aturan pemerintah sepanjang sejarah Aceh, itu sepenuhnya dibentuk melalui pendidikan dan kebiasaan,” kata Affan dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi acehkita.com, Jumat (11/1/2013) malam.
Seharusnya, kata Affan, dalam menerbitkan aturan Pemko Lhokseumawe terlebih dahulu mengkaji adat dan istiadat serta syariat Islam di Aceh sebelum membuat aturan tersebut.
“Pemko (Lhokseumawe) harus belajar pada model-model pembumian syariat Islam Aceh di masa lalu yang telah berhasil menerapkan syariat secara kaffah dengan menghidupkan akhlak islami dan sopan santun melalui pendidikan dan kebudayaan,” ujarnya.
Jaringan Masyarakat Sipil malah menyebutkan Wali Kota Lhokseumawe meniru pola penerapan syariat Islam seperti di Timur Tengah yang tidak cocok diterapkan di Aceh. Untuk itu, mereka mengimbau masyarakat Lhokseumawe mengabaikan seruan tersebut.
Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariat terdiri atas beberapa lembaga di Aceh, seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan, Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan, LBH Apik, Pusat Studi Hukum dan HAM, Balai Syura Urueng Inong Aceh, Tikar Pandan, Flower Aceh, Dokarim, Solidaritas Perempuan, Violet Grey, Perkumpulan Prodeelat, Komunitas Gudang Buku, KKTGA, dan Koalisi Perempuan Indonesia. []