Tuesday, April 23, 2024
spot_img

Kilas Balik Helsinki: Selamat Tinggal Istri Kedua

Di tengah suksesnya proses penyerahan senjata tahap pertama, mulai muncul suara minor dari Jakarta yang mempersoalkan jumlah senjata GAM sesungguhnya. Beruntung, AMM dan TNI tidak mau berlarut dalam perdebatan tersebut.

MoU, yakni setahap demi setahap langkah Aceh Monitoring Mission (AMM) untuk mempreteli senjata GAM mulai memperlihatkan keberhasilan. Saat penyerahan senjata tahap pertama September lalu, AMM mencatat prestasi brilian. Senjata yang diharapkan terkumpul 210 pucuk, ternyata melebihi target. Fakta ini setidaknya membuktikan kalau GAM serius menyambut perdamaian. Apalagi saat yang sama, penarikan pasukan TNI/Polri non organik terus berlangsung.

Tanda-tanda keseriusan kedua pihak untuk menyongsong perdamaian terlihat sejak awal. Sejumlah anggota militer GAM memang sudah mendapat perintah untuk mengumpulkan senjata-senjata mereka di sebuah tempat.

“Semuanya akan diserahkan. Pokoknya Desember nanti, tidak ada lagi GAM yang memegang senjata,” kata juru bicara GAM Sofyan Dawood. Sejak itupula, katanya, pasukan Tentara Nasional Aceh (TNA) akan dibubarkan.

Memang, ada rasa keharuan di kalangan GAM saat mereka dipaksa menyerahkan senjata-senjata tersebut. Betapa tidak, bagi para militer GAM, senjata kerap disamakan dengan istri kedua. Dalam setiap pertempuran, senjata tersebut selalu menemani mereka.

“Berbagai cara kami upayakan untuk mempertahankan senjata itu. Bila perlu dengan mempertaruhkan nyawa. Dan sekarang kami harus merelakannya untuk dihancurkan,” kata Salman, mantan anggota GAM wilayah Pidie.

Salman termasuk dari ratusan anggota GAM yang 15 September lalu datang ke Lapangan Blang Padang, Banda Aceh untuk menyerahkan senjata kepada AMM. Sebagai kenang-kenangan terakhir, ia bersama beberapa temannya menyempatkan diri berfose sambil memegang senjata. “Ini gambar terakhir bersama senjata kesayangan saya ini,” kata Ismail, rekan Salman.

Ismail mengaku sudah bertahun-tahun hidup bersama senjata itu. Kemanapun ia pergi senjata jenis AK-47 itu tidak pernah lepas dari genggamannya. Bahkan saat tidur di tengah hutan pun, senjata tetap siaga di sisinya.

Betapapun kedekatannya dengan senjata itu, tapi demi perdamaian di Aceh, Ismail mengaku ikhlas untuk menyerahkannya kepada AMM. “Ya, saya ikhlas. Sebab, batas waktu menggunakan senjata memang telah berakhir,” tegasnya.

Ismail dan rekannya yang lain hanya bisa terdiam ketika tim AMM mengumpul senjata itu. Satu persatu senjata ditempatkan di bawah mesin gerinda yang biasa digunakan untuk memotong besi atau baja. Dalam hitungan detik, komponen penting senjata, seperti tabung peluru dan pelatuk kokang, pun bercerai berai.

Maka, punah sudah sejarah senjata tersebut. Yang tinggal hanyalah puing-puing besi sebagai barang bukti. Ismail, Salman dan GAM lainnya hanya tergelang-gelang menyaksikan kerja cepat tim AMM tersebut.

Proses penyerahan senjata tahap pertama berlangsung sukses. Pasukan GAM yang datang secara bergerombolan ke lokasi penyerahan tersebut di Blang Padang, muncul bersamaan dengan menggunakan mobil. Tidak seorang pun dari mereka yang datang dengan menenteng senjata. Semua senjata tersebut sudah dimasukkan ke dalam karung beras. Karung-karung itu ditumpuk di dalam bagasi mobil. Baru setelah sampai di lokasi, semua senjata tersebut diperiksa kembali.

Sesuai dengan butir yang tertuang di MoU, GAM harus menyerahkan sebanyak 840 senjata hingga Desember 2005 nanti. Jenis senjata yang diserahkan harus merupakan yang asli, bukan jenis rakitan. Beberapa jenis senjata organik GAM antara lain AK-47, SSI, AK-56, RPG, GLM dan beberapa pucuk pistol jenis Barreta.

Saat penyerahan tahap pertama berlalu, pihak AMM memang menemukan ada beberapa senjata rakitan yang ikut diserahkan. “Kalau senjata rakitan, itu tidak dihitung alias didiskualifikasi,” kata Peter Feith.

Setidaknya sudah 36 senjata GAM yang didiskualifikasi. Meski demikian, toh, jumlah senjata yang diserahkan GAM tahap pertama September lalu tetap saja melebihi yang ditargetkan sebelumnya.

AMM meminta GAM menyerahkan 210 pucuk senjata GAM. Nyatanya yang diterima 243 pucuk. “Ini sebuah kemajuan yang harus kita pertahankan,” kata Peter Feith. Jumlah itu mencapai mendekati 30 persen dari semua senjata GAM. Padahal semua hanya ditargetkan 25 persen.

FOTO: Dok. Adi Warsidi

Selain di Lapangan Blang Padang, proses penyerahan senjata tahap pertama juga berlangsung di Kampung Blang Rangkuluh, Kec Peudada, Bireuen. Panglima GAM Wilayah Batee Iliek, Darwis Jeunib, terlihat begitu antusias memimpin anggotanya ramai-ramai menyerahkan senjata. Keseriusan itu terlihat dari semangat Darwis dan pasukannya yang sudah berada tidak jauh dari lokasi penyerahan senjata dua hari sebelumnya. Seraya menunggu, mereka sempat pula ngobrol dan minum kopi bersama warga.

Kepada Tim AMM yang datang ke wilayah itu, Darwis memperlihatkan semua senjata yang sudah mereka masukkan ke dalam karung. “Inilah senjata yang kami gunakan selama ini. Kami serahkan semua kepada AMM,” katanya. Senjata tersebut antara lain jenis AK 47, M16, hingga pistol. Penyerahan senjata itu, kata Darwis, bukti iktikad baik untuk menciptakan perdamaian.

Melihat situasi itu, wajar jika AMM dan TNI merasa puas. Tapi kerja masih panjang. Setelah di Banda Aceh dan Bireuen, AMM memperluas kerjanya ke wilayah lain. Oktober ini proses penyerahan senjata akan berlangsung di wilayah selatan Aceh. Diharapkan akan diperoleh sekitar 120 hingga 200 pucuk senjata lagi.

AMM yakin, masih banyak senjata GAM yang disimpan. “Karena itu kami berupaya maksimal sehingga butir-butir kesepakatan dijalani tanpa ada cacat,” kata Peter Feith.

Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto ikut menyambut langkah penyerahan senjata itu. “TNI sangat berterimakasih dan ‘surprise’ dengan langkah-langkah yang diambil GAM untuk melaksanakan nota kesepahaman damai,” katanya. Ia berharap, proses penyerahan sejata berikutnya tetap berjalan semakin lancar.

Saat bersamaan, di Jakarta mulai muncul suara-suara miring yang mempersoalkan senjata GAM. Terutama datang dari kalangan anggota DPR di Jakarta. Mereka mempersoalkan jumlah senjata GAM yang sebenarnya.

Menurut yang tercantum dalam MoU, GAM hanya diminta menyerahkan minimal 840 pucuk senjata. Jumlah itu sebenarnya lebih besar dari perkiraan TNI yang semula menduga kalau hanya punya sekitar 700 pucuk senjata. Itu sebabnya butir MoU tersebut dinilai sangat maju.

Tapi setelah suksesnya proses penyerahan senjata itu, kalangan anggota DPR mempersoalkan kembali jumlah senjata GAM yang sesungguhnya. Mereka yakin, senjata milik GAM lebih dari 840 pucuk, melainkan 1.680 pucuk. Hal ini terungkap dari rapat tertutup antara Badan Intelijen Nasional (BIN) dan Komisi I DPR RI di Jakarta 14 September 2005.

Andaikata pernyataan Kepala BIN benar, berarti jika proses penyerahan 840 senjata selesai akhir tahun ini, masih ada lagi 840 pucuk senjata yang beredar di tangan masyarakat sipil. Senjata-senjata itu umumnya disimpan di tempat-tempat sangat rahasia. Beberapa di antaranya ada yang ditanam di bawah tanah.

Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman, Kepala BIN Syamsir Siregar meminta TNI diberi akses untuk masuk ke seluruh markas GAM yang ada. Sebaliknya, GAM juga akan diberi akses untuk memeriksa jumlah pasukan TNI yang berada di Aceh.

Namun, baik AMM, Panglima TNI, dan GAM tidak mau berlarut dalam perdebatan ini. Peter Feith tetap merujuk kepada ketentuan yang berlaku dalam 840 senjata. “Kita hanya menuntut agar GAM jangan sampai menyerahkan senjata kurang dari jumlah itu,” katanya.

Endriartono Sutarto juga tidak ikut terlibat soal perdebatan jumlah senjata itu. “TNI tidak mempermasalahkan hal itu lagi. Kalaupun GAM punya 5.000 atau sejuta pucuk senjata pun, kita tidak lagi masalah. Yang jelas sampai akhir Desember tidak boleh ada lagi senjata yang beredar di masyarakat,” ujarnya.

Setelah 31 Desember, jika kelak ada sipil yang tertangkap menentang senjata, Endriartono berjanji kalau TNI akan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. “Ini hukum yang harus ditegakkan. Hukum di NKRI,” katanya.

Seperti diketahui, sejak Januari tahun depan, jumlah pasukan TNI yang ditempatkan di Aceh mencapai 13 ribu personil. Kekuatan itu ditambah lagi dengan jumlah anggota Polri mencapai hampir 10 ribu. Kekuatan mereka diharapkan akan bisa menjaga warga sipil dari kemungkinan gangguan orang-orang bersenjata.

Pihak GAM sendiri berjanji akan membantu aparat keamanan untuk memberi tindakan kepada anggota mereka yang kelak terlibat dengan kekerasan. [Tim acehkita].

Naskah ini pertama sekali dipublikasikan di Majalah Acehkita, edisi Oktober 2005.

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU