Pengantar
Menyongsong Pilkada 2017, para punggawa bekas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) saling berebut kuasa untuk memimpin Aceh. Mereka duduk terpisah di lima kursi kandidat dari enam pasangan yang berhak dipilih rakyat pada 15 Februari 2017.
Sebagai gubernur, maju lagi Irwandi Yusuf (mantan representatif GAM di AMM), kemudian Muzakir Manaf (mantan Panglima GAM), Zakaria Saman (mantan Menteri Pertahanan GAM), Zaini Abdullah (mantan Menteri Luar Negeri GAM) dan sebagai wakil gubernur ada Sayed Mustafa (mantan Koordinator GAM Barat Selatan Aceh).
Perpecahan yang semakin terbuka, dari mana asal mulanya?
Tulisan berikut –mungkin- bisa menjelaskannya, saya menulis tepat sepuluh tahun lalu, akhir Februari 2007 silam, saat Pilkada yang pertama setelah damai Aceh rampung digelar.
***
Bagian 1
MINGGU, 21 Mei 2006. Satu-persatu, petinggi dan tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) hadir pagi-pagi. Wartawan berebut mengambil gambar, memotret dan merekam pertemuan yang jarang. Ada pelukan saat para tokoh bersalaman, ada canda dan sapa yang renyah.
“Apa kabar dek? Sehat kan…” dan seribu basa-basi lainnya meluncur begitu saja, dalam bahasa Aceh yang kental. Para petinggi GAM saling berangkulan.
Sesaat kemudian, Malek Mahmud, Perdana Menteri GAM tiba. Dia diapit oleh pengawal yang mantan pasukan. Di belakangnya ada Zaini Abdullah (Menteri Luar Negeri GAM) Muzakkir Manaf (mantan Panglima GAM), Sofyan Daud (mantan Juru Bicara Tentara GAM), Bakhtiar Abdullah (Juru Bicara GAM), Tgk Usman Lampoh Awe (Ketua Majelis GAM), Ilyas Abed (Majelis GAM), Zakaria Saman (Menteri Pertahanan GAM) serta Irwandi Yusuf yang saat itu masih bertugas sebagai representatif GAM di Aceh Monitoring Mission (AMM).
Sebelumnya telah datang para petinggi yang lain, Munawar Liza Zein, Nur Djuli dan para panglima di seluruh wilayah Aceh, para juru bicaranya, serta perwakilan komponen masyarakat Aceh. Ada banyak lagi yang datang, sampai seratusan lebih.
Di antara mereka ada banyak yang putra Aceh berkewarga-negaraan luar negeri, setelah bertahun-tahun tinggal di benua lain untuk mencari dukungan terhadap perjuangan GAM, menuntut keadilan untuk Aceh. Sebagai contoh; Malek Mahmud warga negara Malaysia, Zaini Abdullah dan Bakhtiar Abdullah (Swedia) dan Nur Djuli (Malaysia).
Ada banyak lagi GAM yang datang dari seantero dunia; Swedia, Denmark, Norwegia, Amerika Serikat, Australia dan Malaysia. Pertemuan pagi itu bukan di luar negeri, tapi di salah satu gedung komplek AAC Dayan Dawood, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh. Acara itupun ditabalkan sebagai; Pertemuan bangsa Aceh ban sigom donya – Pertemuan bangsa Aceh seluruh dunia.
Tanpa pengamanan kepolisian, hanya beberapa mantan TNA GAM bertugas menjaga gedung itu. Sebagian di luar sebagian menunggu di pintu masuk sebuah ruangan di lantai. Mereka sedang mengadakan hajatan, menentukan arah pilitik GAM pascapenandatangan MoU Helsinki, 15 Agustus 2005. Sebuah kesepakatan damai menghentikan perang dengan pemerintah Indonesia.
“Pertemuan ini akan diadakan dua hari dan bersifat tertutup,” sebut Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Sofyan Dawood, mengawali penjelasan.
Katanya, tujuan mengadakan pertemuan akbar tersebut adalah untuk memperkuat gerakan sipil mereka di Aceh. Tokoh-tokoh GAM itu akan saling memberikan pandangan untuk menyusun strategi politik yang kuat, bahkan mereka yang selama ini bermukim di luar negeri, membawa konsep-konsep pilitik di negara Eropa maupun Amerika.
Beberapa agenda besar yang akan dibahas adalah sosialisasi MoU, persiapan pembentukan partai, pengawalan Rancangan Undang-undang Pemerintahan Aceh (RUU-PA), sampai strategi politik menjelang pilkada Aceh. “Kita akan membuat sebuah kekuatan untuk berpolitik sesuai dengan MoU,” sebut Sofyan.
Tujuan pertemuan juga tak lepas dari keinginan GAM untuk membentuk sebuah partai lokal setelah RUU-PA rampung disahkan oleh parlemen di Jakarta. Untuk itu, maksud GAM mengundang beberapa perwakilan masyarakat Aceh, sebagai bukti bahwa pembentukan partai lokal nantinya, bukanlah punya GAM tapi juga kepunyaan seluruh masyarakat Aceh.
“Apa yang kita bicarakan nanti menyangkut semua bentuk mekanisme-mekanisme untuk menyukseskan perdamaian ini,” jelasnya rinci.
Soal pilkada, apakah kemungkinan GAM bergabung dengan partai?
Sofyan membantah berita tersebut. GAM nantinya akan masuk ke pilkada melalui calon independen. “Kalau itu tidak terbuka, kita mungkin tidak terjun ke arena itu. Kita tidak bergabung dengan partai-partai yang lain,” tegasnya.
Juru Bicara KPA GAM itu juga membantah wacana penempatan Hasbi Abdullah sebagai tokoh GAM dengan Humam Hamid dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), untuk maju sebagai calon kepala daerah dalam pilkada Aceh. Saat itu, isu tersebut santer dibicarakan publik.
“Nanti semua hasilnya akan diumumkan dalam konferensi pers, usai pertemuan ini,” ujar Sofyan Dawood sambil berlalu memasuki ruangan. [bersambung]