Friday, May 3, 2024
spot_img

Kunjungi Unsyiah, Dewan Ketahanan Tanya Keamanan Aceh

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Tim Kajian Daerah Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) berkunjung ke Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Kamis (17/1/2013). Dalam kunjungan yang diterima Pembantu Rektor IV Unsyiah Prof Darusman Darusman, Dewan Ketahanan Nasional menanyakan seputar kondisi keamanan Aceh.

Deputi Sekretaris Jenderal Wantannas bidang Sistem Nasional, Mayjen TNI Tahan SL Toruan, mengatakan, kunjungan itu untuk mengumpulkan informasi terkait perkembangan keamanan yang ada di Aceh.

“Kami ingin mendapatkan informasi terakhir terkait dengan perkembangan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan dan ketertiban umum serta potensi-potensi konflik lainnya di wilayah Provinsi Aceh, yang berpengaruh terahdap kondisi pembangunan dan keamanan nasional,” ujar Ketua Tim Setjen Wantannas tersebut.

Ketua Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) Prof M Nasir Azis yang turut hadir dalam pertemuan tersebut menyampaikan, dari hasil riset yang mereka buat beberapa waktu lalu, kondisi Aceh sudah lebih baik daripada sebelumnya jika dilihat dari segi dana otonomi khusus.

Akan tetapi, kata dia, perlu penekanan di bidang ekonomi agar Aceh dan pusat lebih sinergis dalam membangun perekonomian. Pemahaman politik juga penting bagi masyarakat. Apabila ekonomi sudah baik dan pendidikan politik terwujud, maka risiko konflik bisa terhidarkan.

“Aceh sudah lama terpuruk ketika masa konflik. Jadi butuh perbaikan dari sektor pendidikan dan ekonomi,” sebutnya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Unsyiah, Daoed Yusuf, mengomentari soal realisasi MoU Helsinki dan otonomi daerah bagi Aceh. Pemerintah seperti tidak ikhlas menjalankan poin-poin yang diatur dalam otonomi.

“Pemerintah harus berkomitmen untuk ikut menjalankan MoU Helsinki. Jangan setengah-setengah. Pemerintah pusat seperti melepas kepala tapi memegang ekor,” ketusnya.

Ia menyarankan agar penyebutan potensi konflik kepada suatu daerah selayaknya ditiadakan, karena berhubungan dengan mental masyarakat. Namun, seharusnya daerah yang berpotensi konflik itu tidak perlu disebutkan, tapi cukup dipelajari akar masalah dan proses penyelesaiannya.

“Dulu kita mendengar daerah yang beresiko konflik disebut dengan hot spot, sekarang muncul yang baru yaitu daerah yang berpotensi konflik. Pelabelan macam ini sebaiknya jangan ada lagi,” harapnya. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU