Friday, April 26, 2024
spot_img

WAWANCARA | Pj Gubernur: Yakinlah, Pemenang Itu yang Hargai Rakyat

HAMPIR sepekan Tarmizi A. Karim menjalankan roda Pemerintahan Aceh. Sejak dilantik sebagai Penjabat Gubernur Aceh, Tarmizi Karim menekankan pentingnya menjaga netralitas dalam melaksanakan pemilihan kepala daerah di bekas daerah konflik ini. Soal netralitas itu pula yang ia tekankan kepada sejumlah penjabat bupati dan walikota yang akan segera ditunjuk Menteri Dalam Negeri untuk mengisi kekosongan jabatan di daerah-daerah.

Zulkarnaini Muchtar/ACEHKITA.COM

Sejumlah kalangan sempat meragukan netralitas Tarmizi Karim dalam memfasilitasi terselenggaranya pesta demokrasi lima tahunan itu. Namun, ia tak terlalu peduli dengan anggapan miring yang menyebutnya dekat dengan partai tertentu. Bagi Tarmizi, ia akan menepis anggapan itu dengan kerja nyata dalam memerintah Aceh hingga terpilihnya gubernur definitif dalam pilkada 9 April nanti.

Memimpin sebuah daerah yang tengah menjalankan proses transisi demokrasi bukan hal baru bagi putra Aceh Utara ini. Ia pernah didapuk menjadi Penjabat Gubernur Kalimantan Timur. Namun, ia mengakui bahwa bertugas di Aceh mempunyai tantangan tersendiri. Terlebih, Aceh merupakan daerah bekas perang dengan masyarakat yang tidak seheterogen Kalimantan.

Sebenarnya, jauh sebelum Presiden Yudhoyono menunjuknya sebagai Pj Gubernur Aceh, Tarmizi Karim pernah bercita-cita untuk bertarung memperebutkan kursi Aceh-1. Ia malah sempat mencetak kalender yang berisikan foto dirinya, yang disebar di sejumlah daerah. Namun, Tarmizi mengaku memilih mundur karena survei menunjukkan bahwa elektabilitasnya tidak naik-naik.

“Saya tidak pandai bermanuver,” kata Tarmizi Karim kepada Adi W, Fakhrurradzie Gade, dan Zulkarnaini Muchtar,  wartawan acehkita.com, yang menemuinya di Meuligoe Aceh, Senin (13/2) malam.

Wawancara berlangsung santai, setelah ia menerima kunjungan sejumlah tamu, seperti Zakaria Saman (petinggi Gerakan Aceh Merdeka) dan Abu Saifuddin (bekas Ketua DPRD Aceh Utara). Ia berbicara banyak hal, mulai dari soal pencalonannya, pengalaman memimpin di Kalimantan Timur, hingga menepis tudingan dekat dengan partai tertentu.

Berikut petikan wawancaranya:
Pada bulan awal bertugas sebagai Penjabat Gubernur, apa yang Anda lakukan?
Sejak pertama saya bertugas di Aceh sebagai Gubernur ada tiga aspek yang harus kami kerjakan. Pertama, memfasilitasi pelaksanaan pilkada damai. Kedua, memfasilitasi terhadapa berlangsungnya pemerintahan dan kemasyarakatan, termasuk pembangunan. Dan yang ketiga adalah membangun komunikasi dengan semua elemen masyarakat untuk menjaga netralitas di dalam berlangsungnya pesta demokrasi.

Di dalam tiga aspek ini tidak bisa kita lakukan secara terpisah-pisah, harus berlangsung secara bersamaan. Tidak mungkin kita laksanakan pilkada kemudian kita harus menghentikan pembangunan. Saya melihat bahwa begitu tinggi animo masyrakat untuk menyambutkan kehadiran kami di sini agar sisi pembangunan di Aceh harus berjalan dengan baik. Kalau saya ketemu dengan masyarakat dan tokoh-tokoh, dan anggota DPRA, mereka berharap agar proses pembedayaan masyarakat dengan segera (dilakukan). Dalam dalam kondisi yang demikian saya sudah mengagendakan untuk terus bertemu dengan seluruh SKPA kemudian dengan bupati dalam walikota, di samping saya sudah mengagendakan pergantian para bupati dan walikota yang akan berakhir masa tugas dalam waktu dekat ini.
Apakah bisa difokuskan pada pelaksanaan pilkada dan pembangunan secara bersamaan?

Ini memang akan berlangsung normal saja karena yang akan menduduki sebagai pejabat sementara dalam masa transisi ini tentu kita orang-orang yang kredibel untuk mengemban amanah masyarakat. Tidak bisa orang-orang yang mempunyai suatu keahlian dalam satu bidang saja, yang kita tunjuk ini pemimpin, harus mempunyai kapasitas komprenhensif yang mengetahui teknis, punya sense of crisis. Oleh kerena kita mengalami berbagai cobaan.

Sosok yang kita butuhkan untuk mengantikan posisi sementara ini adalah sosok yang bisa mengayomi baik dalam menjalankan pilkada dan roda pemerintahan. Saya melihat normal-normal saja, karena saya akan menyeleksi sendiri, tidak akan berpengaruh oleh golongan dan kelompok manapun. Saya akan menyeleksikan sendiri sesuai dengan kriteria yang diserahkan oleh Menteri Dalam Negeri supaya ini benar-benar bisa mengakomodir kepentingan masyakat secara umum.
Yang paling utama saya tekan adalah siapapun yang hadir di 17 kabupaten/kota, dia benar-benar orang yang betul-betul mengerti makna netralitas bukan hanya di mulut saja.

Di Aceh, apakah masih ada pejabat yang bisa netral?
Ini memerlukan seleksi yang ketat sekali dengan kriteria yang sangat handal. Tentunya tidak sembarangan orang bisa dengan kondisi ini. Semua berkeinginan memberikan masukan-masukan, saya terima saja masukan itu, tetapi yang menjadi ukuran bagaimana saya menilai sendiri adalah kapasitas yang bersangkutan, yang memiliki kemampuan yang komprehensif.
Berlaku netral sebetulnya tidak susah kalau pribadi sudah profesional. Kita melihat orang-orang yang netral adalah mereka yang mempunyai kapasitas yang profesional, kalau tidak pasti bisa digiring oleh golongan tertentu dan kelompok tertentu.

Mereka ada di Aceh atau perlu didatangkan dari luar?
Sama sekali tidak perlu. Banyak sekali orang-orang yang bagus-bagus di Aceh. Saya mengawal mereka sendiri sampai akhir pesta demokrasi yang besar ini. Saya tidak ingin menempatkan orang melepaskan begitu saja. Saya selalu mengatakan pilkada ini akan saya lakukan dengan tangan saya sendiri, saya tidak mau masyarakat kecewa akibat salah satu sosok yang mencelakakan rakyat.

Apa Anda sudah mengantongi nama-nama Pj?
Sudah beberapa calon yang sudah diinvestarisir dan sudah saya komunikasikan dengan Dirjen Otda (Kementerian Dalam Negeri –red.), yang memang dalam aturan birokasi kita itu rahasia tidak bisa dipublikasi sebelum pelantikan. Nama-namanyasudah ada.

Lalu calon-calon itu akan terlebih dahulu diuji di level provinsi?
Ada kriteria yang kita lakukan dengan ketat sekali dan ini akan mendapatkan persetujuan dari Mendagri.

Apa yang harus dilakukan untuk menunjukkan netralitas? Bagaimana Anda bisa yakin dengan netralitas calon-calon itu?
Sebetulnya dengan melihat track record seseorang itu, 50 persen kita sudah bisa menilai karakter seseorang. Bagi saya mudah sekali melihat tipe seseorang.

Kapan Anda mulai sadar akan menjadi Pj Gubernur Aceh?
Sebetulnya dalam proses pelaksanaan pilkada di Aceh sudah berlangsung dalam tiga bulan ini  tentang tahapan. Sejak adanya dinamika politik di Aceh yang melahirkan pilkada ini ditunda, kita sudah membicarakan di Departemen Dalam Negeri. Suatu ketika harusdiisi masa kekosongan karena adanya pejabat dan kami di Departemen Dalam Negeri tentu tidak banyak orang yang bisa mendapatkan kesempatan untuk ditempatkan sebagai Pj Gubernur, karena banyak tugas di sana yang cukup padat sekali.

Yang harus ditempatkan menjadi penjabat gubernur di seluruh daerah, seperti di Papua dan daerah lain seperti di Aceh, itu adalah jabatan eselon satu yang aktif, itu persyaratan PP. Ketika dilakukan evaluasi maka sudah barang tentu saya bersama rekan-rekan yang lain eselon satu (yang diusulkan). Akan tetapi saya putra Aceh, saya menyadari tugas ini akan diberikan kepada saya, walaupun kemudian termasuk anggota dewan (mengajukan) beberapa nama, termasuk nama saya di dalam. Maka saya katakan untuk melahirkan pejabat gubernur di Aceh ini unik tidak seperti biasanya daerah lain, karena tidak harus mendapatkan persetujuan dari  DPRD. Inilah perhatian pemerintah pusat yang mengakomodir aspirasi dari bawah.

Nama Anda pernah terdengar salah satu bakal calon gubernur Aceh dari Partai Golkar dan Partai Demokrat. Tapi kemudian nama Anda tidak lagi muncul. Kenapa ini?
Tinggi betul semangat saya waktu itu. Saya melihat dan berpikir untuk pembangunan Aceh dalam jangka panjang. Saya ingin betul untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran saya kala itu, tetapi sayang saya bukan orang partai dan keberadaan saya di tengah-tengah dinamika politik. Saya bukan orang politik tentu tidak sama dengan kemampuan manuver dari rekan-rekan yang lain. Saya tidak pandai bermanuver. Saya hanya birokrat murni, sehingga akhirnya saya tidak bisa mendapatkan dukungan dari partai-partai itu.

Akhirnya saya menyadari mungkin Allah belum mentakdirkan saya bisa mencalonkan diri di Aceh. Walaupun begitu tinggi cita-cita saya untuk bisa mengabdi untuk Aceh. Akhirnya saya berpikir, saya mengabdi di sisi yang lain saja, bukan berarti harus menjadi kepala daerah.

Ada suara sumbang yang berkembang di masyarakat, Anda dijagokan oleh DPRA, kemudian Anda berpihak kepada Partai Aceh. Apa tanggapan Anda?
Saya merasakan ada isu yang terbangun seakan-akan saya tunduk kepada salah satu partai apakah itu PA atau yang lain. Dan saya mulai membutikan itu bahwa saya netral sejak hari pertama saya hadir di Aceh. Saya terus membuktikan bahwa saya milik semua masyarakat, mudah sekali masyarakat menangkap dari ungkapan-ungkapan bahwa saya benar milik semua masyarakat Aceh.
Saya kebetulan sudah 32 tahun menjadi birokrat. Saya mengatakan di hadapan semua pegawai negeri saat apel pertama, kalau saudara-saudara ingin membuat rakyat mencintai kita sebagai birokrat, hindari keterlibatan kita dalam satu partai, netralitas kita harus dijaga sebaik-baiknya. Saya sebagai komandan birokrasi tentu saya dulu yang harus memberikan contoh yang bagus, menunjukkan suri teladan kepada mereka, kalau berpihak kepada suatu partai itu bukan kelakuan saya.

Ada beberapa program yang ditinggalkan oleh pemerintah sebelumnya, seperti JKA dan beasiswa apakah akan dilanjutkan?
Saya dipertanyakan di DPRA, bahwa apakah kartu JKA (program kesehatan gratis yang diluncurkan pada masa pemerintahan Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar –red.) yang ada foto Pak Irwandi di kartu JKA itu tidak dipandang sebagai satu pelanggaran pemanfaatan fasilitas pemerintah? Saya menjawab, bukan hanya itu, apa saja simbol kartu apapun yang menyebabkan pemanfaatan fasilitas pemerintah untuk kepentingan seseoarang, saya akan memintakan kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilihan Umum) untuk mengevaluasi semua itu.

Tapi saya ingin meminta kepada semua pihak  jangan dengan hanya gara-gara ingin membatasi seseorang yang kita curigai akan ada pemanfaatan fasilitas pemerintah untuk kepentingan pribadi, lalu kepentingan rakyat dikorbankan. Itu hati-hati sekali. Bagaimana caranya kita evaluasi dengan bagus, serahkan kepada Panwas yang punya peran untuk membersihkan semua itu. Kita lakukan dengan sebaik-baiknya. Itu juga sebetulnya membatu kandidat ini untuk tidak mendapat cercaan dari semua pihak.

Kalau kita bisa menarik dari menggunakan kemanfaatan fasilitas pemerintah, ini membantu mereka biar terlepas dari semua anggapan sehingga dia free berbuat apapun. Saya tidak melakukan apapun, saya hanya membantu mereka.
Program JKA akan kita lanjutkan dengan sebaik-baiknya, apa yang ingin saya lakukan bukan untuk siapapun. Saya ingin katakan kepada masyarakat, walaupun di kartu JKA itu ada foto Pak Irwandi, pada saat itu dia sebagai gubernur tapi itu bukan miliknya Pak Irwandi, bahwa ini miliknya masyarakat dan ini miliknya pemerintah.

Zulkarnaini Muchtar/ACEHKITA.COM

Kartu JKA yang sudah ada ini akan ditarik?
Pada satu ketika kita tahu bahwa ada sejumlah kartu yang sudah dipegang oleh masyarakat. Untuk apa kita korbankan masyarakat kerena kartu itu? Tapi yang paling penting kita lakukan sosialisasi bahwa kartu itu bukan miliknya Pak irwandi, ketika itu beliau sebagai gubernur sudah otomatis itu ada fotonya. Maka ketika tidak lagi sebagai gubernur, (tidak bisa) mengklaim bantuan mereka.

Saya akan evaluasi soal menarik kartu itu, jangan sampai masyarakat dikorbankan, ketika masyarakat sedang menikmati sebuah bantuan yang luar biasa penting untuk mereka. Kalau kita melakukan hal yang tidak etis terhadap masyarakat betapa kecewanya dan akan teraniaya masyarakat. Ini yang saya mintakan kepada Panwas untuk mengevaluasi dengan bagus untuk menertibkan.

Kembali ke soal rencana pencalonan Anda dulu. Anda bahkan sudah mencetak kalender dan disebar di mana-mana. Lalu ada apa sebenarnya sehingga Anda tidak jadi mencalonkan diri?
Saya jujur saja. Setiap malam saya berdoa dan berjuang sekeras tenaga, dengan batas yang ada, agar saya dapat peran. Ternyata saya tidak dapat peran. Dalam survei nama saya tidak naik-naik. Saya dianggap tidak layak menjadi gubenur, dari aspek itu saya sadar bahwa saya tidak pantas mencalonkan diri sebagai gubernur. Aneh kalau saya mencalonkan diri melalui jalur independen karena saya sebagai birokrat, kalaupun saya mencalonkan saya memilih dengan mengunakan partai nasional.

Anda disebut-sebutkan maju mencalonkan gubernur dengan Sulaiman Abda dengan mengunakan Partai Golkar dan juga dengan Partai Demokrat?
Dulu ada pikiran untuk membuat suasana pilkada di Aceh benar-benar pilkada yang demokrasi melahirkan tokoh-tokoh. Ada pemikiran-pemikiran koalisi, ada Golkar, Demokrat dan PAN, ternyata secara pelan-pelan proses koalisi ini tidak bejalan dengan bagus. Itu yang terjadi, bukan saya dengan Pak Sulaiman Abda dan dengan siapa. Saat itu belum terbentuk pasangan, waktu itu hanya wacana-wacana melahirkan sebuah koalisi, tapi itu sudah berlalu semuanya.

Apa Anda yakin pilkada akan dilaksanakan tetap pada waktu yang telah ditentukan?
Gagasan yang sudah dilaksanakan sampai hari ini, tetap berharap agar bisa melakukan pilkada itu dilaksanakan (pada jadwal) yang telah diputuskan oleh KIP dan KPU berdasarkan putusan MK. Saya melihat kalau semua kita bisa memberikan dukungan, artinya pihak-pihak yang berkepentingan bisa melakukan upaya-upaya untuk menjaga semua rencana ini bisa terjadi. Tapi wallahua’lam, kadangkala bagaimanapun bagusnya cita-cita dan rencana manusia, tentu Allah yang menentukan.

Ada pesan khusus dari Mendagri, misal terkait pilkada ditunda atau dua putaran?
Kalau soal terjadi dua putaran itu normal-normal saja bisa terjadi, karena beberapa daerah juga sangat tergantung dengan aturan. Kalau terjadi tidak mencapai sekian persen akan ada dua putaran. Tetapi Pak Mendagri yang memesankan kepada kami secara amat-amat khusus agar pilkada dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ditentukan Qanun.

Apakah ada mutasi para pejabat?
Saya sudah menyampaikan kepada kawan-kawan birokrat, banyangkan kalau dalam waktu satu bulan dua bulan andaikata saya mencopot dan mengobrak-abrik, kan jauh lebih bagus saya membina mereka dengan lebih bagus. Kalau selama ini saya didengung-dengungkan seorang birokrat yang sudah sangat tua barangkali dengan pengalaman yang panjang di mana-mana saya meraih pengalaman, mengapa tidak saya coba tularkan pengalaman kepada rekan-rekan birokrat  yang ada di sini, Itu kan jauh lebih berguna ketimbang kemudian ingin mengobrak-abrik staf di sini.

Oleh karena itu saya berpikir saya akan melakukan pembinaan terhadap mereka. Saya katakan ada dua yang menjadi ukuran bagi saya, yang pertama sekali integritas. Saya ingin kita menjaga komitmen kerakyatan yang tinggi sekali, ini yang menjadi ukuran bagi saya. Yang kedua ini sebuah fase yang sangat menentukan sekali bagi PNS, yaitu harus betul-betul mampu menjaga netralitas. Oleh karena ini yang merupakan tekanan, tidak boleh ada tawar menawar. Dua aspek itu sudah saya sampaikan kepada rekan-rekan, kerja dengan bagus mari sama-sama kita bersatu padu memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Karir Anda terbilang aneh. Di Aceh Utara Anda dianggap kurang mampu, sehingga dalam pilkada 2006 tidak terpilih lagi. Di Kalimantan Timur Anda dianggap cukup mampu sehingga dipromosikan untuk jabatan lebih bagus. Kemudian kembali lagi ke Aceh. Jadi Anda dianggap sebagai spesialis Pj. Apa kesulitan memimpin Aceh dibandingkan Kalimatan Timur?
Sebetulnya tidak juga demikian. Dulu yang terjadi ketika saya masa konflik, saya menjabat bupati Aceh Utara selama tujuh tahun, persis pada masa puncak konflik, 1998-2005. Semua orang tahu bahwa itu ada adalah pucak konflik, 2003 pucak perang, tidak ada di negeri ini terjadi dua kali sekaligus darurat sipil dan militer dalam kepemimpinan saya di Aceh Utara. Tetapi kita bisa lihat selama masa konflik yang demikian saya masih bisa mempertahan negeri ini.

Pemerintah pada waktu itu sampai-sampai hanya tinggal beberapa orang lagi mempertahankan gerbang pemerintahan. Ketika saya tidak mendapatkan peluang lagi untuk memimpin Aceh Utara, sebagian orang menganggap bahwa saya gagal membangun Aceh Utara, padahal setelah tidak lama saya pergi, orang sadar lagi ternyata dulu Pak Tarmizi benar. Apa yang kita pikirkan salah, terjadi euforia waktu itu karena masuknya GAM, sehingga seluruh incumbent di Aceh harus angkat kaki.

Apa yang saya baca waktu itu? Saya ingin mengatakan kepada rekan-rekan yang sudah harus hengkang, jangan lagi kita beralasan apapun, siapapun mereka, tetapi mereka secara faktual sudah masuk dalam pemerintahan. Kita dukung saja mereka dengan bagus. Saya dukung dan saya berikan berikan perhatian kepada mereka. Akhirnya rakyat mengeluh juga apa yang mereka lakukan. Ini semua sebuah perjalanan masa lalu ketika semua kita tidak ingin menuding masa lalu itu, akan tetapi ingin berkaca agar kita bisa menuju masa depan yang lebih baik.

Saya ingin mengatakan bahwa semua periode yang lalu itu menjadi pengalaman sangat berharga bagi kita menuju masa depan. Saya tidak mengklaim di manapun bahwa sebagai sosok yang mampu, tetapi saya berkeyakinan mempunyai sebuah kredibilitas untuk menjaga amanah yang ditugaskan oleh pemerintah sebatas kemampuan yang saya miliki.

Di mana perbedaan memimpin di Kalimantan dengan di Aceh?
Di sana multietnis dan kultur beda dengan Aceh. Kita hanya ada suku Aceh yang dominan, kalau di Kalimatan banyak suku. Ada Madura, ada Jawa, ada Makasar, banyak sekali suku yang dominan di sana. Jadi pada masyarakat yang heterogen seperti itu masyarakat saling mencari teman. Heterogenitas itu saling membentuk. Itu kelebihannya pada masyarakat yang heterogen. Homogenitas itu yang kadang kala bisa membuat suasana kita saling tidak percaya saja. Tidak semua yang homogen itu bisa menjadi bagus, makanya kita perlu pembauran-pembauran, agar kita tidak jenuh pikiran kita dengan satu gaya. Kita lihat saja yang homogen bisa rebut sama sendiri juga, hal-hal yang seperti ini bisa menjadi beda dengan Kalimatan. Kalimatan karena heterogen selalu mencari-cari sehingga terbentuklah sebuah kekompakan, yang semestinya yang homogen yang lebih kompak.

Tetapi yang paling mendasar perbedaan antara Kalimatan dengan Aceh, Kalimatan itu tidak sedinamis masyarakat Aceh dalam merespon dinamika politik. Aceh ini sangat dinamis sekali, pemikiran orang-orang Aceh seperti ini itu merupakan energi yang sangat berguna untuk pembangunan kalau bisa diarahkan kepada potensi yang bagus. Kalau kita bisa mengarahkan kanal yang bagus, jalan pikiran dan sikap heroik orang Aceh, itu akan menjadi potensi yang sangat bagus dalam pembagunan.

Bukankah lebih sulit memimpin kawan-kawan sendiri atau saudara sendiri?
Kalau kita profesional semakin banyak kawan semakin mudah menjalankan roda pemerintah, asal yang paling penting adalah bagaimana profesionalitas harus kita jaga.

Lalu, apa tantangan terberat dalam Anda memimpin Aceh ke depan?
Saya kira tantangan yang paling berat ini bagaimana dinamika ini berlangssung sangat eskalatif. Sekarang semua calon yang ingin mendapatkan suara tentu akan melakukan berbagai upaya akan memenangkan pilkada. Saya sudah katakan siapa yang dibutuhkan oleh rakyat hari ini, adalah mereka-mereka yang memberikan ruang selebar-lebarnya kepada rakyat untuk membiarkan rakyat, hati dan nurani rakyat bicara. Itulah mereka-mereka yang akan dipilih oleh rakyat.

Nah, kalau nantinya terjadi intimidasi, provokasi dan pengiringan masa pada satu calon itu yang menjadi tantangan paling berat. Kita harapkan kepada semua calon yang ingin memenangkan sebuah pentas demokrasi kali ini, percayalah biar masyarakat yang akan memilih dengan hati nuraninya.

Harapan Anda bagi kontestan pilkada?
Kepada semua kontestan percayalah dan yakinlah siapa yang memenangkan pentas demokrasi ini adalah mereka yang betul-betul menghargai keberadaan rakyat, memilih sesuai dengan hati nuraninya supaya tidak melakukan intimidasi dan melakukan berbagai tekanan. Kepada rakyat mari selalu saja waspada terhadap memilih calon-calon yang memang mereka sudah punya  saringan-saringan sendiri untuk melihat bagaimana pemimpin-pemimpin yang bisa mengayomi untuk masa yang akan datang. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU