Tuesday, May 7, 2024
spot_img

1.060 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Aceh

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM- 16 organisasi perempuan dan HAM di Aceh yang tergabung dalam Jaringan Pemantauan 231 mencatat, sepanjang tahun 2011 hingga 2012 terjadi 1.060 kasus kekerasan terhadap perempuan di Aceh.

Salah seorang anggota Jaringan Pemantauan 231, Samsidar, mengatakan, dari 561 kasus yang berhasil diverifikasi, diketahui bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan kasus yang dominan terjadi yaitu mencapai 73,6 persen, diikuti dengan kekerasan di komunitas sebanyak 23 persen, dan selebihnya merupakan kasus kekerasan yang dialami perempuan Aceh berkaitan dengan penerapan syariat Islam dan praktek-pratek intoleransi.

“Ada peningkatan yang cukup signifikan untuk setiap kasus kekerasan,” kata Samsidar dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi acehkita.com, Rabu (5/6/2013).

Pada tahun 2011, jelasnya, ada 189 kasus KDRT, sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 224 kasus. Sementara itu pada 2011 terjadi 74 kasus kekerasan di komunitas sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 74 kasus.

Dalam kasus kekerasan seksual di ranah publik yang mencapai 148 kasus, jelas Samsidar, mayoritas korban lebih dari 50 persen adalah anak yang masih berusia dua sampai dengan 18 tahun.

“Anak-anak ini mengalami kekerasan seksual. Sementara itu mayoritas pelaku kekerasan seksual ini 82,7 persen adalah orang yang dikenal baik oleh korban. Hal ini menunjukkan bahwa, tidak ada jaminan perempuan khususnya anak perempuan akan terlindungi dari tindak kekerasan meskipun bersama orang-orang terdekatnya,” ungkapnya.

Menurut Samsidar, dalam catatan Jaringan Pemantauan 231 selama dua tahun, menggambarkan bahwa kondisi perempuan korban kekerasan seksual pada masa konflik hingga kini masih dalam keadaan trauma dan dikucilkan, serta hidup dalam kemiskinan dan kesehatan yang buruk.

“Mereka masih menunggu keadilan yang dijanjikan pemerintah,” jelasnya.

Samsidar menambahkan, meskipun sejumlah kebijakan telah dikeluarkan pemerintah dalam dua tahun terakhir yang berkaitan dengan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, namun belum memberi dampak signifikan terhadap layanan yang lebih baik kepada korban.

Hal itu, menurutnya, karena tidak diikuti dengan penganggaran yang cukup dan kesiapan sarana, prasarana serta peningkatan sumber daya manusia. Selain itu juga belum ada kebijakan yang secara khusus dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh untuk menangani perempuan korban kekerasan seksual di masa konflik.

“Padahal organisasi perempuan di Aceh telah menyusun dan menyerahkan konsep reparasi mendesak bagi perempuan korban kekerasan seksual, kepada Pemerintah Aceh pada tahun 2010,” ujarnya.

Dari kondisi tersebut, Jaringan Pemantauan 231 meminta kepada Pemerintah Nasional dan Aceh agar secepatnya menyelenggarakan reparasi mendesak bagi perempuan korban kekerasan seksual pada masa konflik. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan ketersediaan anggaran, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang kompeten dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.[]

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU