Merokok Haram! Titik!
Saiful Mahdi*
Saya termasuk yan paling senang dengan perhatian pada masalah rokok dan kemiskinan di Aceh belakangan ini. Terimakasih pada Kepala Bappeda Aceh yang mengangkat masalah ini. Juga kepada Gubernur Irwandi yang telah memviralkan isu ini lewat postingnya di media sosial.
Viralnya isu ini memancing diskusi yang luas di tengah masyarakat. Terlepas dari isi debat dalam berbagai diskusi itu, bahwa banyak yang membincangkan sesuatu yang penting tapi terabaikan selama ini adalah hal yang positif.
Apakah rokok penyebab kemiskinan? Tentu saja tidak. Rokok adalah benda mati yang tak bisa berbuat apa-apa. Kalaupun berpengaruh, mungkin harus dilihat secara makro dalam kaitan dengan kebijakan cukai dan rantai ekonomi sekitar petani tembakau.
Secara tidak langsung, lobby perusahaan rokok bisa juga memiskinkan lewat praktik bisnis yang salah yang menyebabkan korupsi, misalnya. Paling mudah, lihatlah bagaimana pemasukan iklan dan promosi rokok begitu menggiurkan sehingga pemerintah nasional hingga ke kabupaten/kota sering tunduk pada iklan rokok yang jelas-jelas tidak mendidik bahkan membodohi.
Korupsi, tidak seperti rokok, sepertinya lebih diterima sebagai yang memiskinkan. Karena itu, jika demi kepentingan (perushaan) rokok terjadi korupsi, maka rokok ikut memiskinkan juga. Karena korupsi jelas memiskinkan, bukan!?
Pada tingkat individual, seperti juga dikatakan Gubernur Irwandi, merokok atau tidak adalah pilihan bebas masing-masing. Tapi, seperti halnya perokok yang punya hak, non-perokok juga punya hak. Kalau tidak salah, asbabun-nuzul diskusi tentang “rokok dan kemiskinan” adalah saat kita membicarakan apakah perokok berhak mendapat tunjangan atau perlindungan kesehatan sama seperti semua yang lain?
Untuk saya, perokok jelas tidak berhak mendapat bantuan jaminan kesehatan dari seluruh rakyat Aceh yang diamanahkan lewat Pemerintah Aceh. Karena keduanya adalah dua hal yang saling bertolak belakang. Jaminan kesehatan, seperti JKA Plus dan BPJS, adalah untuk mengurangi resiko masalah kesehatan, sementara merokok meninggikan resiko masalah kesehatan.
Perilaku yang memiskinkan
Jika rokok sebagai benda mati tak bisa disalahkan, maka perilaku manusia seputar rokok tentu boleh kita dakwa. Perilaku dan kebiasaan buruk dalam merokok, ketagihan terhadap rokok, sangat mungkin memberi dampak negatif, termasuk mengganggu stabilitas sebuah rumah tangga dan kesehatan masyarakat bahkan memiskinkan.
Sejak 2010, data-data BPS yang kami analisis menunjukkan bagaimana perilaku perokok di Aceh demikian tidak bertanggung jawab dan egois saat dihubungkan dengan faktor lain atau dilihat sebagai agregat (kumpulan). Data agregat jelas menunjukkan “merokok itu memiskinkan”.
Sebagai perokok individual, mereka yang merokok boleh merasa berhak menggunakan uang mereka semau mereka termasuk dengan membakarnya lewat rokok. Tapi sebagai bagian dari masyarakat, jikapun para perokok tidak peduli pada akibat perilaku buruknya dalam merokok, mereka bisa dituntut dan disalahkan oleh bagian masyarakat lainnya. Hudayana (2012) menjelaskan mekanisme “kesalahan berjamaah para perokok” itu terjadi dengan lengkap:
Pertama, pengeluaran per kapita penduduk di Aceh masih di bawah rata-rata nasional. Artinya, belanja rata-rata orang Aceh di bawah rata-rata belanja orang Indonesia. Sementara tingkat kemiskinan di Aceh lebih tinggi dari rata-rata nasional. Katakanlah kedua hal ini tidak ada hubungannya. Maksudnya, orang Aceh belanjanya lebih kecil bukan karena kemiskinan. Tapi mari kita lihat apa belanjanya.
Kedua, sebagian besar belanja kelompok masyarakat miskin adalah untuk makanan. Data statistik menunjukkan persentase belanja makanan penduduk Aceh lebih besar daripada persentasi rata-rata belanja makanan nasional. Artinya, tingkat kesejahteraan masyarakat Aceh lebih rendah dari rata-rata nasional.
Ketiga, kalau dilihat lebih dalam, pada Maret 2015, data BPS menunjukkan belanja per kapita untuk rokok di Aceh adalah belanja terbesar ketiga setelah makanan-minuman jadi dan padi-padian. Ini telah mengalahkan belanja untuk ikan yang pernah lebih besar pada tahun-tahun sebelumnya. Dan ini merata di perkotaan maupun perdesaan.
Keempat, memang betul orang kaya juga merokok. Bahkan rokok adalah pengeluaran terbesar kelompok makanan bagi Si Kaya. Mencapai 6,63% pada tahun 2010. Bagi Si Miskin, rokok adalah pengeluaran terbesar kedua kelompok makanan setelah padi dan umbi. Tapi angkanya mencapai 9,58% dari total belanja makanan maupun non-makanan.
Kelima, dan ini lebih gawat lagi. Si Kaya di Aceh mengeluarkan 2,2-2,6 kali lebih besar belanja rokok daripada belanja pendidikan dan kesehatan, sementara Si Miskin mencapai 3,6-4 kali. Bayangkan! Ada orang yang belanja rokoknya lebih besar sampai empat kali lipat belanja pendidikan dan kesehatannya!
Selanjutnya, Hudayana mencatat “Prevelensi penduduk merokok dengan rata-rata 11-20 batang/hari di Aceh melebih prevalensi nasional” dan “Prevelensi penduduk merokok dengan rata-rata 21-30 batang/hari tertinggi se Indonesia ialah di Aceh.”
Merokok memang terlihat tidak berhubungan langsung dengan kemiskinan. Tapi paling tidak, dunia pun sepakat merokok bisa “picu kemiskinan” atau “memperburuk kemiskinan”. Karena itu, banyak ulama di Indonesia yang telah mengharamkan merokok sejak 2010.
Laporan Kompas 11/10/2009 dengan judul “Rokok Penyebab Kemiskinan” melaporkan “3/4 dari perokok adalah rakyat miskin, dimana mereka bahkan sudah menganggap bahwa merokok adalah kebutuhan pokok dibawah beras, ditambah dengan kurangnya pendidikan sehingga mereka tidak memperhatikan kesehatan. Merokok menggerus belanja mereka, menggerus biaya kesehatan dan biaya pendidikan anak-anak mereka. Belanja rokok mengurangi investasi usaha mereka yang kecil, belanja rokok menurunkankan produktifitas kerja mereka karena keadaan serba kekurangan yang ditimbulkannya.”
Karena itu, jikapun Anda tetap merasa rokok tidak memiskinkan Anda, asap rokok dan kejorokan merokok Anda bisa membuat banyak orang ikut sakit dan harus menambah biaya kesehatannya! Mungkin Anda tidak akan miskin, tapi kami yang rentan dengan kebiasaan buruk merokok Anda bisa dan, banyak bukti menunjukkan, sudah miskin!
Untuk mereka yang masih tetap memilih untuk merokok, paling tidak ada dua hal yang Anda bisa lakukan: (1) Menolak bantuan kesehatan bahkan bantuan lainnya dari pemerintah karena semua bantuan itu bersumber dari rakyat . Kasihan rakyat, kita semua, harus menanggung akibat dari perilaku buruk Anda; (2) Menjadi “perokok yang baik” dengan tidak merokok sembarangan, tidak merokok di Kawasan Tanpa Rokok (KTR) seperti di sekolah, rumah sakit, kampus, di kantor-kantor pemerintah, dalam bus umum dan fasilitas publik lainnya, dan tidak membuang abu dan punting rokok sembarangan.
Bahkan, sebaiknya Anda lihat-lihat dulu kemana asap rokok Anda berhembus. Karena saat rokok mungkin “tidak memiskinkan” Anda, kebiasaan buruk asal sembur asap rokok Anda bisa “memiskinkan” oran lain!
Betul rokok tidak memiskinkan. Tapi merokok jelas sangat mungkin memiskinkan dan kalau itu terjadi maka merokok jelas haram. Karena itu, walaupun merokok adalah hak Anda, tapi bebas dari asap rokok juga adalah hak banyak orang di sekitar Anda!
*Saiful Mahdi adalah staf pengajar di Prodi Statistika FMIPA Unsyiah, Fulbright Scholar dan peneliti pada Pusat Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya (PPISB) Unsyiah. Isi tulisan adalah pandangan pribadi. Email: [email protected]