Pegiat Kerukunan Umat Beragama asal Aceh, Muhammad Nasril, LC, MA, mendapat undangan untuk dari PKUB Kemenag RI untuk menghadiri Dialog Kerukunan di Kota Sorong, Papua Barat, pada akhir November 2020. Nasril berbagi pengalamannya yang sempat menikmati pesona Raja Ampat dengan pembaca Acehkita. Berikut catatan perjalanannya.
“Rasanya tak sah ke Papua Barat, jika belum berkunjung ke Raja Ampat.”

PENERBANGAN dari ujung barat Indonesia, Aceh menuju ujung timur Indonesia, Papua Barat terasa begitu melelahkan. Memakan waktu tujuh jam di udara serta tambahan waktu saat transit di Jakarta, karena tidak ada direct flight (penerbangan langsung) dari Serambi Makkah ke Papua Barat.
Setelah mendarat di Bandar Udara Domine Eduard Osok, Sorong, Rabu (25/11/2020) pagi, saya menyempatkan diri untuk berkeliling Kota Sorong. Suasana kota di sana sudah menjelma layaknya kota-kota di daerah lain. Kami berada di sana untuk mengikuti kegiatan selama beberapa hari.
Papua Barat terkenal dengan destinasi wisata alam berskala internasional. Adalah Raja Ampat, salah satu wilayah kepulauan di Papua Barat yang juga sudah menjadi ikon provinsi ini. Rasanya tak sah ke Papua Barat, jika belum berkunjung ke Raja Ampat.
Raja Ampat merupakan wilayah kepulauan di Papua Barat. Raja Ampat terdiri dari gugusan pulau karang dan bebatuan.

Namun demikian, Raja Ampat memiliki empat pulau utama yang paling besar, yaitu, Pulau Waigeo, Pulau Batanta, Pulau Salawati, dan Pulau Misool.
Empat pulau besar inilah yang menjadi titik awal penyebaran seluruh penduduk Raja Ampat yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan.
Sehari menjelang pulang ke Aceh (27/11) bersama kawan-kawan dari beberapa provinsi lain, kami menuju ke pulau idaman “Raja Ampat. Konon, Raja Ampat disebut syurga kecil yang jatuh ke bumi. Mungkin ini hanya gambaran akan keindahan pulau tersebut.
Untuk tiba di sana, khususnya di bentang alam Kars, Pulau Painemo, kami menempuh waktu lebih kurang dua jam menggunakan speed boat dari pelabuhan Sorong.

Painemo merupakan salah satu primadona destinasi wisata di sana, selain Wayag dan Kabui. Kawasan Karst berupa gugusan pulau karang yang membentang di lautan.
Kita harus melewati ratusan anak tangga untuk mencapai puncak, tapi kita bisa menaikinya dengan santai dan juga bisa istirahat sejenak sembari menikmati alam di beberapa tempat yang sudah disediakan. Kita bisa menikmati hutan bakau dan kicauan burung-burung, sehingga tak terasa saat mendaki.
Saat tiba di puncak Painemo, rasa lelah hilang dan tergantikan dengan pemandangan yang begitu memukau, terlihat pulau-pulau terhampar di antara laut biru kehijauan Raja Ampat, ditambah dengan langit cerah menyajikan pemandangan yang sempurna. Semua yang tiba di sana akan memuji dan kagum keindahan ciptaan Allah itu.

Selain Painemo, kami ke Desa Sawinggrai Raja Ampat, di sana kita bisa menyaksikan ikan-ikan di dalam air yang jernih, memberi makan ikan-ikan dari pakan yang dibuat oleh penduduk setempat dari terigu. Menjadi kenikmatan tersendiri saat bermain dengan ikan seraya menikmati keindahan panorama kawasan tersebut.
Terakhir, kami menginjakkan kaki ke Pasir Timbul yang letaknya di tengah-tengah laut. Ini suatu keajaiban, pasir putihnya halus airnya jernih, akan rugi rasanya jika tidak menikmati kesempatan ini.
Subhanallah walhamdulillah tsumma Alhamdulillah, Alhamdulillah Wallahu Akbar. Mungkin itulah ungkapan yang tepat menggambarkan keindahan Raja Ampat. Ia menyimpan sejuta pesona keindahan alam bawah lautnya dan panorama atas permukaan yang menakjubkan. Sungguh keindahan Raja Ampat, Papua Barat menakjubkan.
Perjalanan dua jam ke sana, sungguh tak membosankan, pemandangan keindahan laut biru membuat mata susah terpejam, hanya tahmid dan tasbih melihat kekuasaan Allah.
Alhamdulillah wa Syukru lillah, akhirnya saya bisa tiba di Tanoh Papua, troh teuka u Raja Ampat, terimakasih banyak kawan kawan yang telah mensupport, membantu, mendoakan dan memfasilitasi suksesnya perjalanan saya kali ini. #WonderfulIndonesia
Muhammad Nasril