Monday, May 6, 2024
spot_img

Tarung Layang Berubah Jadi Petaka

KETOL (ACEH TENGAH) | ACEHKITA.COM – Tarung layang-layang di atap beton masjid itu terhenti saat guncangan kuat menghentak Blang Mancung. Masjid Babussalihin berguncang hebat. Sepuluh anak-anak yang tengah asyik bermain layang-layang lari kucar-kacir.

Agus Rianda sedang diobati di Posko Kesehatan Gampong Blang Mancung, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, Kamis (4 Juli 2013). Lima rekannya yang sedang bermain layang-layang tewas setelah masjid desa itu ambruk akibat gempa, Selasa lalu. [RADZIE/ACEHKITA]
Agus Rianda sedang diobati di Posko Kesehatan Gampong Blang Mancung, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, Kamis (4 Juli 2013). Lima rekannya yang sedang bermain layang-layang tewas setelah masjid desa itu ambruk akibat gempa, Selasa lalu. [RADZIE/ACEHKITA]

Belum lagi langkah mereka tiba di tangga, bangunan masjid runtuh seketika. Anak-anak ikut terjatuh bersama reruntuhan masjid. Agus Rianda, 12 tahun, salah satu di antara mereka. Dia jatuh di antara puing-puing beton masjid yang sedang dalam proses pembangunan. Tangan kirinya tertimpa beton.

Gempa berkekuatan 6,2 Skala Richter yang mengguncang Aceh, Selasa lalu, merobohkan masjid itu. Pusat gempa itu di Bener Meriah dengan kedalaman 10 kilometer. Gempa kuat menewaskan puluhan orang dan ratusan lainnya mengalami luka-luka karena tertimpa bangunan rumah yang roboh. Belasan ribu warga Bener Meriah dan Aceh Tengah kehilangan tempat tinggal.

Di samping kanannya, Agus mendapati seorang temannya, Doni bersimbah darah. Kepalanya bocor. Darah segar terus mengalir. “Doni, Doni, bangun,” Agus memanggil. Tak ada jawaban. Lalu, Agus menarik tangan kirinya yang terhimpit beton dan batu.

Tak berapa lama, dia mendengar seorang perempuan, Zainabon, memanggil nama anaknya, Fadhil. Perempuan itu menanyakan nasib Fadhil pada Agus, yang berada di antara puing-puing bangunan masjid tersebut.

“Tidak ada, Bu,” kata Agus.

Zainabon lantas menyuruh Agus keluar melalui sebuah lubang berukuran 40 sentimeter. “Saya keluar melalui lubang dengan tangan berdarah,” ujarnya kepada acehkita yang menemuinya, Kamis lalu.

Di luar, dia mendapati Aditya, 7 tahun, buntung kaki. Di sekelilingnya, dia menemukan masjid telah rata dengan tanah. Anehnya, Agus tak merasakan sakit atau nyeri pada luka sikunya.

Dia bergegas menjumpai ibu dan neneknya yang tengah berada di tempat kenduri. Di sana, ia hanya bertemu neneknya, Ngatemi, 45 tahun.

Ngatemi membawa Agus ke Puskesmas di desa pedalaman Kecamatan Ketol itu. Sayang, di sana Ngatemi tidak mendapati siapa-siapa, selain bidan yang terpana melihat rumahnya telah rata tanah.

Hingga sore, luka Agus tak juga terobati. Baru sekitar pukul 17.00 WIB, dia membawa Agus ke Lampahan, Kecamatan Timang Gajah, berjarak sekitar 25 kilometer kampungnya. Di sana, luka di siku Agus dijahit enam kali.

Lima teman Agus yang ikut bermain layang, meninggal dunia: Doni, Dirman, Putra, Fadhil, dan Jihan. Agus merasa beruntung selamat dari petaka itu.

Sebelum bumi mengguncang, Agus melihat teman-temannya bermain layang-layang di atas atap masjid. Ia yang biasanya bermain bola kaki, siang itu, sekitar pukul 14.00 WIB ikut tergiur bergabung dengan teman-teman sebaya. Namun, Agus tak punya layang. Ia hanya menonton Doni, menerbangkan layang-layang.

Menurut Agus, siang itu mereka sangat terhibur dengan atraksi layang aneka warna di langit Blang Mancung. Ada enam layangan yang mereka terbangkan siang itu. Satu layang terputus dan lenyap. Tapi itu tidak menghilangkan keceriaan mereka bermain layang-layang.

Bagi Nurmiati dan Ngatemi, Agus selamat dari masjid runtuh bak mukzijat. “Saya menangis terus mengingat cucu saya selamat,” kata Ngatemi saat dijumpai acehkita di rumahnya yang berkonstruksi kayu.

“Ini anugerah terbesar diberikan Allah untuk keluarga kami. Saya berpikir sudah tidak bisa melihat Agus lagi.”

Ia tak percaya Agus bisa selamat dari kejadian di luar akal sehat itu. “Aku heran kok cucuku selamat. Terimakasih Tuhan,” sebutnya. Ia mengaku terus menerus menangis saat proses evakuasi lima korban meninggal di masjid itu.

“Ini kayak dalam mimpi,” kenang Agus, bocah yang baru saja diterima di SMP Negeri 12 Aceh Tengah. “Alhamdulillah, saya selamat dan bisa sekolah lagi. Tapi saya sedih, banyak kawan saya yang meninggal. Saya kehilangan kawan main.”

“Kasihan Aditya, dia tak punya kaki lagi,” ujarnya lagi, sambil berusaha menahan tangis atas kepergian teman-teman sepermainannya.[]

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU