Thursday, April 25, 2024
spot_img

Fitness

Fitness

Saiful Mahdi*

Ada heboh pesepeda seksi beberapa waktu lalu di Aceh. Video mereka bersepeda dalam baju pink sempat viral. Ya, tentu saja mereka perempuan. Seksi dan pink adalah sebagian kata yang lebih sering diasosiasikan dengan perempuan ketimbang laki-laki. Bukti bias gender yang paling sederhana.

Kelompok perempuan itu pun dicerca. Sebagai pelanggar syariat Islam. Videonya tersebar di medsos dan berbagai grup. Seperti video “haram” lainnya, video singkat para pesepeda sexy itu ditonton bahkan dicari banyak orang. Termasuk oleh mereka yang mencerca.

Setelah heboh, walikota berang. Satpol PP dan Wilayatul hisbah atau polisi syariah pun turun tangan. Para perempuan itu dicari. Ditemukan dan digelandang ke kantor aparat. Mereka diharuskan minta maaf secara tertulis dan secara publik. Kontroversi pesepeda seksi itu pun reda.

Setelah riuh rendah di medsos. Banyak yang bertanya. Kenapa laki-laki pesepeda yang tidak menutup aurat, yang sexy, tidak dipermasalahkan?

Sebenarnya lebih menarik mengetahui apa motivasi para perempuan itu bersepeda. Dengan pakaian yang dianggap tak pantas di Aceh yang menerapkan Syariah Islam itu. Apakah mereka tak tahu aturan? Atau memang niatnya serius berspeda untuk olahraga dan hiburan. Tapi tak ada berita atau informasi tentang ini.

Lantas, kenapa orang bersepeda?

Teringat waktu kuliah dulu. Sejak dalam program master di Vermont, negara bagian kecil di bagian timur laut Amerika sana. Mahasiswa dan dosen semua suka olahraga atau physical activities (kegiatan fisik) secara umum. Apalagi saat cuaca cerah. Di ujung musim semi, sepanjang musim panas, sampai awal musim gugur.

Begitu ramalan memperkirakan cuaca cerah, semua orang ingin berada di luar ruangan. “Saiful, it’s sunny outside. You are forbidden to stay inside!” teman atau dosen sering menegur di musim semi yang baru mulai. Semua orang ada di luar ruangan dengan berbagai aktivitas fisik. Berjalan. Jogging. Banyak juga yang bersepeda. Cuaca empat musim, sebagian ekstrim, mungkin membuat mereka bisa lebih menghargai cuaca cerah dan nyaman yang jarang hadir.

Tapi aktivitas fisik tak hanya populer di waktu cuaca cerah. Benar, camping dan hicking umumnya adalah aktivitas di musim panas. Tapi mereka tetap aktif di musim dingin. Selain outdoor, semua sekolah dan kampus juga punya fasilitas olahraga indoor. Tapi tak jarang ada yang tetap jogging di tengah salju!

Menjaga fitness sepertinya salah satu obsesi penting manusia moderen. Menurut kamus Oxford, fitness adalah “keadaan atau kualitas fisik yang sehat dan fit”. Kita menyebutnya sebagai ‘kebugaran’. Menurut KBBI, ‘bugar’ adalah keadaan badan yang sehat dan segar.

Saat kuliah doktoral di Cornell, di kota kecil Ithaca di upstate New York, kegilaan pada kegiatan fisik dan olaharaga lebih terasa lagi. Bukan saja karena penduduknya lebih ramai, dan varsity sports kampusnya maju dan meriah. Tapi ternyata kesadaran untuk menjaga kebugaran juga berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan.

Makin tinggi pendidikan, makin sadar orang akan perlunya menjaga kebugaran. Demikian juga, makin sejahtera secara ekonomi, makin suka dan leluasa orang melakukan berbagai kegiatan fisik.

Waktu kuliah sarjana dulu di ITS Surabaya, olahraga dan aktivitas fisik adalah bagian dari satuan kredit kegiatan (SKK) yang wajib dikumpulkan setiap mahasiswa. ITB sampai saat ini mewajibkan mata kuliah olahraga. Bukan sekedar kelas teori, mahasiswa wajib aktif secara fisik.

Terakhir dapat kabar mahasiswa ITB wajib mengirimkan bukti track aktivitas berjalan, jogging, atau bersepeda mereka pada pihak kampus. Bukti yang menunjukkan jalur dan jumlah langkah atau jarak tempuh yang kini aplikasinya ada pada hampir semua telepon pintar.

Men sana in corpore sano adalah frasa bahasa Latin yang rasanya lebih sering didengar mereka yang masih anak-anak pada tahun 70-an sampai 80-an dulu. Artinya ‘dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat’. Anak-anak sekarang nyaris tak pernah mendengar ini dari gurunya di sekolah.

Generasi muda setelah 90-an hingga sekarang lebih sering mendengar kata-kata fitness. Tapi bukan sebagai ‘kebugaran’. Kalau kita google kata ini, kebanyakan yang keluar adalah alamat tempat fitness, alias alamat tempat untuk menyewa alat dan menjadi anggota “klub kebugaran”.

Bagi sebagian, tempat fitness adalah tempat usaha meraih postur tubuh yang ideal dengan model perut six-pack. Entah kenapa, tempat fitness terkesan lebih didominasi laki-laki, sementara perempuan lebih sering diasosiasikan dengan ‘tempat senam’ dan ‘yoga’. Lagi-lagi kontruksi yang membatasi kedua jenis kelamin manusia.

Berbeda dengan obsesi pada kebugaran kalangan terdidik di negara maju, entah kenapa fitness di negeri kita terkesan dangkal, superfisial, dan elitis. Dia menjadi trend yang sulit ditebak karena tak ada prinsip yang jelas.

Fitness menjadi konsep yang sulit dipahami bahkan asing bagi kebanyakan orang, terutama kalangan menengah ke bawah. Karena fitness yang artinya ‘kebugaran’ telah menjadi ‘klub kebugaran’. Tapi klub nya sendiri lebih banyak untuk gengsi dan pemoles rasa percaya diri. Bukan untuk kebugaran mandiri apalagi prestasi. Era prestasi body building Ade Ray pun sudah berlalu. Mungkin karena itu fitness di negeri ini cenderung makin menjauh dari dan dijauhi ilmu pengetahuan?

Mungkin hanya dengan memahami makna fitness ala Indonesia ini kita bisa sedikit memahami tren bersepeda dan klub sepeda yang berkembang saat ini. Kalau dulu pejabat berkumpul sambil main golf, sekarang mereka bersepeda. Para artis dan selebritis juga bersepeda, tapi usia gosip tentang harga sepedanya jauh lebih lama dari pada lamanya si artis berspeda.

Kalau pejabat dan artis bisa bikin heboh dengan hanya bersepeda, kenapa sekelompok perempuan biasa tak bisa bikin heboh? Tak kan ada media yang meliput? Liputan para pesepeda sexy di Aceh itu jauh lebih banyak, viral, dan gratis.

Tren bersepeda bagian dari new normal? Tentu saja. Tapi negeri yang serius untuk itu tidak hanya menjadikannya tren sesaat dan parsial. Inggris, misalnya, sudah sejak 1996 punya Towards an Active Nation strategy (strategi menuju negeri yang rakyatnya aktif secara fisik). Saat pandemic corona sekarang, SportEngland ikut memastikan rakyat Inggris tetap aktif secara fisik. Agar kesehatannya terjaga dan immunitas warganya meningkat.

Gowes kemana kita besok?

*Saiful Mahdi adalah Fulbright Scholar, dosen di Jurusan Statistika FMIPA Universitas Syiah Kuala. Isi tulisan adalah pandangan pribadi. Email: [email protected]

Saiful Mahdi
Saiful Mahdihttp://semuabisakena.jaring.id
Pembelajar di Jurusan Statistika FMIPA Unsyiah, ICAIOS, dan The Aceh Institiute. Pernah jadi kerani di PPISB Unsyiah. Belajar banyak di Phi-Beta Group dan pengagum AcehKita.com. A Fulbright Scholar, an ITS, UVM, and Cornell alumn.

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU