Monday, April 29, 2024
spot_img

Rafly Kande dan Empang Breuh Semarakkan Penutupan ACF

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Musisi papan atas Aceh Rafly Kande besama grup komedian Aceh Empang Breuh, tampil sebagai penutup dalam event Aceh Culture Festival (ACF) 2013 yang digelar di pelataran parkir Stadion H. Dimurthala Lampineung, Banda Aceh, Minggu (29/9/2013) malam.

Sebelum penampilam Rafly dan Empang Breuh, parang pengunjung ACF 2013 disungguhi sejumlah penampilan band-band lokal Banda Aceh, yang dilanjutkan dengan pemberian piala dan thropy kepada para pemenang ACF 2013, yakni pemenang lomba Music Akustik dan pemenang stand terbaik peserta ACF 2013.

Juara I lomba Musik Akustik yang diikuti 20 peserta tersebut, diraih oleh Nurlela Fatimah Band, dan Harmony Akustik Band senagai Juara II, serta Taluak Maimbau sebagai Juara III. Sementara itu untuk pemenang Stand terbaik diraih oleh PT. Dunia Barusa sebagai Terbaik 1, Perbankan Aceh (BMPD) Aceh sebagai Terbaik II, SKK Migas sebagai terbaik III, dan Dekranas Nagan Raya sebagai Stand Terfavorit.

Usai pembangian hadiah, para juara Festival Musik Akustik, kembali menujukkan kebolehannya untuk menghibur para pengunjung ACF 2013. Usai penampilan mereka, penampilan solo Rafly Kande, langsung menyemarakkan suana malam penutupan ACF 2013.

Saat penampilannya, Rafly mengawali sebuah tembang terbarunya berjudul Hoka Syedara Dalam Gampong, yang mengangkat cerita semangat ukhuwah masyarakat Aceh agar kembali dari gampong. Rafly menilai, sosial masyarakat Aceh saat ini telah menurun, dimana kehidupan di perkotaan juga telah merambah ke kehidupan gampong-gampong, yang telah menurunkan rasa sosial dan kebersamaan masyarakat aceh.

“Orang Aceh bukanlah sosok yang harus menunjukkan sifat saling sombong. Hilangkanlah sifat saling sombong, khianat dan dengki. Mari kita bangkitkan semangat ukhuwah dan kebersamaan masyarakat Aceh mulai dari gampong. Masyarakat Aceh harus menujukkan sifat sosial dan kebersamaanya,” ujar Rafli di sela-sela penampilannya di hapadan para penonton.

Usai lagu pertama dan memberikan nasehat, Rafly kembali menghibur para penonton lewat sebuah tembang berbahasa Aneuk Jamee berjudul Hiduk Mangungsi (Hidup mengungsi). Lagu tersebut menceritakan betapa pedihnya konfik di Aceh, dan perihnya kehidupan masyarakat Aceh yang harus mengungsi saat peperangan terjadi.

“Semua pihak harus betul-betul menjaga perdamaian yang telah ada saat ini. Bek le peugah karap karue lom (Jangan bilang lagi Aceh sudah hampir konflik lagi). Jika ribut (konflik) lagi, maka sangat pedih dan perih kehidupan masyarakat Aceh. Jadi, yang harus dipikir kedepan adalah bukan pertikaian, tetapi membangun Aceh secara bersama-sama,” ungkap Rafly.

“Oooo misalnya ada yang mengaku tidak sekolah, dan mengatakan bagaimana membangun Aceh? Orang yang tidak sekolah juga juga bisa menanam kayu dan menghasilkan buah. Yang penteng Aceh nyoe Damee (yang terpenting Aceh ini damai),” tambah Rafly.

Usai lagu tersebut, Rafly kembali melantunkan lagu terbarunya yang ketiha berjudul Haro-hara. Dalam lagu tersebut, Rafly menyampaikan sejumlah pesan moral kepada kalangan pemimpin di Aceh, agar dapat memimpin dengan bijaksana, serta dapat meneladani kepemimpinan sultan-sultan Aceh di masa kejayaan Aceh pada masa lampau.

“Bangunlah Aceh dengan kasih dan sayang. Tumbuhkan kearifan dan hilangkan keserakahan. Hidup sangat singkat, semua akan menuju kematian,” pesan Rafly usai menyanyikan lagu ketiga, yang dibarengi bacaan puisi oleh seniman senior Aceh, Din Saja.

“Lagu tersebut tertulis di batu nisan Sultan Malikussaleh. Beliau sultan saleh dan bijkasana, yang telah menghantarkan Aceh menuju kegemilangan. Kita berharap, pemimpin-pemimpin di Aceh dapat meneladani sultan-sultan di Aceh, yang memimpin Aceh berdasarkan nilai-nilai islami,” ujar Rafly sembari melanjutkan lagu terakhirnya yang bejudul Ibu yang merupakan sountrack film Hafalan Shalat Delisa.

Usai penampila Rafly, para penontoton kembali dihibur oleh tiga aktor Film Komedi aceh Empang Breuh, yaitu Bang Joni (Kapluek), Mandoe, dan Haji Uma. Seperti layaknya film, ketakutan Bang Joni dan Mando kembali dipertunjukkan ketika bertemu dengan Haji Uma.

Namun, ketakutan Joni dan Kapluek tidak membuat mereka gentar menyindir Haji Uma dengan berbagai sindiran lelucon mereka. Berbagai adegan humor pun ditampilkan ketiga artis lawak Aceh tersebut, membuat para penonton terpingkal-pingkal hingga acara berakhir.

Director Show Aceh Culture Festival, Sarjev, usai penutupan tersebut kepada wartawan, Senin (30/9) dinihari mengatakan ACF 2013 merupakan ruang bagi seluruh insan seni di Aceh, untuk menata kembali nilai-nilai kebudayaan dan nilai ekspresi para seniman di Aceh.

“Saya kira ini merupakan ruang ekspresi yang luar biasa untuk ruang ekpresi para seniman Aceh, yang telah memiliki beragam seni multi culture dan kebudayaan,” jelasnya.

Diharapkan event-event seperti ini menjadi agenda dua tahunan Pemerintah Aceh, karena tidak cukup untuk memberikan ruang ekspresi kepada para insan seni melalui kegitan seni yang digelar empat atau lima tahun sekali.

“Jika telalu lama, maka dikawatirkan akan mengancam keberlangsungan seni dan budaya Aceh, karena seni budaya Aceh saat ini hanya dikuasai oleh para orang-orang tua, dan proses re-generasinya sangat terlambat,” imbuh Sarjev.[]

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU