PAGI itu udara dingin masih menyergap. Butiran air masih menggelayut di pelupuk daun mangga hutan di kaki bukit Desa Lamsie, Kecamatan Cotglie, Aceh Besar. Matahari yang mengintip dari balik gumpalan awan kelabu, mulai menumpahkan sinarnya menembus jalinan lebat belukar yang tumbuh di perbukitan itu.
Hujan baru saja usai mengguyur ketika sejumlah anak muda yang tergabung dalam Discover Aceh dan jurnalis menjelajah salah satu situs paling eksotis di kawasan tersebut. Gua Ie, namanya. Tak banyak yang mengenal nama ini. Masih asing. Sehingga kawasan gua itu masih terselimuti hutan perawan.
Gua Ie merupakan salah satu gua vertikal (sumuran) yang terdapat di kawasan karst Aceh Besar. Ia terletak di perbukiran pinggiran Desa Lamsie. Gua ini menyimpan keindahan alami.
Untuk mencapai Gua Ie, kita harus menempuh perjalanan kaki menembus semak dan rotan berduri selama 30 menit. Di sepanjang perjalanan, kita juga harus melewati hamparan ilalang setinggi pinggang. Namun, perjalanan melelahkan itu terbayarkan, karena di sepanjang jalan kita bisa menikmati keindahan hutan asri dengan kicauan burung merbah (pycnonotus goiavier) yang saling bersahutan.
Sampai di tepi Gue Ie, kami benar-benar terpana. Lihatlah, mulut gua yang menganga bak rahang raksasa yang menyeruak dari dasar bumi, ditingkahi lumut hijau menempel di dinding. Gua sumuran itu memiliki kedalaman delapan meter. Kami tak ingin menyia-siakan keindahan ini: menjepret gua dari pelbagai sudut.
Setelah puas mengabadikan mulut gua, kami turun dengan peralatan seadanya. Sesampai di dasar gua yang berukuran sembilan meter, kami menemukan mulut gua lainnya yang berukuran lebih kecil. Gua ini menjadi akses menuju terowongan curam yang diduga mengaliri air ke sungai Lamkabeue.
Layaknya gua, kawasan ini menjadi rumah bagi segerombolan kelelawar. Mereka bergelantungan di stalagtit yang terbentuk akibat endapan batuan kapur dan air. Dinding gua berwarna-warni ketika terdapat cahaya yang dipantulkan dari lilin yang kami nyalakan.
Setelah menelusuri beberapa meter gua, kami terhenti pada sebuah kolam yang tenang. Inilah yang menghalangi kami menelusuri lebih jauh gua yang konon menjadi tempat persembunyian para kombatan Gerakan Aceh Merdeka dari incaran pasukan pemerintah ketika konflik menjadi raya di Tanah Seulanga ini.
Langit sudah mulai gelap ketika kami keluar dari gua. Tak terasa memang kami telah berjam-jam dibuai keelokan Gua Ie yang memikat. Bunyi jangkrik bersahut-sahutan mengiringi langkah kami kembali ke Desa Lamsie untuk berkemas menuju Kota Banda Aceh yang berjarak 45 menit dari desa tersebut.
Sejuta keindahan dan misteri memang lekat dengan Gua Ie. Udara sejuk, panorama unik, kisah historis serta tantangan saat mendaki menuju lokasi goa menjadikan Gua Ie yang terpencil ini objek menarik untuk lahan baru pariwisata dan petualangan. Inilah keindahan yang tersembunyi di belantara Aceh.
Fotografer acehkita.com Fikri Ramadhavi memotret keindahan itu untuk Anda.