BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Para pengunjukrasa yang menentang calon independen menyebutkan bahwa mereka rela berkorban untuk mengawal Undang-Undang No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Nota Perdamaian Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (MoU Helsinki). Bagi mereka, keberadaan calon independen hanya berlaku sekali saja pada pemilihan 2006 lalu.
Abu Hasan (65), warga Aceh Besar, mengatakan sejak Pakta Perdamaian Aceh ditandatangani di Helsinki, 15 Agustus 2005 dan UU PA disahkan, masyarakat Aceh dan pemerintah berjanji akan melaksanakan amanah yang disampaikan dalam undang-undang khusus Aceh itu.
“Itu menunjukan komitmen kita terhadap UUPA, tapi kenapa menjelang pilkada Aceh ini aturan yang sudah pernah dijalani kok kembali diubah-ubah,” katanya kepada acehkita.com di Banda Aceh, Selasa (28/6).
Menurutnya, anggota dewan harus segera mensahkan qanun Pemilukada Aceh tanpa mengakomodasi pasal calon independen di dalamnYa.
“Kita harus konsisten menjalankan amanah MoU Helsinki. Jika calon independen itu tidak lagi berlaku kali ini, ya harus dijalankan,” jelasnya.
Jamaluddin (40), warga Bireun, mengatakan, calon independen hanya berlaku sekali dan itu tertuang dalam aturan dalam UUPA.
“Saat ini di Aceh yang menjadi rujukan yaitu UUPA. Apa yang ditulis dalam aturan ya kita harus ikuti. Jika tidak ada lagi calon independen dalam aturan, ya kita akan menolaknya,” katanya.
Sejak pagi tadi, dua ribuan warga dari sejumlah kabupaten di Aceh berkumpul di depan DPRA menggelar aksi damai menolak calon independen dalam Qanun Pemilihan Kepala Daerah Aceh 2011. Rencananya, DPR Aceh akan mensahkan qanun ini hari ini. []