Thursday, April 25, 2024
spot_img

Pentas Barong di Tahun Ular

SUARA tabuh gendang menggema. Sorak riuh penonton pecah ketika tiga barongsai kuning bergaris merah berdiri tepat di tengah penonton. Ada barongsai jantan, betina, dan si kecil yang merepresentasikan sang anak. Siang itu, Ahad (10/2/2013), barongsai meliuk-liuk mengikuti tabuhan gendang, menampilkan atraksi yang mengundang decak kagum.

Satu nampan jeruk diletakkan di tengah arena pentas barong. Ada jeruk berukuran kecil, ada pula jeruk bali, tersusun rapi di atas nampan. Dua barong, betina dan anak, mendekati sesajian ini. Mereka mengupas jeruk-jeruk itu. Di satu sesi, jeruk bali yang dikupas kulitnya, dipersembahkan kepada tetua masyarakat Tionghoa.

Barong jantan tak ikutserta menghabiskan jeruk. Ia mencari kendi air yang terbuat dari kayu. Begitu ditemukan, si barong jantan meminumnya, bergaya jurus mabuk Jacky Chan dalam film Drunken Master. Sehabis melahap minuman itu, barong jantan terkapar di atas tanah.

Selanjutnya, badut yang berperan sebagai antagonis datang mengganggu ketiga barong itu. Tak terima, barong jantan dan betina menyerang si badut pengganggu. Dan, seperti diketahui, si badut kalah, sehingga harus bersembunyi di bawah meja yang telah dikepung sang barong.

Tepukan tangan penonton membahana. Mereka tersenyum dan pada akhirnya memberikan angpau kepada ketiga barong tersebut.

Itulah pentas barong menyambut pergantian tahun Imlek yang digelar komunitas Tionghoa di Peunayong Banda Aceh. Pada peringatan pergantian tahun kali ini, etnis Tionghoa mendapatkan kebebasan untuk mementaskan tarian Barongsai, yang tak pernah terjadi pada tahun Imlek sebelumnya.

“Ini atraksi yang pertama sekali kita mainkan. Jadi hanya untuk menghibur karena dulu-dulu kan tidak pernah ada pertunjukan semacam ini,” kata Ketua Umum Perkumpulan Hakka Banda Aceh Kho Khie Siong usai pertunjukan.

Pertunjukan barongsai di ruas jalan di belakang Vihara Buddha Sakyamuni Banda Aceh itu dipersiapkan selama dua minggu. Meski persiapan singkat, pentas barong mampu menghibur warga keturunan China menyambut Tahun Ular itu.

“Tahun ini lebih meriah perayaan Imlek karena ada penampilan Barongsai. Tahun sebelumnya tidak ada,” kata Apung, seorang warga Peunayong.

“Semua etnis Tionghoa merayakan Imlek di vihara-vihara di Banda Aceh, berbeda dengan tahun sebelumnya. Tahun ini, yang tinggal di luar Banda Aceh pun merayakan di sini,” kata Pirus Handalan, sejarawan Tionghoa.

Steven, seorang pemain Barongsai, mengaku puas dengan pertunjukan itu. “Tidak sia-sia kami berlatih dua minggu,” kata dia sembari berharap bisa terus mementaskan tarian Barongsai di tahun-tahun selanjutnya.

***

TAHUN Imlek kali ini mempunyai kesan tersendiri bagi sekitar 4.000-an etnis Tionghoa yang mendiami Banda Aceh. Sebelumnya, mereka nyaris tak bisa mementaskan tarian tradisional itu di kota yang memberlakukan syariat Islam tersebut.

Pernah suatu ketika, masyarakat Tionghoa merasakan kecewa setelah Pemerintah Kota Banda Aceh membatalkan rencana atraksi Liong dan Barongsai pada peringatan tujuh tahun usia perdamaian Aceh. Kali lain, atraksi barongsai dilarang menjelang peringatan empat tahun tsunami.

Makanya, tak berlebihan jika Apung merasa senang bisa melihat barong meliuk-liuk menyambut Tahun Ular pada Ahad jelang siang itu.

Pementasan barongsai itu menandakan jalinan persaudaraan dan toleransi yang kental di Peunayong, yang merupakan pecinannya Aceh. Di kota yang terletak di pinggir Krueng Aceh itu, hidup beragam etnis dengan beragam agama dan kepercayaan. Tidak terdengar ada kericuhan antarumat beragama di sini.

Di dekat Vihara Buddha Sakyamuni terdapat dua vihara lainnya, yaitu Maitri dan Dewi Samudera. Ketiga vihara ini berdampingan dengan Gereja Protestan Indonesia bagian Barat. Di dekatnya lagi ada Gereja Methodist. Lalu, tak jauh dari situ, di ujung Jalan Panglima Polem berdiri megah sebuah masjid.

“Kita saling menghormati antara satu agama dengan agama lainnya,” kata Ketua Vihara Dewi Samudera, Rita, kepada acehkita.com. “Sudah terbangun saling pengertian.”

Peunayong telah lama menjadi kawasan tempat orang China beranak-pinak. A. Rani Usman, penulis buku Etnis Cina Perantauan di Aceh, menyebutkan, etnis China telah mendiami Peunayong sejak abad 9. Kata Peunayong berasal dari “peu payong” yang berarti memayungi, melindungi. Sebuah hikayat menyebutkan, Peunayong merupakan tempat Sultan Iskandar Muda memberikan perlindungan atau menjamu tamu kerajaan yang datang dari Eropa dan Tiongkok.

A. Rani Usman menulis, hubungan Cina dan Aceh memasuki masa harmonis ketika Laksamana Cheng Ho bermuhibah ke Kerajaan Samudera Pasai di utara Aceh pada 1415. Sebagai kenang-kenangan dari negeri China, Cheng Ho menghadiahi Samudera Pasai lonceng besar yang dikenal dengan Cakradonya. Pada abad ini dikenal sebagai fase kedua kedatangan China ke Aceh.

Masih menurut Rani, fase ketiga kedatangan warga Tiongkok ke bumi Sultan Iskandar Muda terjadi pada 1875. Migrasi besar-besaran ini terjadi karena dibawa Belanda. Etnis China dipekerjakan sebagai budak di Aceh. Sifat pekerja keras mengantarkan mereka ke gerbang kesuksesan di bidang niaga. Di Banda Aceh, seperti jamak di negara lain, etnis Tionghoa merupakan pedagang, pengusaha sukses.

Warga China di Banda Aceh merupakan generasi ke-4 atau ke-5 dari buyut mereka yang datang pada abad 19. Mereka adalah suku Khek, yang berasal dari Provinsi Kwantung, Tiongkok. Mereka belum bercampur dengan suku Kong Hu Cu, Hai Nan, dan Hok Kian.

Bagi mereka tahun Imlek harus dirayakan dengan khidmat. Bahkan, berbusana pun dianjurkan menggunakan serba merah. Makanya, tak heran jika pada perayaan Imlek di Peunayong Ahad lalu, sejumlah perempuan dan anak-anak memakai pakaian merah.

“Kalau bisa, hari ini semuanya pakai baju merah,” kata sejarawan Tionghoa, Pirus Handalan.

Dan, tak lengkap merayakan Imlek jika tak berbagi angpau. “Itu melambangkan kegembiraan dan semangat,” kata seorang Tionghoa. Makanya, mereka berlomba-lomba memberikan angpau kepada tiga barong usai atraksi, sembari mencari berkah di Tahun Ular yang dipercaya penuh aral melintang. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU