Saturday, April 27, 2024
spot_img

Stop Konflik Elite Jelang Pilkada

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Konflik antarelite politik yang memanas menjelang pemilihan kepala daerah sudah seharusnya dihentikan. Jika tidak, dikhawatirkan akan merembes pada perdamaian Aceh yang masih belia.

Hal itu dikemukakan oleh Muhammad Nazar (calon gubernur yang diusung tiga partai politik) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Teuku Bachrom Manyak di Banda Aceh, Kamis (12/1).

Nazar menyampaikan seruan ini ketika menyampaikan orasi politik di hadapan lebih 400 pendukungnya di posko pemenangan Nazar-Nova di kawasan Geuceue Iniem, Banda Aceh. Nazar menyebutkan, masyarakat Aceh sudah sangat lelah hidup dalam kondisi konflik.

Konflik mendera Aceh sejak perang melawan Belanda yang dideklarasikan pada 1873. Perang Aceh hingga 1942 itu telah menyebabkan masyarakat Aceh menjadi korban. Ditambah lagi perang melawan Jepang. Yang lebih tragis adalah perang antarelite Aceh pada 1946 hingga 1947. Ini adalah perang antara ulama dengan bangsawan.

“Perang Cumbok itu antarelite Aceh. Dan yang menjadi korban adalah masyarakat kecil,” kata Nazar.

Karenanya, ia berharap konflik elite menjelang pilkada tak berlarut-larut, karena ujung-ujungnya masyarakat juga yang akan menjadi korban.

“Makanya, kita mengharapkan agar tidak terjadi perang elite gara-gara pilkada. Ketika ini terjadi, masyarakat yang menjadi korban. Jangan sampai nanti ada anak negeri yang harus keluar Aceh seperti usai perang Cumbok,” ujar Nazar.

Menurutnya, jika masyarakat Aceh terus-menerus hidup dalam kondisi konflik, maka akan sangat sulit dalam membangun Aceh. Padahal, Aceh sudah cukup lama menderita akibat perang lebih 30 tahun, yang ditambah lagi dengan tsunami.

Hal senada dikemukakan Senator asal Aceh Teuku Bachrum Manyak. Menurutnya, para elite politik tidak mengorbankan perdamaian Aceh hanya karena kepentingan politik pilkada.

“Perdamaian Aceh jauh lebih penting daripada pilkada,” kata Bachrum kepada wartawan saat dijumpai di sela-sela deklarasi pasangan Nazar-Nova.

Ia menyarankan kepada semua kalangan untuk mencari jalan keluar terhadap kekisruhan politik menjelang pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu. “Cari jalan keluar, agar perdamaian tidak terusik,” kata dia.

Kisruh elite menjelang pilkada bermuasal pada pencabutan pasal 256 UU Pemerintahan Aceh oleh Mahkamah Konstitusi, yang kelak membolehkan calon perseorangan mengikuti pemilihan. Pencabutan ini ditentang oleh Partai Aceh, partai yang mendominasi kartu di DPRA.

Partai Aceh dan DPRA bersepakat untuk menolak kehadiran calon perseorangan. Namun, putusan MK sudah final, sehingga peserta pilkada didominasi dari calon independen. Pada akhirnya, Partai Aceh dan DPRA menuntut agar pilkada ditunda. Sementara KIP dan Pemerintah Aceh tetap bersikukuh pilkada harus jalan terus.

Lobi dan pertemuan politik berkali-kali dilakukan baik di Aceh maupun di Jakarta. Namun, hingga kini belum membuahkan hasil. Teranyar, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri mengajukan gugatan sengketa kewenangan lembaga negara ke Mahkamah Konstitusi. Mereka meminta agar KIP kembali membuka pendaftaran calon pilkada. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU