Saturday, April 27, 2024
spot_img

Gubernur Belum Teken Qanun Jinayat

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Gubernur Aceh Irwandi Yusuf belum menandatangani Qanun Hukum Jinayat dan Qanun Acara Jinayat yang disahkan parlemen Aceh pada 14 September lalu. Sebelumnya, eksekutif mempermasalahkan sanksi rajam dimasukkan dalam qanun yang mengatur tentang zina, mesum, minum arak, dan berjudi tersebut.

“Iya, Gubernur belum menandatangani Qanun Jinayat,” kata Sekretaris DPR Aceh Hasan Basri A. Thaleb saat dihubungi, Senin (28/9).

Hal senada dikemukakan Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar. “Gubernur belum menandatanganinya,” kata Muhammad Nazar saat dihubungi acehkita.com, Senin (28/9). “Kita tetap pada prinsip awal.”

Qanun Hukum Jinayat mengundang kontroversi karena mengandung sanksi rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah. Pemerintah Aceh menolak rajam dimasukkan dalam qanun tersebut. Saat diajukan kepada legislatif pada 6 November 2008 lalu, eksekutif tidak memasukkan klausul rajam bagi pelaku zina. Dalam draf dari eksekutif itu disebutkan bahwa sanski maksimal yaitu 100 kali cambuk.

Pascapengesahan, eksekutif dan legislatif urun-rembug untuk membahas isu krusial yang terdapat dalam Qanun Jinayat, terutama soal sanksi rajam. Namun, hingga kini belum dicapai titik-temu. “Kalau belum bisa diubah pada masa DPR sekarang ini, kita akan coba bicarakan dengan DPR baru yang akan dilantik nanti,” kata dia.

Menurut Nazar, hukum yang dibuat seharusnya aspiratif dan sesuai dengan kondisi masyarakat Aceh saat ini. Yang lebih memungkin untuk dilaksanakan adalah hukuman takzir, berbentuk kurungan penjara dan denda.

“Kalau pun mau dicambuk, cukup lima kali saja. Itu untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku,” kata Nazar. “Jadi hukum yang dibuat untuk melindungi, itu dapat direalisasikan.”

Mantan pengajar di IAIN Ar-Raniry ini menambahkan, hukuman maksimal baru bisa dilaksanakan bagi masyarakat yang sudah sepenuhnya memahami dan taat hukum. Tapi, “Kalau hudud (hukuman) maksimal yang diterapkan pada orang yang jahil, maka itu sama dengan penzaliman,” kata Nazar.

Nazar khawatir akan menimbulkan citra negatif bagi agama Islam jika syariat dijalankan sungguh-sungguh. “Wajah Islam yang seharusnya melindungi umatnya, akan kelihatan suram jika salah diterjemahkan,” ujarnya.

Ketua Panitia Khusus XII DPR Aceh Bahrom M. Rasjid menyebutkan, hukum rajam dimasukkan sebagai sanksi sebagai langkah antisipatif. Bahrom bilang, rajam tidak bisa dijatuhkan semena-mena. Setidaknya harus ada empat orang saksi yang melihat langsung perzinaan yang dilakukan seseorang. Jika para saksi kemudian terbukti menipu, mereka juga bisa dikenakan hukuman cambuk sebanyak 80 kali. “Jadi tidak boleh sembarangan, ini hanya peringatan kepada semua masyarakat,” kata Bahrom. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU