BIREUEN | ACEHKITA.COM – Pergantian khatib salat Idul Fitri 1431 H dari Tgk H Hasanoel Bashry kepada Prof Dr H Alyasa Abubakar dilakukan secara mendadak. Pergantian ini memantik sejumlah komentar dari kalangan santri dan warga. Pasalnya pergantian tersebut dianggap ada unsur politik yang melatarbelakanginya.
Sebelumnya, pada 8 Juni 2010, Tgk Hasanoel Basri, Pimpinan Dayah Mudi Mesjid Raya Samalanga menerima faks dari Biro Keistimewaan Aceh berupa surat permintaan kesediaan Abu Mudi, sebutan Tgk. H. Hasanoel Bashry, untuk menjadi khatib pada Hari Raya Idul Fitri 1431 H. Surat itu ditandatangani Sekda Aceh Husni Bahri TOB, atas nama Gubernur Aceh bernomor 003.2/49327.
Menurut salah seorang guru dayah Mudi Mesjid Raya, beliau diminta untuk mengirim draf khutbah paling lambat tiga minggu sebelum hari H. “Draf tersebut sudah dikirim pada minggu pertama Ramadhan. Namun, pada 8 September 2010, Abu Mudi diberitahu oleh pihak Biro Keistimewaan Aceh, bahwa atas perintah Gubernur Aceh, khutbah Idul Fitri diganti oleh Prof. Alyasa Abubakar. Pergantian tersebut menurut pihak Biro Keistimewaan Aceh, atas instruksi Gubernur,” kata orang terdekat Tgk Hasanoel Basri yang tak ingin disebutkan namanya.
Tgk H Hasanoel Bashry sendiri menanggapi hal itu dengan sikap biasa-biasa saja. Menurut Abu Mudi, menerima permintaan menjadi khatib Idul Fitri sebagaimana tersebut dalam surat Sekdaprov Aceh. “Hanya dengan niat untuk memberikan ceramah/khutbah dalam rangka penyampaian syiar Islam dan syiar hari raya secara khusus. Tidak masalah dengan pembatalan tersebut,” kata Tgk Hasanoel Basri kepada acehkita.com.
Tgk Hasanoel Bashry melihat pergantian dirinya menjadi khatib mungkin ada implikasinya dari konflik-konflik kekuasaan yang sedang terjadi di Aceh. “Saya sendiri sama sekali tidak mau masuk dan terlibat dalam wilayah itu. Harapan saya ke depan, tolong konflik itu jangan di bawa ke wilayah agama (khutbah hari raya). Sungguh tidak beretika kalau konflik kekuasaan dibawa ke wilayah ritual ibadah,” ingat Abu Mudi. []