Friday, April 26, 2024
spot_img

Mengenal Lebih Dekat Patahan Gempa

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Gempa tak hanya berpusat di laut, tapi juga di darat akibat pergeseran patahan. Para ahli menyebutnya sesar. Apa itu?

Wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar punya patahan itu, yang merupakan bagian dari sesar Sumatera (Semangko) yang mempunyai beberapa segmen. Salah satu segmen sesar itu dikenal dengan nama sesar Darul Imarah. Segmen patahan itu membelah Banda Aceh dengan puluhan segmen kecil lainnya.

Iskandar, Penangung Jawab Pusat Kendali Operasi di Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), mengatakan segmen sesar Darul Imarah bermula pada dua titik di Kecamatan Krung Raya, Aceh Besar dan di Kecamatan Lhong, Aceh Besar. Patahan itu menyatu di Wilayah Seulimum, Aceh Besar, setelah melewati Banda Aceh yang bertopografi datar.

Menurut Iskandar, pihaknya telah lama mengetahui adanya patahan itu. Bahkan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Aceh selalu mengawasi gerak sesar. “Kajian ahli geologi, patahan bergerak sekitar 3 milimeter pertahunnya,” katanya akhir Februari lalu.

Karena itu pula, ahli geologi di Aceh merekomendasikan bangunan di Banda Aceh dan Aceh Besar hanya boleh lima tingkat. Sesar Darul Imarah pernah menyebabkan gempa yang terjadi pada 24 September 2006, berkekuatan sekitar 5,4 Skala Righter (SR). Tidak ada kerusakan yang terjadi saat itu.

Kata Iskandar, gempa akibat sesar yang terjadi di Banda Aceh terbesar adalah pada tahun 1981, dengan skala di atas 6 SR. Gempa itu menyebabkan beberapa kerusakan dan menjadi penyebab kebakaran gedung keuangan di Banda Aceh waktu itu. Gempa akibat sesar umumnya terjadi di darat pada kedalaman 40 – 60 kilometer.

Selain di Banda Aceh, ada juga segmen Sesar Renum di Singkil dan Kota Subulussalam, sekitar 600 kilometer dari Banda Aceh. Sesar Renum itu juga menjadi pusat perhatian dan pengamatan dari Dinas Pertambangan dan Energi Aceh. Tim dari pusat juga pernah mensosialisasikan tentang sesar kepada lembaga pemerintah di Aceh.

Terkait sesar itu, Iskandar menyebutkan, pihak BPBA juga menjadikannya bagian penanggulangan bencana di Aceh. Saat ini pihaknya sedang menyusun sebuah Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) 2012 – 2017, dengan melahirkan lima jurnal penting.

Lima jurnal prioritas adalah tentang tsunami, banjir, gunung api, gempa dan tsunami di kepulauan (Kepulauan Banyak, Simeulue dan Sabang). “Jurnal prioritas untuk wilayah Banda Aceh dan Aceh besar adalah gempa yang disebabkan oleh sesar,” kata Iskandar.

Jurnal gempa di wilayah pesisir Aceh lainnya, adalah tentang penanggulangan akibat gempa zona subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan Eurasia, yang kadang mengakibatkan tsunami.

Badan Penaggulangan Bencana Aceh (BPBA) baru berumur dua tahun lebih, pihaknya terus melakukan rencana penanggulangan bencana dalam lima tahun ke depan. Anggarannya bersumber dari dana otonomi khusus dan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) sekitar Rp 5 milyar. “Itu untuk sosialisasi ke masyarakat untuk antisipasi berbagai bencana yang mengancam di Aceh,” kata Iskandar.

Sementara dana penanggulangan bila terjadi bencana, biasanya dipakai dari dana tak terduga yang tercantum di APBA, yang jumlahnya sekitar Rp 50 milyar.

Iskandar mengakui, pihaknya sejauh ini belum pernah melakukan sosialisasi soal patahan sesar darul Imarah. “Dalam 2012 ini juga belum ada rencana sosialisasi, baru 2013 kita akan melakukannya. Makanya sekarang banyak masyarakat tak paham soal sesar ini,” ujarnya.

“Itu rencana, kalau misalnya ada gempa yang terjadi kemudian akibat sesar, maka terpaksa kita harus menjawabnya dan memberitahukannya kepada masyarakat lebih cepat,” sambungnya.

Umumnya bangunan di Banda Aceh memakai aturan standar nasional yang tahan gempa. Ini semakin luas disosialisasikan pasca-gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh 26 Desember 2004 silam. Banyak lembaga bantuan yang mensyarakatkan bangunan rumah tahan gempa di Aceh.

Seorang warga desa Ulee Lheu, Sulaiman mengatakan rumah yang ditempatinya adalah rumah bantuan tsunami. “Setahu saya, ini sudah tahan gempa, karena lembaga donor yang membangun mengatakan itu,” ujarnya.

Dia mengakui tak tahu tentang sesar di Banda Aceh. “Yang saya tahu kalau gempa yang gempa. Tidak tahu penyebabnya,” katanya.

Sosialiasi yang beberapa kali diterima adalah terkait pemahaman bencana dan gempa. Misalnya, masyarakat diajarkan bila terjadi gempa besar dan kemudian ada bunyi sirene, maka diharapkan untuk menjauh dari laut dan mencari bangunan yang lebih tinggi. “Karena kemungkinan akan datang tsunami.”

Sosialisasi besar-besaran yang pernah diikuti Sulaiman adalah latihan darurat bencana tsunami yang digelar 2009 lalu. “Saya pahamnya ya sebatas itu. Kalau ada gempa besar agar waspada dengan tsunami,” katanya.

Dia juga mengakui ada beberapa lembaga yang mengajarkan para siswa latihan tanggap darurat bencana yang fokus pada gempa dan tsunami. Umumnya latihan dilakukan di sekolah-sekolah yang dekat dengan laut. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU