Friday, March 29, 2024
spot_img

Sepenggal Cerita tentang Tangse

TANGGAL 24 (Desember), sekira habis zuhur, seorang kawan mengajak untuk pulang ke Pidie dengan keluarganya karena ada khauri moklod, kenduri maulid nabi.

Kami berangkat keluar kota menuju timur. Karena hari libur jalanan agak padat. Jalan tidak terlalu macet, tetapi kurang lancar disebabkan oleh kelakuan pengendara. Pengendara mobil banyak yang tidak paham rambu-rambu atau etika lalu-lintas, misalnya kita berhenti di belakang sebuah mobil yang mau berbelok, mobil di belakang kita langsung mau masuk sehingga yang belok di depan kita pun terhenti. Semua ingin cepat, semua ingin sampai duluan. Motor pun dipacu dengan sangat cepat tanpa memikirkan keselamatan. Anak atau istri di belakang dianggap sebagai keranjang ikan. 

Di tanjakan Seunapet sempat kaget, sebab di depan kami sebuah mobil berhenti tiba-tiba tanpa minggir ke sebelah jalan, tanpa lampu sign. Rupanya mobil keluarga, anak-anak dengan jendela terbuka melempar pisang kepada monyet besar yang duduk di tepi jalan. Kiri-kanan jalan banyak mobil lain yang berhenti. Tempat ini menjadi semacam tempat hiburan gratis bagi warga.

Setelah melewati kawasan penangkaran gajah di Seulawah, kami juga hampir kecelakaan sebab sebuah mobil berhenti mendadak di depan kami, hampir tidak bisa menghindar. Rupanya di tengah jalan ada dua orang berdiri memegang kotak dan kaleng, meminta sumbangan di tengah jalan. Juga ada dua kayu yang dipancang di atas jalan. Cukup berbahaya untuk keselamatan mereka dan pengendara jalan.

Hari agak sore, setelah melewati kota Sigli menuju arah Beureunun, banyak labi-labi dan motor. Selain kendaraan, lembu pun banyak berkeliaran di jalan. Bergerombol ada yang menyeberang jalan. Mungkin karena sudah terbiasa hidup di jalan, ketika diklakson, lembu-lembu itu hanya diam. Pas di depan SPBU dekat simpang Keumangan, seekor lembu terkejut, hampir menabrak kendaraan kami. Rupanya lembu itu lompat ke arah kiri menyenggol seorang ibu-ibu di atas sepeda motor sampai jatuh ke jalan. Pengendara lain langsung membantu ibu-ibu itu. Untungnya semua kendaraan sudah langsam dan memperlambat laju, sehingga tidak terjadi hal yang fatal.

Kemudian kami sampai di Lueng Putu. Langsung singgah di tempat keluarga kawan, menu khauri moklod sudah menunggu. Bu kulah, nasi yang dibungkus daun pisang, sie itek, bebek masak Pidie, dan suree teuphep, tongkol yang ditumis kari berpindah tempat dari atas meja ke perut kami. Kemudian terjadi perbincangan keluarga yang sangat akrab dengan semua. Keluarga kawan kami sudah lama tidak berjumpa dengan kerabat mereka tersebut. Masya Allah, selain memberi makan kepada sesama, khauri moklod adalah salah satu media silaturrahmi yang sangat luar biasa. 

Setelah salat asar kami lanjutkan perjalanan ke Tangse. Jalanan bagus ada rusak di sana-sini akibat banjir. Beberapa tempat tepi jalannya longsor. 

Sampai di Keumala kami sempat melansam mobil di depan sebuah rumah sangat besar dan megah. Selain karena jalan di depannya agak rusak, rumah dengan pagar ganda dan berlampu taman solar-cell dan beberapa mobil mewah terparkir rapi di garasi itu, dikabarkan milik seorang petinggi organisasi perjuangan dulu yang kini menjabat sebagai pengurus sebuah partai lokal.

Hari sudah agak gelap, hujan mulai turun. Jalanan menuju Tangse walau sempit tetapi cukup bagus. Sisa-sisa tanah parit yang digali dan ditinggal di atas jalan cukup mengganggu ketika berpapasan dengan kendaraan lain.

Sesampai di Tangse langsung ke sebuah kedai makan di depan Bank Aceh. Kedai makan cukup terkenal dengan masakan ikan keureulieng, ikan sungai deras yang sangat enak. Semua bisa dimakan sampai sisik-sisiknya terasa bagai keurupuk. Setelah minum kopi dan berjumpa seorang kawan lama, ikan keureulieng kami suruh bungkus, sebab perut masih penuh dengan yang kami makan di Lueng Putu. Keureulieng merupakan salah satu kuliner Aceh yang sangat langka. Dimasak asam keueung, asam pedas dengan tomat kecil-kecil khas Tangse.

Kami kemudian balik ke Blang Dhot bertakziah kepada salah satu keluarga kawan yang meninggal. Udara sangat segar dan dingin. Suara air mengalir di anak sungai mengingatkan kita kepada sesuatu yang indah. Kemudian kami diajak khauri, makan alakadar. Saya melihat ada daging dimasak dengan batang pisang, nah ini dia pilihan. Luar biasa. 

Masakan daging di Aceh sering memakai sayur berbeda. Kadang-kadang nangka, ada labu, ada juga pisang. Tidak jarang kuah daging, sayurnya adalah batang pisang. Enak sekali!

Tuan rumah yang berduka merasakan kesenangan sebab keluarga dari jauh telah datang. Suasana batin sangat nyaman. Indah sekali persaudaraan di dalam suka dan duka. 

Keluar dari simpang Blang Dhot, kami sempat tertahan, orang ramai-ramai bergerombol di jalan. Rupanya persiapan ceramah maulid di depan masjid.

Beberapa kilometer dari sana, kami singgah lagi di rumah saudara kawan, kali ini perut tidak muat lagi. Hanya kue-kue dan lemang moklod yang mampu kami makan. Selepas itu singgah di satu rumah lagi di tepi jalan. Lagi-lagi kami menggeleng ketika ditawati khauri, hanya minum teh dan kue-kue.

Semua wajah gembira, semua wajah senang. Silaturrahmi memang membuat tenteram dan awet muda. Khauri-khauri itu bukan untung rugi, tetapi saling memuliakan. 

Kemudian kami pulang, tuan rumah mengingatkan agar hati-hati, sebab beberapa titik longsor tidak diberi tanda apa-apa, hanya diikat tali saja, itupun di tempat longsor langsung, bukan beberapa jarak sebelumnya, sehingga kalau malam hari sangat berbahaya. 

Mestinya dinas terkait, khususnya perhubungan dan PU tidak menunggu sampai ada korban, tetapi dengan sigap melakukan pekerjaan perbaikan yang diperlukan. Rutin terjadi setiap tahun bukan alasan untuk dibiarkan dan diabaikan, justru mestinya penangangan lebih tepat sasaran dan profesional.

Tangse adalah nama sebuah kawasan di pegunungan Pidie. Letaknya sangat strategis dan banyak sekali kekayaan alam. Terletak di perlintasan menuju Aceh Barat dan Nagan Raya. Sungainya sangat deras dan cantik. Banyak sekali tempat pemandian sungai dan ada tempat pemandian air panas. Alamnya menyimpan potensi yang luar biasa, bahkan emas juga ada di sana. Salah satu jenis durian Aceh yang sangat enak adalah durian Tangse.

Penduduknya sangat baik dan ramah, banyak juga yang berasal dari keluarga perjuangan. Ada beberapa Wali Negara yang berperang dan dimakamkan di Tangse. Selain dikenal dengan perjuangan, di Aceh juga dikenal hasil beras yang sangat gurih dinamakan beras Cantik Manis Tangse. Selain beras, hasil alam, sungai, kecantikan dara Tangse juga sering dilagukan dalam lagu-lagu pop Aceh. 

Tidak salah kalau Belanda dulu menjadikan Tangse pusat peristirahatan dan asmara pemukiman mereka. Daerah itu adalah tangsi Belanda, asal muasal dari penamaan daerah Tangse.

Ke Tangse lah bagi yang belum ke sana. Tangse adalah sebuah daerah yang masuk ke dalam agenda rutin kunjungan kami sekeluarga. []

MUNAWAR LIZA ZAINAL, asal Pidie, bermukim di Aceh Besar

Previous article
Next article
Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU