Saturday, April 27, 2024
spot_img

Pemerintah Aceh Didesak Selesaikan Konflik Tanah

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Puluhan massa yang tergabung dalam Gerakan Pembebasan Tanah Aceh melancarkan aksi keprihatinan di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Senin (26/9) malam. Aksi dalam rangka memperingati Hari Tanah Nasional mendesak Pemerintah Aceh untuk segera menyelesaikan konflik pertanahan yang terjadi di Aceh.

Selain mengusung sejumlah poster, massa yang terdiri atas aktivis mahasiswa dan juga para pegiat LSM itu melakukan aksi dengan menggunakan atribut para petani, seperti topi dan juga melakukan aksi teatrikal mengikat tangan sendiri dengan tali sebagai bentuk pengekangan hak-hak petani dan masyarakat terhadap tanahnya.

Koordinator Aksi Heri Muliadi dalam pernyataan sikapnya menyatakan, Hari Tani Nasional yang jatuh pada tanggal 24 September adalah tonggak sejarah dalam mengelola pertanahan di Indonesia. Pada tersebut disahkannya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960. Tapi kemudian, Rezim Orde baru tidak pernah melaksanakan kewajiban yang diamanahkan oleh Undang-Undang tersebut.

“Lahirnya UU Kehutanan, UU Penanaman Modal, UU Sumber Daya Air, UU Perkebunan, merupakan bukti bahwa pemerintah tidak pernah serius dalam melaksanakan agenda land reform yang diamanahkan oleh UU Pokok Agraria,” terang dia.

Dalam aksi tersebut massa menuntut beberapa hal, yang pertama adalah menolak tegas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadaan Tanah untuk Pembangunan yang sekarang sedang dibahas di DPR.

Menurut GPTA, RUU ini merupakan pintu masuk terhadap neoliberasasi pengelolaan pertanahan di Indonesia. “Jika negara meloloskan RUU ini, maka negara telah menjual negara ini kepada pihak swasta,” ungkap Heri.

Yang kedua, massa GPTA menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap para petani dalam memperjuangkan tanahnya. Seperti yang terjadi di Aceh Singkil beberapa bulan yang lalu dan juga di daerah Indonesia lainnya.

Kemudian, dalam aksi itu GPTA menuntut kepada pemerintah pusat untuk segera merealisasikan kewenangan Aceh dalam mengelola pertanahan sendiri. UU Pemerintahan Aceh telah mengamanahkan agar pengelolaan pertanahan wajib diberikan kepada pemerintah daerah di Aceh.

Dan tuntutan meraka yang terakhir mendesak pemerintah Aceh untuk segera menyelesaikan segala konflik pertanahan yang terjadi di Aceh.Baik konflik yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat ataupun aparat negara seperti TNI/Polri dengan masyarakat.

“Pemerintah Aceh harus bertanggung jawab terhadap segala bentuk perampasan terhadap tanah rakyat,”sebut Heri.

Setelah melaksanakan aksi keprihatinan selama satu jam lebih sejak dimulai usai salat Isya, massa akhirnya membubarkan diri secara tertib pada pukul 21.30 Wib. Tidak terlihat polisi melakukan pengawalan terhadap aksi ini. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU