Thursday, July 25, 2024
spot_img

KHUTBAH JUMAT | Allah Selalu Memanggil Kita

PENGANTAR REDAKSI:
Mulai hari ini, redaksi acehkita.com bekerjasama dengan Tabloid Jumatan Gema Baiturrahman menghadirkan materi khutbah yang akan disampaikan pada pelaksanaan ibadah salat Jumat di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Selamat membaca!

ALLAH sesungguhnya selalu memanggil kita untuk senantiasa mendekatkan diri kepadanya. Dalam hadist qudsi Allah swt menyatakan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah s.a.w bersabda: Allah swt berfirman: “Aku adalah berdasarkan kepada sangkaan hambaKu terhadapKu. Aku bersamanya apabila dia mengingatiKu. Jika dia mengingatiKu dalam hatinya, maka Aku akan mengingatinya dalam hatiKu. Apabila dia mengingatiKu dalam suatu perhimpunan, niscaya Aku akan mengingatinya dalam perhimpunan yang lebih baik. Apabila hambaKu mendekatiKu sejengkal, maka Aku akan mendekati dia sehasta. Apabila dia mendekatiKu sehasta, maka Aku akan dekati dia sedepa. Dan apabila dia datang mendekatiKu dengan berjalan, maka Aku akan dekati dia dengan berlari.” (HR Bukhari – Muslim)

Demikian juga dihari Jumat ini, Allah telah memanggil orang-orang yang mengaku dirinya beriman dengan panggilan yang mulia “wahai orang-orang yang beriman” sebagaimana firmanNya : Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum`at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS Al Jumu’ah ayat 9).

Dengan panggilan Allah tersebut maka kita semua di Masjid ini pada hakekatnya adalah tamu-tamu Allah yang telah memenuhi undanganNya melalui kumandang adzan “hayya alashalah – hayya alalfalah” marilah kita tegakkan shalat untuk mencapai kemenangan. Banyak anggapan dikalangan kaum muslimin bahwa seakan-akan panggilan Allah hanyalah ibadah haji. Namun sesungguhnya masih ada panggilan Allah yang lain kepada kita yaitu Shalat wajib termasuk shalat Jumat hari ini. Kalau haji adalah panggilan Allah khusus kepada orang yang beriman yang memiliki kemampuan untuk melaksanakannya dan wajib hukumnya hanya sekali seumur hidup. Namun panggilan Allah dalam bentuk shalat dikumandangkan 5 kali dalam sehari semalam.

Kalau panggilan Haji dan Shalat masih banyak diantara kita yang menunda-nundanya bahkan ada yang berani terang-terangan mengabaikannya. Namun ada panggilan Allah yang tidak dapat seorangpun menghindarinya, menundanya maupun menghentikannya yaitu panggilan MAUT atau KEMATIAN. Kematian adalah panggilan Allah yang menandakan bahwa batas kehidupan kita di dunia sudah berakhir , pengembaraan kita sudah sampai pada tempat tujuan yaitu kampung akhirat. Bagaimanakah sepak terjang kita selama dalam pengembaraan di dunia yang fana ? semua akan kita pertanggung jawabkan kelak dihadapan Mahkamah Allah. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula (QS Al Zalzalah ayat 7-8)

Rasulullah telah mengingatkan bahwa hakekat hidup didunia adalah seperti seorang musafir, kita hanya singgah sebentar untuk selanjutnya terus berjalan. Jangan sampai ketika dalam persinggahan kita lupa “siapa kita”. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah saw yang selayaknya dijadikan pelajaran dan diterapkan oleh seorang mukmin dalam kehidupannya di dunia. Dari Ibnu ‘Umar ra ia berkata Rasulullah saw memegang kedua pundakku lalu bersabda “Jadilah engkau hidup di dunia seperti seorang musafir, apabila engkau berada di sore hari maka janganlah menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu. (HR. Al- Bukhari).

Para ‘ulama menjelaskan hadits ini dengan mengatakan janganlah engkau condong kepada dunia semata, janganlah engkau menjadikannya sebagai tempat tinggal abadi, janganlah terbetik dalam hatimu untuk tinggal lama padanya dan janganlah engkau terikat dengannya kecuali sebagaimana terikatnya seorang musafir di negeri persinggahannya.
Banyak nasehat para ulama dan ahli hikmah kepada kita dalam mengarungi kehidupan dunia yang fana ini, diantaranya melalau kisah berikut ini.

Kisah ini menceritakan perjalanan haji pada masa dahulu kala saat belum ada mobil, pesawat dan kendaraan canggih lainnya. Orang berangkat haji masih dengan unta maupun kuda. Diceritakan ada seorang musafir melintas di padang pasir dengan kuda dan membawa cukup perbekalan menuju Makkah. Perjalanan masih jauh beratus kilometer lagi namun di tengah jalan sang musafir melihat ada seseorang yang berjalan kaki tertatih-tatih menelusuri padang pasir yang luas dan tandus dibawah terik panas mentari yang membakar. Sang musafir yang menunggang kuda kemudian menyapanya, memberi salam dan turun sejenak berjalan bersama orang itu.

Ia lalu bertanya “Saudara mau menuju kemana ? “ orang yang berjalan kaki itu menjawab “ saya ingin menuju Baitullah” mendengar jawaban orang itu, sontak penunggang kuda terkejut, dalam hatinya berkata “apa waras orang ini ?” lalu ia berkata “Saudara ketahuilah kota Makkah masih sangat jauh bagaimana mungkin anda dapat mencapai tempat itu sementara saya lihat anda tidak memiliki kendaraan apapun ?” Orang itu menatap wajah sang penunggang kuda lalu tertawa terkekeh “He…he… sayang kamu ternyata tidak melihat kendaraan yang saya gunakan”.

Kembali sang penunggang kuda mengkerutkan dahinya “kendaraan…..” gumamnya. “Emang anda naik kendaraan apa ? saya kok tidak melihatnya” sembari ia memutar kepalanya kesegala arah kalau-kalau ada unta atau kuda tapi ia tidak menemukannya selain kuda yang ia kendarai.

Di suatu tempat yang teduh orang itu mengajak sang penunggang kuda untuk duduk beristirahat sejenak, lalu ia berkata “Dengar ya sesungguhnya saya naik bermacam kendaraan. Ketika perjalanan lapang dan nyaman tanpa ada rintangan berarti saya naik kendaraan yang namanya SYUKUR. Kalau dalam perjalanan terjadi kesulitan dan kesukaran berupa panas terik, angin badai ataupun hujan lebat, nah saya ganti kendaraan yang namanya SABAR. Dan kalau dalam perjalanan saya tersesat tidak tahu lagi harus kemana maka saya naik kendaraan TAWAQAL. Seandainya saudara sudah sampai sementara saya engga sampai-sampai ke Meklkah ya saya naik kendaraan yang namanya RIDHA.

Mendengar jawaban orang tersebut, penunggang kuda ini tersadar bahwa ternyata ia bukan berhadapan dengan orang biasa, pasti laki-laki ini seorang ahli himah yang shaleh dan alim. Sang penunggang kuda sadar bahwa ia sedang mendapat menasehat yang sangat berharga bagi hidupnya bahwa kendaraan fisik berupa kuda, unta atau kalau hari ini mobil mewah maupun pesawat. Semua itu tidak akan membawa ketenangan dan kebahagiaan hidup kalau tidak dihiasi dengan kendaraan SYUKUR, SABAR, TAWAKAL dan kendaraan RIDHA. Ketika sang penunggang kuda mengetahui nama orang yang berbincang dengannya ia kembali terkesima karena nama itu sudah sangat terkenal kealimannya dan kezuhudannya dalam hidup yaitu IBRAHIM BIN ADHAM seorang tokoh sufi yang sangat dihormati. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah ini.[]

Ir. Faizal Ardiansyah M.Si, Kabid Kajian Aparatur PKP2A IV LAN-RI)

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,800SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU