BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Rendahnya ketaatan masyarakat Aceh kepada hukum menjadi kendala dalam upaya mengurangi jatuhnya korban bila bencana terjadi. Meski larangan pendirian bangunan di daerah rawan bencana telah dikeluarkan, namun larangan tersebut kerap diabaikan, sehingga jatuhnya korban saat bencana tak terelakkan.
“Selama ini, larangan pendirian bangunan di daerah rawan bencana telah dikeluarkan untuk menghindari korban. Tapi ketaatan masyarakat pada masih sangat rendah,” kata wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar di Banda Aceh, Rabu (10/5), pada lokakarya sosialisasi Data dan Bencana Indonesia (DIBI) Aceh, di Hermes Palace Hotel, kemarin. Acara yang difasilitasi UNDP itu, turut dihadiri pejabat pemerintah Aceh, perwakilan SKPD Kabupaten/Kota, LSM lokal maupun Internasional, serta unsur Tsunami and Disaster Mitigation Reseach Center (TDRMC).
Nazar mengatakan pemerintah terus berupaya mensosialisasikan upaya penyelamatan kepada masyarakat untuk mengurangi risiko dari suatu bencana termasuk jatuhnya korban. Namun upaya itu juga harus dibarengi dengan partisipasi masyarakat.
“Selaku pemerintah kita terus menjaga keselamatan mereka (warga-red), di segala bidang. Tapi jangan sampai mereka sendiri yang merusak. Jadi harus ada partisipasi,” kata Nazar.
Nazar mencontohkan pelanggaran yang dilakukan pengusaha tambang pasir di kawasan Aceh Besar, yang mengakibatkan terjadi abrasi tebing sungai Krueng Aceh. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian besar. Untuk itu, tim penertiban dari provinsi dan kabupaten akan menertibkannya.
“Kami sedang berkordinasi untuk menertibkan hal ini. Masyarakat diminta melapor, jika mendapat informasi agar segera ditindak lanjuti,”pintanya.
Sementara itu, Ridwan Yunus staf Crisis Prevention & Recovery Unit (CPRU ) UNDP mengatakan, DIBI merupakan alat konseptual dan metodologikal untuk membuat data kerugian dan kerusakan yang disebabkan bencana atau kondisi darurat. []