BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Penerapan Syariat Islam di Aceh telah bergeser dari positivisasi syariat menjadi politisasi syariat. Politisi di Aceh dinilai lebih berkuasa terhadap syariat Islam daripada pihak ulama.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi Eksistensi Syariat Islam di Tengah Modernisasi dan Krisis Multidimensi yang digelar Forum Islam Rahmatan Lil ‘Alamin di Café Pustaka, Sabtu (13/8).
Teuku Muhammad Jafar dalam kesimpulan akhir diskusi menyebutkan, syariat Islam di Aceh telah diambil oleh politisi sehingga terjebak kepada politisasi syariat, bukan lagi positivisasi syariat. “Ke depan harus keluar dari upaya politisasi syariat yang bisa mengorbankan masyarakat.”
Menurut Affan Ramli sebagai pemateri diskusi, peran utama penerapan syariat Islam di Aceh sekarang ada di tangan para ulama dan akademisi hukum Islam. “Apakah mereka membiarkan para politisi mempermainkan syariat Islam atau ikut merumuskan konsep pemerintahan Islam dan mewujudkannya.”
Affan menambahkan, mewujudkan pemerintahan Islam bukan dengan ikut pemilu, tapi melalui pembangunan intelektual dan rumusan konseptual tentang konsep pemerintahan yang baik.
“Kalau syariat Islam mau jalan di Aceh, pemerintahannya juga harus pemerintahan Islam,” tegas dia.
Lebih lanjut Affan mempersoalkan konsep syariat Islam di Aceh yang menurutnya tidak memiliki konsep yang matang. Sehingga, kata dia, tidak mengherankan kalau syariat Islam kita ini sibuk mengurusi hal-hal moral yang sepele.
“Jadi Aceh terkesan tidak siap menghadapi tantangan ilmu pengetahuan. Termasuk para akademisi Aceh dan juga ulama,” sebut dia.
Menurut Affan hal tersebut dikarenakan syariat Islam di Aceh tidak lebih dari komoditas politik. “Ini yang menjadi tantangan besar kita saat ini,” ujarnya. []