Friday, March 29, 2024
spot_img

WPFD 2021, AJI dan PFI Gelar Pameran Foto Refleksi Darurat Pers di Aceh

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh bersama Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh menggelar pameran foto dan diskusi Refleksi Darurat Pers di Aceh yang mengusung tema ‘Jurnalis Tak Bisa Dibungkam’ pada Rabu (28/4). Kegiatan ini digelar dalam rangka kampanye kemerdekaan pers menjelang peringatan World Press Freedom Day (WPFD) 2021 yang diperingati setiap 3 Mei.

Diskusi Refleksi Darurat Pers di Aceh yang dipusatkan di halaman Sekretariat AJI Kota Banda Aceh menghadirkan narasumber Munir Noer (Ketua Pengda IJTI Aceh), Adi Warsidi (CEO Acehkini) dan Hotli Simanjuntak (Fotografer EPA).

Ketua AJI Kota Banda Aceh, Juli Amin, mengatakan, pameran foto dan diskusi tersebut diselenggarakan sebagai refleksi darurat pers di Aceh. Kendati demikian, acara tersebut bukan bertujuan untuk membangkitkan kembali konflik Aceh, tetapi lebih kepada menyampaikan kisah jurnalis yang saat itu tetap bisa berkarya meskipun dalam tekanan dari yang bertikai.

WPFD 2021, AJI dan PFI Gelar Pameran Foto Refleksi Darurat Pers di Aceh
Ketua AJI Kota Banda Aceh Juli Amin menyerahkan beberapa majalah acehkini untuk perpustakaan Dayah Insan Qurani. (Foto: Ucok Parta/acehkita.com)

Ia menjelaskan, sebanyak 20 foto yang dipamerkan di halaman Sekretariat AJI Kota Banda Aceh merupakan hasil jepretan jurnalis yang bertugas pada masa konflik Aceh, mulai dari darurat militer, darurat sipil, hingga terjalinnya perdamaian.

“Intinya pameran dan diskusi ini menyampaikan bahwa jurnalis jangan dibungkam, jangan rampas kemerdekaannya dalam meliput, sesulit apapun seorang jurnalis tetap harus mengabadikan apa yang terjadi,” kata Juli.

Sementara itu, Sekretaris Pewarta Foto Indonesia (PFI) Aceh Eko Densa menyampaikan pameran 20 foto masa konflik Aceh selama dua hari sejak Selasa (27/4) merupakan hasil karya dari jurnalis senior di Aceh seperti Bedu Saini (Ketua PFI Aceh), Adi Warsidi dan Hotli Simanjuntak kala meliput di era konflik Aceh beberapa tahun silam.

Diskusi refleksi darurat pers di Aceh dalam rangka peringatan WPFD 2021 di halaman Sekretariat AJI Banda Aceh, Rabu (28/4). Foto: Ucok Parta/acehkita.com

Sementara itu, saat sesi diskusi, masing-masing narasumber saling menyampaikan pengalamannya saat meliput suasana konflik belasan tahun silam. Mereka kerap merasakan bagaimana ancaman dari berbagai pihak yang bertikai.

Munir Noer mengungkapkan, salah satu bentuk tindakan negatif yang dialami jurnalis saat konflik adalah ancaman terhadap keluarga wartawan.

“Ketika berita naik, keluarga kita akan menjadi ancaman, ini sebuah permasalahan untuk wartawan lokal saat konflik,” ujar Munir, mantan jurnalis RCTI itu.

Sedangkan CEO acehkini Adi Warsidi menyampaikan, saat awal darurat militer, pemerintah membuat pembatasan-pembatasan terhadap wartawan di Aceh, sehingga pemberitaannya lebih dominan tentang TNI.

WPFD 2021, AJI dan PFI Gelar Pameran Foto Refleksi Darurat Pers di Aceh
Diskusi Refleksi Darurat Pers di Aceh dalam rangka peringatan WPFD 2021 yang diperingati setiap 3 Mei. (Foto: Ucok Parta/acehkita.com)

“Awal darurat militer berita tentang GAM banyak tidak termuat. Makanya banyak mobil-mobil yang membawa koran terbakar di perjalananan,” kata Adi Warsidi.

Berbeda lagi yang dialami Hotli Simanjuntak. Sebagai jurnalis dari media internasional, ruang geraknya saat konflik lebih luas daripada para jurnalis lokal. Apalagi, kala itu ia berasal dari luar Aceh.

“Saya bisa kemana-mana, kalau mau dicari keluarga ataupun kantor media lokasinya di luar Aceh, jadi sedikit bebas, tetapi tetap ada ancaman dan kendala-kendala selama bertugas,” ujar Hotli.[ril]

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU