Ilustrasi pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh. Windy/ACEHKITA.COM

Windy/ACEHKITA.COM
Windy/ACEHKITA.COM

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Publik mempertanyakan alasan pejabat Pemerintah Kota Banda Aceh yang mesum namun tidak dicambuk. Pertanyaan itu selalu muncul setiap ada eksekusi cambuk di ibukota Provinsi Aceh itu. Lalu, apa kata Walikota Banda Aceh Illiza Saaduddin Djamal?

Jumat lalu, Kejaksaan Negeri menggelar eksekusi cambuk terhadap 17 dari 18 pelanggar syariat Islam di Banda Aceh. Mereka yang dinyatakan bersalah karena melakukan tindak mesum dan berjudi, dicambuk antara 6 hingga sembilan kali cambuk.

Usai cambuk, kalangan jurnalis mempertanyakan alasan eksekusi terhadap salah seorang oknum pejabat Pemko Banda Aceh yang tak kunjung dicambuk. Sekedar tahu, pejabat itu kedapatan tanpa busana bersama seorang perempuan di sebuah salon oleh Polisi Syariah yang tengah menggelar razia.

Walikota Illiza Saaduddin Djamal menyebutkan bahwa eksekusi cambuk bukan kewenangan Pemko. “Persoalan eksekusi bukan persoalan pemerintah. Pejabat mana?” ujar Illiza kepada wartawan, Jumat (18/9/2015), usai cambuk di Masjid Baitussalihin Ulee Kareng.

Menurut Illiza, kasus mesum oknum pejabat itu terjadi jauh sebelum dirinya naik ke singgasana orang nomor satu di Banda Aceh. “Ketika itu masih ada almarhum,” lanjutnya.

Almarhum yang dimaksud adalah Mawardy Nurdin, walikota Banda Aceh yang meninggal pada 8 Februari 2014 akibat sakit. Memang, pada masa Mawardy pelanggar syariat hanya mendapat pembinaan dari Polisi Syariah.

Illiza resmi menjadi walikota definitif sejak 13 Juni 2014, menggantikan Mawardy Nurdin. Sebelumnya, ia menjabat sebagai wakil walikota sejak awal 2012.

Unsur Muspida Kota Banda Aceh, sebut Illiza, pada waktu itu menerapkan kebijakan bahwa pelanggar syariat akan dibina.

“Ketika itu kan hukum yang diterapkan di Kota itu tidak dilaksanakan uqubat cambuk, semua dilakukan proses pembinaan,” kata dia, sembari menambahkan bahwa upaya untuk membawa oknum pejabat itu ke panggung cambuk sudah dilakukan. “Waktu itu semuanya pembinaan. Tidak ada satu pun yang dicambuk, maka termasuk pada beliau pun dilakukan pembinaan.”

Saat didesak wartawan mengenai pencambukan pejabat itu, Illiza menyebutkan, “Saya sudah bilang, kalau saya lakukan (cambuk) untuk beliau berarti ratusan atau ribuan kasus lain harus kita ulang lagi dari awal. Kalau saya sih komitmennya, buat apa saya lindungi kan tidak ada untungnya bagi saya.”

Bahkan, sebut Illiza, di desa domisili pejabat itu pernah diminta keluar dari kampung. Pemko pun, “Kita tidak izinkan beliau ceramah dan khutbah di masjid-masjid. Sebenarnya hukuman bagi beliau lebih berat dibandingkan ke masyarakat lainnya yang melakukan hal yang sama,” sebut politikus Partai Persatuan Pembangunan itu.

Pejabat tertangkap mesum itu sehari-hari juga menjadi penceramah agama di Banda Aceh.

Menurut Illiza, pejabat mesum tersebut sudah mendapatkan sanksi sosial dari publik, terutama di media sosial.

“Masyarakat setiap hari bicara kepada beliau di FB (Facebook), itu sebenarnya hukuman bagi beliau,” tandas Illiza.

Sejak Illiza menjabat walikota, hukuman cambuk kembali diberlakukan. Eksekusi pertama dilakukan terhadap sembilan warga dalam kasus berjudi di halaman Masjid Besar Makam Pahlawan, Peuniti, 19 September 2014. []

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.