Bencana di Aceh mengalami peningkatan dua kali lipat pada tahun 2019 dibandingkan tahun 2018. Akibatnya, Aceh mengalami kerugian sekitar Rp 168 miliar. Hal itu disampaikan oleh Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana (BPBA), Sunawardi, dalam laporan kebencanaan 2019.
Pusat data dan informasi (Pusdatin) BPBA mencatat, bencana di tahun 2019 terjadi sebanyak 797 kali. Peristiwa paling banyak adalah kebakaran pemukiman sebanyak 285 kali, juga Kebakaran Hutan dan Lahan sebanyak 220 kejadian.
Bencana lainnya yang juga berdampak besar pada masyarakat yakni kejadian bencana puting beliung sebanyak 95 kali, banjir genangan 70 kali, Longsor 26 kali, Banjir Luapan 24 kali dan gempa bumi berkekuatan sekitaran 5,0-5,3 SR sebanyak 14 kali.
Wilayah yang paling banyak mengalami kejadian Bencana di Tahun 2019 adalah Kabupaten Aceh Besar (138 kejadian), disusul Gayo Lues (50 kejadian), Aceh Selatan (49 kejadian), Aceh Barat (48 kejadian), Aceh Jaya (48 kejadian), Aceh Utara (44 kejadian) Bireuen (43 kejadian) dan Aceh Tengah (40 kejadian).
Kebakaran pemukiman paling banyak terjadi di Aceh Besar sebanyak 44 kali kejadian, Aceh Utara 24 kali dan Aceh Tengah 18 kali kejadian. Kebakaran Hutan dan Lahan juga masih banyak terjadi di Aceh Besar, Gayo Lues dan Nagan raya. Sedangkan Banjir genangan paling banyak terjadi Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Singkil dan Simeuleu.
Sedangkan Banjir bandang menerjang Kabupaten Aceh Tenggara sebanyak 2 kali kejadian, yang paling banyak berdampak korban terjadi pada tanggal 28 Maret 2019 lalu, yakni sejumlah 406 rumah milik 509 KK rusak akibat terendam banjir.
Longsor di Aceh terjadi sebanyak 46 kali di berbagai kebupaten, paling banyak terjadi di Gayo Lues dan Aceh Barat. Sedangkan Puting beliung terjadi 95 kali, paling banyak di Kota Bireuen dan Aceh Utara dan terakhir abrasi paling banyak terjadi di Aceh Barat Daya.
Dampak yang ditimbulkan akibat bencana di Aceh Tahun 2019 antara lain banyaknya masyarakat yang terdampak bencana sebanyak 23.855 KK/88.113 Jiwa, pengungsi sebanyak 1.206 Jiwa, yang meninggal dunia akibat bencana sebanyak 6 orang, dan luka-luka sebanyak 11 orang.
Sunawardi mengakui penanganan banjir banyak menemui kendala, karena luasnya wilayah banjir yang harus dikendalikan dan membutuhkan biaya yang besar. “Belum lagi ini diperparah tata kelola lingkungan yang buruk, pembalakan liar dan pembakaran hutan dan lahan,” ungkapnya.
Penanganan jangka pendek yang dilakukan adalah mempersiapkan desa tangguh dengan memasukan anggaran desa untuk kebutuhan kesiap-siagaan, dan penanganan darurat menjadi prioritas BPBA saat ini.
Dalam hal kebakaran lahan dan hutan, cara yang paling baik adalah pencegahan dan penegakan hukum. Beberapa kasus hukum yang sudah terjadi, menjatuhkan denda menjadi cara paling jitu dalam memberikan efek jera kepada masyarakat.
Sebagai upaya siaga bencana, Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah telah menginisiasi agar sumber penyebab banjir perlu diidentifikasi untuk dilakukan studi kelayakan dan menyusun langkah-langkah untuk pelaksanaan pencegahan secara bertahap.
“Walaupun butuh waktu lama, tapi terus berusaha melakukan penyelesaian sehingga semua pihak fokus pada satu tujuan tersebut,” katanya. []
Foto: Dok. BPBA