Friday, April 19, 2024
spot_img

Unsyiah dan Komnas HAM Gelar Seminar Bertema Damai Aceh, Ini Rekomendasinya

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Refleksi 15 Tahun Damai Aceh, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) bekerja sama dengan Komnas HAM dan Komnas HAM Perempuan, menggelar Seminar Nasional dengan tema “Damai Aceh: Refleksi 15 Tahun MoU Helsinki”. Seminar digelar virtual, Selasa (18/8/2020).

Sejumlah isu disiskusikan, memotret kondisi Aceh setelah 15 tahun MoU atau kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ditandatangani di Helsinki, Finlandia. Sejak itu, Aceh telah memiliki hak otonomi khusus yang asimetris, mendapatkan alokasi dana khusus yang jumlahnya triliunan rupiah dalam rentang waktu 20 tahun, berhak melaksanakan Syariat Islam, memiliki Partai Politik Lokal dan banyak keistimewaan lainnya.

Panitia Seminar, Dr. Azhari Yahya, mengatakan seminar mampunyai tiga tujuan; mengkaji berbagai tantangan dan strategi dalam membangun perdamaian Aceh, membangun kesepakatan, memperkuat dan merawat perdamaian untuk memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat Aceh, dan mengumpulkan materi dalam Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Hak Asasi Manusia yang adil gender dan inklusif di Aceh.

Seminar yang dibuka Rektor Unsyiah, Prof. Syamsul Rizal, dibahani oleh delapan narasumber yang ahli dalam bidangnya masing-masing, dengan dua orang keynote speakers; yaitu Wali Nanggroe Aceh, PYM Tgk. Malik Mahmud Al-Hayther, dan Wakil Presiden RI Periode 2004-2009 dan 2014-2019, Dr (HC) Drs. Muhammad Jusuf Kalla.

Adapun narasumber yang dihadirkan adalah Dirjen HAM Departemen Hukum dan HAM RI, Dr. Mualimin Abdi; Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik; Ketua Komnas HAM Perempuan, Andy Yentriyani; Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin; Asisten 1 Gubernur Aceh, Dr. M. Jafar; Kepala Pusat Riset HAM Unsyiah, Khairani Arifin; dan Pegiat Media, Adi Warsidi.

Seminar dipimpin oleh dua moderator, Ibu Nursiti dan Ibu Suraiya Kamaruzzalam. “Pesertanya sekitar 200 orang peserta yang terdiri dari Pemerintah Pusat, jajaran kementrian/lembaga, LSM, KKR Aceh, tokoh Aceh dan para pihak lainnya,” kata Azhari.

Plt Gubernur Aceh, dalam sambutannya yang diwakili Asisten 2 Setda Aceh, Teuku Ahmad Dadek, mengharapkan seminar tersebut dapat mengumpulkan berbagai isu terkait perdamaian, sehingga dapat memperkuat damai Aceh.

Di akhir acara, Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Aceh, Sepriady Utama, membacakan rekomendasi seminar. Berikut isinya:

Untuk Pemerintah Pusat

  1. Komitmen politik untuk memastikan negara hadir dalam upaya pemenuhan hak korban konflik.
  2. Pemerintah melalui Kementerian hukum dan Ham untuk mempercepat pengesahan RUU KKR sebagai payung hukum untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu. Demi terpenuhinya hak korban serta memperkuat posisi KKR Aceh.
  3. Memastikan semua komitmen yang termuat dalam MoU dan UUPA diimplementasikan demi kelanjutan damai Aceh, seperti pengesahan peggunaan bendera Aceh, pertanahan dan pengelolaan SDA, serta beberapa hal lainnya.
  4. Mendorong berbagai pihak agar mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK supaya korban dapat segera mendapatkan perlindungan maupun bantuan bagi pemulihan korban.

Untuk Pemerintah Aceh

  1. Perlunya penerapan tata kelola pemerintahan yang baik untuk mendukung peningkatan dibidang ekonomi, politik, pendidikan dan keamanan, dan partisipasi masyarakat termasuk pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual masa lalu untuk mendukung pembangunan terutama terkait dengan penggunaan dana Otsus.
  2. Pemerintah Aceh perlu melakukan evalusi terhadap implementasi UUPA untuk melihat sejauh mana peran UUPA dalam memberi bermanfaat masyarakat Aceh.
  3. Perlu dilakukan riset/kajian khusus (akademis oleh para ahli) untuk melihat sejauh mana tingkat pulih para korban baik secara psikologis ataupun sosial, terutama para perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.
  4. Peningkatan peran Badan Reintegrasi Aceh (BRA) yang fokus pada proses integrasi menjadi lebih luas dan strategis menjadi lembaga yang mengawal proses perdamaian Aceh yang di dasarkan pada isi dari MOU Helsinki.
  5. Memperkuat dan mengoptimalkan peran lembaga Wali Nanggroe sebagai wadah posisi tawar bagi pemerintah Aceh ke pemerintah pusat dan ikut aktif untuk merawat perdamaian di Aceh.
  6. Mendorong Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Kabupaten/Kota agar mengalokasikan anggaran bagi pemulihan korban khususnya yang berkenaan dengan rehabilkitasi psikososial yang menjadi hak korban. Sebagaimana dijamin dalam peraturan perundang-undangan, dan mendorong berbagai pihak agar mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK supaya korban dapat segera mendapatkan perlindungan maupun bantuan bagi pemulihan korban.
  7. Penguatan program pendidikan, ekonomi, hukum/keamanan dan kesehatan sebagai indicator keberhasilan perdamaian Aceh.
  8. Meningkatkan partisipasi perempuan dan kelompok rentan lainnya dalam membangun damai Aceh. Sebaiknya semua pihak yang ikut terlibat membangun partisipasi perempuan dalam perdamaian Aceh memberikan laporan perkembangan tesebut.

Untuk Unsyiah

  1. Mengintegrasikan nilai-nilai perdamaian dalam pembelajaran melalui pendidikan peace education yang mainstream melalui berbagai level pendidikan.
  2. Memelopori pengintegrasian memorialisasi pelanggaran HAM masa lalu ke dalam kurikulum pendidikan Hukum dan HAM, sebagai bagian dari kontribusi institusi pendidikan kepada pemeliharaan perdamaian dan pencegahan berulangnya pelanggaran HAM di Aceh.
  3. Menerapkan prinsip-prinsip perdamaian dalam penyelesaian sengketa batas wilayah/tanah dengan UIN Ar-Ranirry, agar tidak meruncing menjadi konflik yang lebih serius, hingga menganggu proses pendidikan dan merusak situasi damai di Aceh.

Untuk Komnas HAM Dan Komnas Perempuan

  1. Mendorong penyelesaian Pelangaran HAM berat di Aceh dilakukan dengan menggunakan dua mekanisme yang saling melengkapi, yaitu; mekanisme yudisial (Pengadilan HAM) dan mekanisme non-yudisial (KKR).
  2. Merumuskan kembali Undang Undang KKR Nasional untuk memperkuat proses penyelesaian rekonsiliasi secara non-yudisial.
  3. Menyusun strategi yang efektif untuk mendukung penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di masa lalu, baik melalui mekanisme yudisial maupun non-yudisial seperti pengungkapan kebenaran dan pemulihan hak keluarga korban.

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU