Friday, May 17, 2024
spot_img

Kisah Pengukur Baju Kebesaran Wali

TELEPON genggam milik Irwansyah berdering keras, pukul 11.00 WIB, Senin, 9 September 2013. Di ujung telepon terdengar suara pemilik usaha, tempat dia bekerja, bicara. Irwansyah mendapat perintah segera menuju ke sebuah rumah di kawasan Geucee Kaye Jatoe, Banda Aceh, untuk mengukur baju seseorang.

Pria 36 tahun itu kaget bukan kepalang. Sebab costomer yang harus dia ukur bajunya kali ini, bukan sembarang orang. Perasaan Irwansyah bercampur aduk kala atasannya menyebut nama Malik Mahmud Al-Haythar, mantan Perdana Menteri (PM) Pemerintahan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di pengasingan, Swedia, ketika Aceh masih didera konflik bersenjata.

Baju yang akan dijahit bukan pakaian sehari-hari. Baju ini akan dikenakan pada hari pengukuhan Wali Nanggroe, pada Jumat 20 Sepetember 2013. Ini baju kebesaran. Panitia mempersiapkan sedemikian rupa agar Sang Wali tampak lebih gagah dan berwibawa pada acara pengukuhan.

“Saya senang, sekaligus sedikit agak cemas. Saya belum pernah bertemu beliau sebelumnya. Melihat pernah, tapi belum pernah bertemu dan bersalaman,” kata Irwansyah.

Matahari tepat di atas ubun, kala Irwansyah tiba di rumah yang diperintah atasannya. Para penjaga rumah di pekarangan, memintanya menunggu panggilan dari dalam. Menurut kabar yang didengarnya dari percakapan para pengawal, Malik sedang menerima tamu dan makan siang bersama rombongan Majelis Adat Aceh (MAA).

Sekitar sejam menunggu, Syarifuddin, ajudan Malik Mahmud, memanggil Irwansyah masuk. . Sang ajudan menuntunnya masuk. Mereka menyusuri ruang tamu, ruang tengah dan ruang rapat di bagian belakang, menuju sebuah kamar. Daun pintu kamar berwarna putih dibuka. Syarifuddin menyuruh Irwansyah masuk. Malik Mahmud menyambutnya dengan senyum.

Radzie/ACEHKITA.COM
Radzie/ACEHKITA.COM

Kamar itu jauh dari kesan mewah. Hanya ada sebuah tempat tidur, satu set meja televisi, meja rias, dan satu lemari baju. Juga ada delapan kursi lipat yang diduduki tumpukan buku-buku, berkas-berkas, dan juga koran. Ada pula dispenser yang diletakkan persis di samping pintu kamar. Di bagian kaki penaruh dispenser, terdapat sebilah pedang panjang bergagang dan bersarung coklat.

“Maaf keadaanya memang seperti ini,” kata Malik.

Irwansyah menyalami dan mencium tangan Wali Nanggroe sebagai bentuk penghormatan dan kekagumannya. “Apa kita ambil saja ukuran baju,” ujar Malik, sambil menjinjing salah satu koleksi baju bergaya teluk belanga warna hitam miliknya.

“Boleh nanti kita sesuaikan saja wali, tapi perlu saya ukur kembali juga,” kata Irwansyah.

Dari kantongnya, dia keluarkan sebuah meteran kain. Prosesi pengukuran baju pun dimulai. “Maaf wali, saya ukur celananya dulu,” kata Irwansyah. Malik Mahmud pun berdiri tegak sambil menyilangkan tangannya ke belakang. Irwansyah melingkari pinggang Malik dengan meteran kainnya.

“Pinggang 34.5 inci, panjang celana 41, paha 28, sesak 30.5, ujung kaki 19.5, lutut 23, pinggul 43 inci,” ujar Irwansyah.

Malik Mahmud mengangguk sambil berujar, “celana ini sudah mulai sempit, di sini saya banyak makan makanan berlemak.”

Irwansyah melanjutkan tugasnya. Dia mengukur tiap jengkal bidang tubuh Malik Mahmud. “Bahu 18.5, panjang baju 31, panjang lengan 25.5, badan 45.5, perut 42.5, pinggul 46.5, dada depan 15.5, pungung 17 inchi,” kata Irwansyah, seraya menyalin ukuran badan untuk pembuatan baju kebesaran, ke buku sakunya.

“Nanti tolong dilonggarkan sedikit, supaya tidak susah waktu saya bergerak. Di bagian bawah jangan terlalu ketat juga, dan kalau bisa lehernya bisa nyaman saya pakai. Seperti…”

Malik Mahmud kemudian membuka lemari bajunya dan menunjukkan satu baju. “Seperti baju ini, enak dipakai, tidak tercekik. Ini baju pemberian Sarjani (Bupati Pidie, red),” ujarnya.

Pengukuran celana dan baju selesai. Tugas terakhir Irwansyah kini mengukur besaran kepala untuk pembuatan Kupiah Meukeutob yang dikenakan saat acara pengukuhan. Dia tampak lebih gugup dari sebelumnya. Pasalnya, Irwansyah harus mengukur dan memegang kepala Malik Mahmud.

Dengan sedikit hati-hati. “Maaf, maaf, mohon maaf yang sebesar-besarnya wali, saya harus mengukur ukuran kepala untuk kupiah wali,” kata Irwansyah dengan suara bergetar.

“Baiklah. Kalau begitu saya duduk saja ya,” jawab Malik, seraya menarik sebuah kursi yang berada dekat lemari rias. Dengan tangan sedikit gemetar, Irwansyah mulai melingkari kepala Malik Mahmud dengan meteran kainnya. Ukurannya 57.5 centimeter.

Irwansyah menghela nafas panjang. Dia terlihat lega setelah menuntaskan semua tugasnya. Sebelum pamit meninggalkan kamar, Malik kembali mengingatkan Irwansyah untuk menyesuaikan ukuran baju dan celana agar tidak terlalu ketat saat dikenakan. Malik juga menyerahkan sebuah pakaian khas Aceh miliknya sebagai contoh ukuran agar nantinya bisa disesuaikan dengan baju kebesaran yang akan dijahit.

“Nanti ukuran lehernya saya ambil dari baju ini saja. Kalau yang lain nanti saya sesuaikan, terutama lengan baju ini sedikit lebih pendek,” kata pria yang telah lebih 10 tahun bekerja sebagai tukang jahit.

Malik mengangguk. Irwansyah menyalami dan mencium kembali tangan Wali Nanggroe. Dia pamit meninggalkan Malik yang bersalin pakaian lain, sebelum menemui satu rombongan tamu lain, yang menunggu di meja rapat saat prosesi pengukuran baju berlangsung.

Tugas mengukur baju kebesaran selesai dalam waktu hampir setengah jam. Sebenarnya bagi Irwansyah, mengukur baju tokoh penting bukan kali ini saja. Dia sudah sering mengukur pakaian untuk pejabat, termasuk Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah.

“Ini memang kewajiban saya untuk melayani siapa saja yang menjahit baju. Tapi mengukur baju untuk wali ada rasa kebanggaan tersendiri bagi saya,” ujarnya.

Irwansyah mengaku lega setelah menyelesaikan tugasnya. Sebelumnya dia merasa sedikit khawatir tak bisa memuaskan pemesannya. Jarang-jarang bisa bertemu dan bersalaman dengan Malik Mahmud. Meski sudah sering mengukur baju pejabat, Irwansyah mengaku merasa lebih senang dan bangga bisa mengukur baju Sang Wali.

Baju kebesaran yang dipersiapkan untuk Wali Nanggroe, tak jauh beda dengan pakaian adat Aceh, yang biasanya hanya dikenakan pada acara-acara khusus. Tapi, kata Irwansyah, untuk acara pengukuhan, desain yang dibuat akan diupayakan terlihat lebih gagah. Semua kancing berwarna kuning emas. Bordiran baju akan disesuaikan agar serasi dan terlihat sempurna.

“Untuk kualitas baju wali harus lebih bagus, kualitas kainnya yang paling bagus. Semua satu stel, lengkap dengan boh rue di kantong, songket, dan rencong, juga kupiah meukeutob. Butuh kain kurang lebih 3.5 meter,” ujarnya.

Untuk menyelesaikan pembuatan baju kebesaran ini, toko jasa tailor Aceh Moda di Banda Aceh, tempat Irwansyah bekerja, telah menyiapkan tim. Ia hanya bertugas untuk mengukur saja. Setiba di toko, catatan ukuran baju diserahkan kepada pemotong pola dan selanjutnya dijahit oleh penjahit khusus. Juga ada seorang yang khusus membuat bordir.

Pengerjaan baju sebenarnya hanya butuh waktu dua hari saja. Tapi, kata dia, karena acara pengukuhan masih sepekan lagi, mereka punya waktu untuk menyelesaikan pengerjaan baju kebesaran selama tujuh hari.

“Semua akan kita persiapkan lebih bagus. Beliau juga berpesan untuk mencari rencong yang bagus, seperti rencong yang pernah digunakan Wali Nanggroe Tengku Hasan Muhammad di Tiro,” kata Irwansyah.

Selain merasa lega usai menyelesaikan tugasnya, Irwansyah menilai sosok Malik Mahmud bukan tipikal orang yang cerewet dan kaku. Malah, kata dia, Wali Nanggroe adalah sosok yang asik dan tak banyak protes. Irwansyah merasa, saat bicara dengan Malik, dia seperti sedang bicara dengan orang tuanya sendiri.

“Beliau tidak banyak permintaan. Misalnya harusnya begini punya saya, modelnya seperti ini, itu. Tidak, beliau malah tidak bilang apa-apa, beliau menurut saja apa yang saya suruh waktu mengukur baju,” ujarnya.

Siang itu, Irwansyah puas menyelesaikan tugasnya dengan lancar tanpa komplain. Bangga dan senang menghantarkannya pulang meninggalkan rumah sederhana bercat putih. Cemas dan khayalan tentang tugas berat yang membuncah ketika datang untuk mengukur pakaian kebesaran Wali Nanggroe, sirna.[A]

Telah dipublikasikan di Majalah ACEH

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU