MATAHARI perlahan beranjak meninggi. Embun di pucuk-pucuk daun halaman belakang geudung Tsunami Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Ulee Lheue, pelan-pelan memuai. Gedung TDMRC akrab dengan sebutan gedung riset dan mitigasi bencana tsunami.
Mereka menyeringai karena teriknya matahari. Beberapa anak sekolah dasar dan sekolah menengah atas mulai memainkan kipas mungil mereka. Di antaranya ada yang hanya menyeka keringat di bagian wajah dengan tisu atau belakang tangannya sendiri.
Tiba-tiba saja di tengah halaman belakang TDMRC itu muncul api. Api tersebut berasal dari sebuah drum. Agaknya drum itu telah berisi air dan bensin. Beberapa suara mulai berteriak kecil “Api..api..”
“Eh..copot, api..copot terbakar..eh..” suara latah seorang perempuan muncul juga dari keramaian.
Seketika itu pula, seorang lelaki dewasa berbadan tegap, dengan kostum serba donker, mengambil selembar goni. Goni yang telah dibasahinya terlebih dahulu itu ditelungkupkannya ke api yang sedang menyala. Pada topi si lelaki tertulis “pemadam”. Agaknya ‘kebakaran’ baru saja terjadi. Namun, berkat sigapnya si pemadam, api kini telah padam. Perlahan, menipis pula asap yang mulanya berwarna kelam, lalu hilang, tanda kebakaran telah teratasi.
“Nah, cara memadamkannya tidak boleh berlawanan dengan arah angin,” kata seorang lelaki dewasa bertubuh jangkung. Lelaki berbaju putih itu tidak jauh berdiri dari sisi si pemadam tadi.
Dari cara ia bertutur, pakaiannya, dapat ditebak bahwa lelaki itu adalah komandan pemadam kebakaran Kota Banda Aceh. Adapun si lelaki yang memadamkan api dengan goni adalah seorang anggotanya.
Simulasi mengatasi kebakaran secara tradisional tersebut dipertunjukkan Satuan Pemadam Kebakaran dari Kota Banda Aceh dalam kegiatan yang digelar oleh TDMRC Ulee Lheue. Selain cara tradisional, mereka juga memperagakan memadamkan api secara modern, dengan menggunakan tabung pemadam.
“Jadi, begitu kalau terjadi kebakaran di rumah, dari mana pun penyebabnya, termasuk dari kompor. Salah satu antisipasi dapat dilakukan dengan goni basah,” tambah komandan pemadam.
Ia juga mempersilakan seorang tamu di sana untuk mempraktikkan cara memadamkan api dari drum seperti yang dilakoni anggota pemadam itu sebelumnya.
Ketua Panitia, Mukhlis A. Hamid, menyampaikan, kegiatan itu berlangsung dua hari, 16-17 Juli 2011. “Ada lomba mewarnai, lomba menulis cerita berdasarkan gambar, lomba tari. Ada juga musikalisasi puisi,” ujarnya.
Anek lomba yang digelar sepanjang dua hari itu untuk tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas, yang lokasi sekolahnya berada di sekitar lokasi tsunami, Ulee Lheue serta Peukan Bada.
“Acara ini bekerja sama dengan PMI Kota Banda Aceh, Walhi Aceh, dan Pemadam Kota Banda Aceh,” imbuh dosen sastra Unsyiah itu. []