Tuesday, May 7, 2024
spot_img

“Aceh Memiliki Musisi Berkaliber”

MALAM itu, jejeran sofa di lobby Hermes Palace Hotel Banda Aceh tak ada yang kosong. Namun suasananya terasa senyap. Mereka larut dalam alunan jazz yang dipersembahkan Moritza Thaher, Yopie Andri, dan Djarot Efendy.

Tiga musisi andalan itu tampil dalam acara Khanduri Jazz Ethnomission yang digagas Kantor Berita Radio Antero bekerja sama dengan Hermes Palace Hotel dan Aceh Jazz Community, Jumat (22/7) lalu.

Djarot Efendy memainkan sitar ditemani Yopie Andri di biola. | Alaidin Ikrami/ACEHKITA.COM
Perhelatan jazz etnik malam itu merupakan penampilan perdana tiga musisi yang salah satunya berasal dari Jogjakarta. Namanya Djarot Efendy. Ia memainkan sitar, alat musik khas India.

“Ini merupakan penampilan perdana saya di Aceh,” kata Djarot. Pada Khanduri Jazz Ethnomission tersebut, mereka membawakan empat lagu, yaitu wa mulay, saleuem, pho, dan senandung di atas tikar.

Usai perhelatan, Djarot Efendy berbicara banyak seputar jazz, sitar dan Aceh kepada Husaini dari acehkita.com. Berikut petikan wawancara yang berlangsung di lobby Hermes Palace Hotel Banda Aceh.

Bagaimana Anda hingga bisa tampil di Aceh?
Ini keinginan saya dua tahun lalu ingin berkolaborasi dengan teman-teman di Aceh. Kebetulan saya kenal Bang Yopie, lewat Bang Yopie saya kenal Bang Momo (Moritza Thaher -red), kemudian kenal Uzair (Direktur KBR Antero) dan sejumlah teman lain di Aceh.

Apa persiapan Anda jelang performa ini?
Lima hari yang lalu kami mulai latihan bersama, ini penampilan pertama kali. Kami memaksakan diri untuk tampil di sini.

Pendapat Anda setelah berkolaborasi?
Saya syok, untuk memainkan lagu Pho saja saya tidak berani. Saya harus belajar sama Bang Momo untuk lekuk-lekuknya itu.

Kesulitannya?
Lekuk dan cengkokannya. Kalau dikatakan Melayu, bukan Melayu. Aneh sekali.

Anda memainkan sitar, apa beda sitar dan apa kelebihannya dari gitar?
Ada bedanya, pada dasarnya alat petik sama dengan gitar, ada frednya. Cuma sitar tujuh senar dan gitar enam senar. Tapi untuk keluwesan lebih luwes sitar khusus untuk cenkokan-cengkokannya.

Berapa lama Anda belajar sitar?
Di India saya belajar enam bulan, kemudian satu tahun mengurung di rumah untuk belajar sitar saja. Kemudian bersosialisasi sama teman-teman di Jogjakarta.

Lalu apa kelanjutan dari kolaborasi Anda bertiga ini?
Akan ada latihan lebih lanjut. Untuk sementara akan terus bertiga.

Dalam rangka apa?
Sekadar untuk berkarya saja.

Pendapat Anda tentang Aceh?
Bangga sekali, saya mencintai Aceh karena masakannya. Masakah Indonesia asli ada di sini. Saya suka tari-tarian, canai dan sanger.

Selama di Aceh sudah ke mana saja?
Dari lapak ke lapak kopi, sama ke Sabang.

Pengalaman tentang musik Aceh?
Tidak ada ide sama sekali tentang musik Aceh. Karena saya belum menguasai, dalam penampilan tadi (Jumat/22/7) saya hanya memainkan genggong mulai lagu pertama hingga lagu ketiga. Semua kepulauan punya alat musik genggong ini kayaknya. Hanya pada lagu terakhir baru saya memainkan sitar.

Melihat perkembangan musik Aceh, bagaimana menurut Anda?
Di sini memang kalibernya musisi, ada Rafly, Bang Momo, dan Bang Yopie. Mereka berkaliber, cuma nggak hidup di Jakarta saja. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU