BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Akibat tak adanya jalur transportasi, warga Kemukiman Buloh Seuma, Aceh Selatan, terpaksa harus tinggal dalam keterisolasian dan keterbelakangan. Bahkan, mereka juga sulit untuk mengakses fasilitas kesehatan.
Wawan Darmawan, mahasiswa Aceh Selatan, menyebutkan, untuk mendapatkan fasilitas kesehatan warga Buloh Seuma harus menempuh perjalanan berjam-jam ke ibukota Kecamatan Trumon.
“Bahkan sering ada yang meninggal dalam perjalanan karena mempuh perjalanan berjam-jam. Sebuah kenyataan amat memilukan hati,” kata Wawan di Banda Aceh, Kamis.
Masyarakat Buloh Seuma menaruh harapan besar pada pembukaan jalan Buloh Seuma-Keude Trumon, setelah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias menganggarkan dana Rp5 milyar. Namun, proyek itu terpaksa dihentikan karena ditentang Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Menteri Kehutanan M.S. Kaban menyetujui pembangunan jalan tersebut. Akibatnya, ia dilaporkan Walhi ke Mabes Polri pada 2006 lalu, karena dinilai merusak ekosistem alam.
Wawan menyebutkan, pembukaan jalan Buloh Seuma-Keude Trumon juga untuk meningkatkan taraf ekonomi 800-an jiwa warga di sana. Apalagi di Buloh Seuma ada hasil alam yang menjanjikan, seperti madu dari lebah madu yang kualitasnya diakui dunia.
“Namun, karena tak adanya sarana penghubung warga di sana sering kewalahan dalam memasarkan dan bahkan kerap terjadi penumpukan ribuan liter madu lebah,” kata Wawan.
Kemukiman Buloh Seuma, Kecamatan Trumon terdiri atas tiga desa yakni Raket, Kampong teungoh dan Kuta Padang, dengan jumlah penduduk sebanyak 800 jiwa.
Dia menuturkan, untuk menuju ke sana, harus menggunakan transportasi laut hingga tiga jam dari Keude Trumon, Aceh Selatan. “Kami rasa tak ada dosa bagi orang yang mendukung pembangunan jalan di sana. Sungguh biadab jika ada yang menghambat,” ujarnya. []