Thursday, May 2, 2024
spot_img

Kasus Korupsi Beasiswa, Polda Aceh Tetapkan 7 Tersangka

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Kepolisian Daerah (Polda) Aceh telah menetapkan sebanyak tujuh orang tersangka dalam kasus korupsi beasiswa tahun 2017.

Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Sony Sonjaya melalui Kabid Humas, Kombes Winardy menyampaikan, setelah dilakukan gelar perkara pada Selasa kemarin, diketahui sebanyak tujuh orang dinilai telah memenuhi kriteria untuk dijadikan tersangka.

“Berdasarkan hasil gelar perkara, tujuh orang dinilai cukup unsur untuk ditetapkan sebagai tersangka,” kata Winardy di Mapolda Aceh, Rabu (2/3/2022).

Ke tujuh orang tersebut berinisial SYR selaku Pengguna Anggaran (PA), FZ selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), RSL selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), FY sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Selanjutnya, SM, RDJ dan RK sebagai Koordinator Lapangan (Korlap).

Menurut Winardy, pihaknay juga sudah melaporkan gelar perkara penetapan tersangka tersebut baik ke Bareskrim Polri maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dugaan korupsi beasiswa ini terjadi pada tahun anggaran 2017. Beasiswa ini adalah program aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), disalurkan via Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh.

Pengusutan kasus ini berlarut-larut sejak 2019. Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Aceh ditemukan kerugian negara senilai Rp 10 miliar dari total anggaran Rp21,7 miliar.

MaTA: Belum Sentuh Aktor Utama

Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), menilai penetapan tersangka belum menyentuh aktor utama–mereka terlibat sejak awal perencanaan anggaran. “Penetapan tersangka terfokus pada ‘oknum pelaku’ di level kebijakan administrasi dan belum menyentuh pada aktor ‘pemilik modal’ yang terlibat sejak awal dari perencanaan, penganggaran, dan mengusulkan nama-nama penerima beasiswa,” kata Alfian, Koordinator Badan Pekerja MaTA.

Menurut Alfian, ada 23 orang–disebut sebagai koordinator–dalam kasus ini. Kemunculan istilah koordinator atau perwakilan anggota DPRA, kata Alfian, berdasarkan perintah atau desain aktor. “Karena di tingkat itu pemotongan atau korupsi beasiswa terjadi,” ujarnya dilansir acehkini.

Alfian menyebut kata koordinator atau perwakilan tidak dikenal dalam administrasi negara atau daerah. Oleh karena itu, Kepolisian Daerah Aceh disebut penting dan patut mengusut lebih lanjut 23 orang itu. “Siapa yang memberikan kewenangan bagi mereka dan atas perintah siapa,” katanya.

MaTA menilai secara konstruksi kasus ini tidak akan selesai kalau ada upaya menyelamatkan aktornya. Seharusnya, kata Alfian, Kepolisian Daerah Aceh mengusut secara utuh sehingga tidak meninggalkan pesan pada publik bahwa politisi atau orang berpengaruh tidak dapat tersentuh hukum.

MaTA meyakini dugaan korupsi ini bukan saja melibatkan orang-orang di tingkat administrasi saja, melainkan juga orang-orang yang Alfian sebut sebagai ‘pemilik modal’. “Sebagai ‘pemilik modal’ aktor patut ditetapkan tersangka sehingga rasa keadilan tidak selalu tercederai dan pelaku juga tidak tersandera oleh kasus tersebut,” ujarnya. []

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU