Thursday, November 7, 2024
spot_img

Aceh Terendah Capaian Imunisasi MR di Indonesia

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Hingga Selasa 11 September 2018, kampanye imunisasi Measles Rubella (MR) di Aceh masih tercatat sebagai provinsi capaian terendah se-Indonesia, yakni 6,76 persen. Kampanye Imunisasi MR 2018 di 28 provinsi luar Pulau Jawa ini sendiri telah dimulai sejak 1 Agustus lalu.

Jumlah tersebut tergolong rendah dibanding daerah lain seperti Riau 19.35 persen, Papua 43.55 persen, Bali 74.29 persen, dan Papua Barat 84.17 persen.

Jumlah anak-anak yang baru divaksin di Aceh sekitar 100 ribu anak dari total target 1,5 juta anak. Artinya, sebut Dita Ramadonna Perwakilan Unicef di Aceh, masih ada 1,4 juta anak lainnya yang berpotensi terserang virus Rubella.

Ia merincikan, dari 23 kabupaten/kota di Aceh, Kabupaten Bener Meriah memiliki cakupan paling sedikit yakni 0.84 persen dan kabupaten Aceh Barat Daya 1.1 persen, sementara tertinggi berada di kabupaten Aceh Singkil 22.39 persen.

“Kita kasih contoh pula di salah satu sekolah di Banda Aceh, dari 570 anak hanya 8 yang mau divaksin, ini ada kekhawatiran dari masyarakat lantaran masih adanya rasa tidak percaya dari masyarakat di Aceh terhadap vaksin tersebut,” kata Dita sebagaimana dilansir Minanews.

Menurut Dita, yang menjadi permasalahan saat ini adalah masih belum adanya instruksi dari Pemerintah Aceh, terhadap masyarakat untuk segera melakukan Imunisasi MR, sehingga dampak Rubella di Aceh dapat diperkecil.

Sempat ditunda
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, pada minggu kedua kampanye imunisasi MR meminta kepada Dinas Kesehatan Aceh dan Bupati/Wali Kota di seluruh Aceh untuk menunda sementara pemberian vaksin MR di Aceh. Keputusan tersebut dikeluarkan karena disebutkan vaksin tersebut belum punya sertifikat hasil dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Informasi penundaan sementara itu disampaikan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani. “Plt Gubernur Aceh, Bapak Nova Iriansyah minta ditunda hingga vaksinnya memiliki sertifikat halal, agar masyarakat muslim di Aceh nyaman mengikuti program imunisasi tersebut,” kata Saifullah sebagaimana dikutip dari Serambinews.

Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pada Dinas Kesehatan Aceh, dr Abdul Fatah mengatakan, imunisasi yang sedianya dimulai pada awal Agustus 2018, terpaksa dihentikan karena adanya protes dari masyarakat. “Jadi dihentikan sementara, setelah adanya perintah penundaan dari Plt Gubernur Aceh, sebagian kecil sempat dilaksanakan,” katanya dalam diskusi publik yang digelar PKBI Aceh dan UNICEF di Banda Aceh, Rabu 29 Agustus lalu.

Sudah ada fatwa mubah dari MUI
Senin 20 Agustus lalu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya memutuskan bahwa Vaksin MR produksi Serum Institute of India (SII) diperbolehkan untuk imunisasi karena tiga hal sebagaimana disebutkan dalam Fatwa MUI dengan Nomor 33 Tahun 2018.

“Pertama, terdapat kondisi keterpaksaan (dharurat syar’iiyah), kedua belum ditemukannya vaksin MR yang halal dan suci,” ungkap Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH. Asrorun Ni’am Sholeh di Gedung MUI Pusat, Jakarta. (Baca: Kondisi Mendesak, MUI Fatwakan Penggunaan Vaksin MR Mubah)

“Ketiga, ada keterangan ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin halal, ” imbuhnya.

Kiai Ni’am juga menggarisbawahi bahwa bila sudah ada vaksin serupa yang halal dan suci, maka hukum vaksin MR yang digunakan saat ini kembali pada asalnya yaitu haram digunakan karena mengandung zat haram dalam proses pembuatannya.

Harapan dari warga yang terkena rubella
Seorang ibu yang terkena rubella di Aceh, Rita Yana (34), berharap agar seluruh anak di Aceh divaksin rubella. Soalnya, jika sudah menyerang tubuh, virus penyakit menular ini sangat sulit disembuhkan.

“Ayolah Ibu-ibu, kita potong mata rantai dari campak rubella ini. Jangan sampai ada Shafa dan Husnul lain. Sedih, Bu, bukan masalah virus ini gratis, tapi kami sudah menghabiskan uang banyak untuk pengobatan mereka. Bahkan saya sudah bawa Shafa ke Malaysia. Mereka bukan sakit, tapi butuh terapi seumur hidup,” ucap Rita, yang anaknya terkena dampak rubella, dikutip dari Detik.

Shafa yang kini telah berusia 7 tahun masih belum mampu berbicara, serta mengalami gangguan pendengaran dan penglihatan akibat virus tersebut. Ia terkena virus rubella saat ibunya terkena campak pada usia kandungan lima minggu. Rita justru baru mengetahui dampak rubella saat melahirkan anaknya.

Sedangkan Husnul yang kini berusia 2,5 tahun, kedua matanya tak bisa melihat seperti anak normal lainnya karena terkena virus Rubella, termasuk juga mengalami gangguan pendengaran dan belum bisa berjalan. Husnul baru diketahui terkena virus rubella pada saat berumur 3 bulan ketika dibawa untuk periksa ke dokter.

“Harapan saya ayolah ibu-ibu jangan percaya dengan informasi hoaks. Ngak semua anak yang divaksin itu lumpuh. Itu semua bukan karena vaksin campak. Ayo kita potong mata rantai dari rubella ini, jangan sampai ada Shafa dan Husnul lainnya,” tutur Rita dikutip dari Kumparan.

Pemerintah Aceh diharap kembali lanjutkan program vaksin MR
Sekretaris Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Aceh dr Aslinar menyatakan kasus penyakit campak dan rubella sudah mulai ditemukan di Aceh. Khusus untuk kasus rubella, yaitu lahirnya anak-anak dengan sindrom congenital rubella yang menyebabkan bocah mengalami gangguan pendengaran, mata katarak, dan bocor jantung.

Penyebabnya, sang ibu menderita campak semasa hamil dengan gejala demam dan ruam kemerahan di tubuh. Jika campak ini menyerang pada semester pertama kehamilan, kata Aslinar, bisa menyebabkan keguguran atau lahir anak dengan kelainan.

“Dan kasusnya di Aceh sudah ada, sudah riil terjadi,” jelas dokter spesialis anak sebagaimana dikutip dari Detik.

Untuk itu, dia berharap Pemerintah Aceh kembali melanjutkan program vaksin MR yang sempat terhenti setelah ada instruksi penundaan sementara dari Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Menurutnya, Majelis Ulama Indonesia saat ini sudah mengeluarkan fatwa bahwa penggunaan vaksin MR hukumnya mubah dan boleh digunakan.

“Tidak ada cara lain, harus memberikan vaksin. Vaksin MR ini bisa memutus mata rantai dari penyakit rubella. Kita sangat mengimbau imunisasi vaksin MR ini bisa berjalan di Aceh bisa langsung dijalankan kembali,” ujarnya.

Aslinar menyebutkan target vaksin MR sudah harus terpenuhi pada tahun 2020 mendatang. Jika tidak sesuai target, pihaknya khawatir akan berdampak semakin meluas pada tahun 2035, terutama yang menyerang ibu hamil.

Ia menjelaskan, efek virus rubella bahkan bisa menyebabkan keguguran atau melahirkan bayi-bayi Congenital Rubella Syndrome (CRS) dengan katarak, tuli, bocor jantung hingga kelainan pada otak yang mengecil.[]

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
25,000SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU