Wednesday, May 8, 2024
spot_img

Meriam di Kaki Bukit

Gurau mengantar matahari melangkahi bukit. Riuh chainsaw tak mengusik seloroh warga di warung kopi, walau hanya 10 meter dari penebas hutan. Pohon rebah, bukan cerita baru. Hanya kisah gajah, lazim terucap.

Rutin ke warung kopi, bukan pertanda warga malas. “Gajah sering ganggu kebun kami,” jelas Mizal, 28 tahun, warga Masen, Kecamatan Sampoinet, Aceh Jaya. Akibatnya, 85 kepala keluarga kehilangan mata pencariannya.

“Sekarang satupun tidak berani lagi ke kebun,” kata Mizal. Menurutnya, kebiasaan gajah bertandang ke kebun, berlangsung sejak awal tahun lalu. Tak sekedar melintas, tapi juga menyantap aneka tanaman warga.

Selain kebun, perkampungan sering pula digempur. Di desa kaki bukit itu, rasa nyaman telah punah. Suburlah cemas, “bulan ini saja tiga rumah warga sudah dirusak gajah,” terang Mizal, pekan lalu. Biasanya, gajah datang usai Isya.

Mizal kini ciut nyali, ia mengurungkan niatnya berkebun nilam kembali. Tiga tahun silam, dua hektar kebun nilam menjadi andalannya. Hasilnya, lebih sekedar memenuhi kebutuhan istri dan anaknya. “Saya bisa beli mas dan baju untuk istri dan anak,” kenangnya.

Saat ini, ia hanya merawat sehektar kebun karet, tak jauh dari rumahnya. Siasat menjaga agar gajah tak melindas harapannya. “Kalau di sini bisalah dikontrol,” katanya.

Sebelum pohon-pohon ditebas maling kayu, warga Masen bebas amuk gajah. Tapi kini, para petani sering dikejar gajah saat berkebun. Nasib baik, belum ada penduduk yang meregang nyawa.

Abdul Rafar, 46 tahun, usai ‘diancam’ gajah juga tak lagi ke gunung. Tiga hektar kebun nilam, hanya menjadi kenangan. Ia mengaku, bila murka gajah telah sirna akan kembali membuka kebun nilam.

Mizal menampik masyarakat Masen rajin menebang pohon. Apalagi mengangu binatang di hutan. Menurutnya, semua ulah cukong kayu. “Kami sadar, memotong kayu itu menganggu binatang,” sebutnya.

Anehnya, berang warga justru tertuju pada gajah. Warga mulai mempersenjatai diri, setidaknya dengan bude trieng (meriam bambu,red). Pertanda ‘perang’ segera dimulai?

Cemas kecamuk meletup antara manusia dan gajah. Flora & Fauna International (FFI) Aceh, mendirikan Conservation Rescue Unit (CRU) Sarah Deu, kawasan Ulu Masen.

Dari area menyeramkan, Sarah Deu disulap menjadi kawasan menyenangkan. Kawasan ini dijadikan markas ’gajah polisi’, dilatih untuk menghalau amuk gajah liar. Sementara warga dilatih menjadi ranger. Tugasnya menjaga hutan.

“Kita jadikan lahan konservasi untuk meminimalkan konflik,” jelas Fami, Leader CRU, April lalu. Semoga meriam tak meletup!

Previous article
Next article
Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU