Sunday, May 5, 2024
spot_img

Nuansa Aceh dalam Jazz

JEJERAN SOFA di lobby Hermes Palace Hotel Banda Aceh, Jumat malam, 22 Juli 2011, tidak ada yang kosong. Suasana hening. Cahaya lampu yang redup membuat ruangan itu temaram.

Alaidin Ikrami/ACEHKITA.COM
Di depan, ada tiga musisi jazz yang sedang tampil di panggung. Mereka adalah Djarot Efendy, Yoppie Andri dan Moritza Thaher.

Malam itu, ketiga musisi handal tersebut tampil dalam Khanduri Jazz Ethnomission, sebuah acara yang diprakarsai Kantor Berita Radio Antero bekerja sama dengan Hermes Palace Hotel dan Aceh Jazz Community.

Setelah dipersilakan maju oleh pembawa acara, trio musisi jazz itu langsung memainkan alat musik andalannya masing-masing. Moritza Thaher di piano, Djarot Efendy dengan sitar dan Yoppie Andri dengan biolanya.

Moritza Thaher memulai Khanduri Jazz Ethnomission itu dengan Wa Mulay yang kemudian disusul dengan “Saleuem”. Keduanya lagu Aceh itu merupakan lirik lama yang diracik dalam balutan jazz.

Nah, ketika ketiga musisi itu mulai melakukan performanya, penikmat jazz seakan terdiam. Mereka larut dalam alunan piano yang dimainkan Moritza Thaher, dan dawai biola Yoppie Andri serta alunan sitar Djarot Efendy.

Sitar merupakan salah satu alat musik dari India. Djarot mengaku belajar sitar di India selama enam bulan.

Setelah dua lagu tersebut, Moritza Thaher yang biasanya dipanggil Momo menceritakan awal mula terselenggaranya Khaduri Jazz Ethnomission.

“Setahun lalu ketika saya ke Jogjakarta, saya dan Yoppie bertemu dengan Djarot. Lalu Djarot mempertanyakan kapan dirinya bisa ke Aceh,” sebut Momo.

“Lalu dua minggu lalu saya ke Jogja lagi, ketika sedang ngobrol-ngobrol di warung pinggiran jalan saya mendengar jazz di radio. Nah saya langsung menelpon Uzair,” kata dia.

“Uzair, gila ni. Radio di Jogja saja putar jazz,” ujar Momo kepada Uzair ketika itu.

“Dan acara malam ini sendiri sebenarnya baru direncanakan lima hari yang lalu,” kata dia yang disambut applause hadirin.

Kemudian Momo memperkenal dua temannya. Djarot yang tampil dengan sitar berasal dari Jogjakarta. “Ini merupakan penampilan perdana saya di Aceh,” kata Djarot.

Sementara Yoppie Andri di biola berasal dari Sinabang. Malam itu ia tampil dengan memakai pakaian bermotif khas daerahnya.

Kemudian Moritza melanjutkan tembang ketiga mereka dengan “Pho”. Dan terakhir lagu “Senandung di Atas Tikar” ciptaan Yoppie.

Malam itu, tiga musisi tersebut tampil dengan empat lagu. Tiga di antara lirik itu berbahasa Aceh, dan satunya lagi berbahasa Indonesia.

Panitia Khanduri Jazz Ethnomission Uzair ketika dijumpai acehkita.com usai acara menyebutkan, ketiga musisi jazz itu ingin mengangkat tema-tema etnik dalam musik jazz.

“Ingin memperkenalkan lagi lirik-lirik Aceh tempo dulu,” ujar dia.

Acara malam itu sendiri, menurut Uzair, lebih kepada persiapan untuk beberapa festival jazz ke depan. “Mereka bertiga akan terus bersama untuk sementara, dan banyak lagi lagu-lagu Aceh yang akan mereka ekplorasikan,” sebut dia. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU