BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Juru Bicara Jaringan Lembaga Perlindungan Anak dan Aktivis Pemerhati Hak Anak, Taufik Iswan, mengatakan pemecatan 11 siswa SMA Sukma Caleue, Pidie, yang diduga mencontek pada saat ujian nasional merupakan tindak pembunuhan karakter.
Taufik menambahkan adanya siswa yang mencontek saat ujian juga sebagai bentuk kegagalan sekolah dan guru dalam mendidik siswa soal kejujuran dan disiplin.
“Keputusan sepihak itu merupakan tindak yang tidak memanusiakan manusia, apalagi hal tersebut dilakukan oleh pendidik yang mengabaikan aspek-aspek lainnya,” kata Taufik di Banda Aceh, Selasa (24/4).
Jaringan Lembaga Perlindungan Anak akan mengadvokasi 11 siswa yang dikeluarkan dari sekolah tersebut. Bahkan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Komisi Nasional Anak juga akan ikut mengadvokasi mereka.
“Mereka akan memediasi kasus ini di tingkat nasional,” kata Taufik.
Taufik mengungkapkan kesalahan yang dilakukan oleh para siswa yang dipecat adalah ditemukannya catatan kecil yang dimasukkan kekantong baju saat mengikuti UN. Padahal, catatan itu tidak digunakan untuk bahan contekan.
“Ini diskriminasi yang dilakukan sekolah terhadap 11 anak tersebut, karena menurut pengakuan siswa hampir semua melakukan hal yang sama tetapi yang dihukum cuma sebelas siswa,” ujarnya.
Jaringan ini merupakan gabungan dari pelbagai lembaga yang ada di Aceh seperti KAPHA, SULOH, LBH Anak, PKBI YAB, Koalisi NGO HAM, PULIH, Balai Syura,RPUK,KKTGA, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).
Sebelumnya, SMA Sukma memutuskan memecat 11 siswa yang kedapatan membawa bahan contekan ke dalam ruang ujian nasional. []