BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Raungan sirine Tsunami Early Warning System (TEWS) di Ulee Lheue, Kecamatan Meuraksa, Banda Aceh, saat simulasi menghadapi gempa dan tsunami, Rabu (14/10) pagi, terlalu kecil. Beberapa warga mengaku tak mendengarnya.
“Saya baru mendengar setelah warga (peserta simulasi) lari dan suasana sudah tak ramai,” kata seorang warga Ulee Lheue.
Menurutnya, suara alarm tsunami malah bisa hilang jika ada bunyi kendaraan. Padahal, letaknya juga di desa mereka.
Budianto, staf Kementerian Riset dan Teknologi mengakui hal itu. “Kekurangannya di situ. Suara sirine agak kecil dari yang kita perkirakan,” katanya kepada wartawan di Gedung Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana, Ulee Lheue.
Pihaknya, kata dia, sudah meminta kepada Badan Meteorologi, Klimotologi dan Geofisika (BMKG) segera memperbaiki. “Mereka juga memberitahu akan segera memperbaikinya,” ujar Budianto.
Salah satu tujuan simulasi tsunami kali ini adalah mengujicoba kembali kesiapan TEWS di Aceh. Alarm tsunami di sini, menurut Budianto, terhubung dan bisa memberi komunikasi tsunami ke sejumlah negara di Samudera Hindia.
Dalam bekerja, TEWS di Aceh terhubung dengan 20 pengukur air (water level meter) yang kini telah dipasang di beberapa kawasan di pinggiran pantai Aceh. Jika air laut surut pascagempa, alarm itu meraung bertanda akan ada tsunami. []