JAKARTA | ACEHKITA.COM – Ketua dan anggota Komisi Independen Pemilihan Simeulue, Nagur dan M. Daud H, melayangkan gugatan terhadap KPU RI. Gugatan itu dilayangkan terkait dengan keputusan KPU yang memberhentikan mereka dari Komisi Pemilihan Simeulue.

Gugatan dua komisioner KIP Simeulue tersebut telah didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Jakarta pada 8 Desember 2014 lalu oleh Kuasa Hukum Mahmuddin. Selain KPU, DPRK Simeulue ikut digugat.

Kasus ini diawali oleh adanya pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu ke Kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), tanggal 26 Mei 2014 masing-masing oleh beberapa pengadu yakni, Hamsipar, Asnawi, Majakub, dan M. Johan masing-masing sebagai calon legislatif DPRK Simeulue.

Atas dasar pengaduan tersebut, DKPP telah memanggil dan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang penyelenggara pemilu di Simeulue termasuk Nagur dan M. Daud H. DKPP yang melakukan pemeriksaan terhadap pengaduan tersebut, pada tanggal 10 September 2014 memutuskan memberhentikan secara tetap Nagur, Ama, dan M. Daud. DKPP juga mengeluarkan peringatan kepada tiga komisioner KIP Simeulue yang lain: Chairuddin, Ikhramullah, dan Marzan. DKPP juga memerintahkan KIP Aceh mengeksekusi putusan ini.

Menurut Mahmuddin, secara hukum putusan DKPP tersebut tidak dapat dilaksanakan (non eksekutabel), baik oleh KIP Aceh maupun oleh KPU. Alasannya, Aceh merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan berbeda dengan provinsi lain di Indonesia. “Karena Aceh diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat Aceh sendiri,” ujar Mahmuddin dalam siaran pers yang diterima acehkita.com, Jumat (12/12/2014).

Mahmuddin menambahkan, pemberhentian dua Nagur dan M. Daud H dari KIP Simeulue tidak memiliki landasan hukum yang kuat, apalagi jika dilihat dari klausul pemberhentian dan pergantian anggota KIP di Aceh.

“Jadi tidak ada alasan klien kami diberhentikan, karena itulah kami menggugat,” kata Mahmuddin.

Ada lima orang yang diadukan melanggar kode etik penyelenggara pemilu, tetapi menurut Mahmuddin, menjadi tidak adil ketika DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap hanya kepada kliennya saja, sedangkan tiga teradu lainnya DKPP hanya memberikan sanksi peringatan saja. “Hal ini jelas tidak adil dan tidak dapat diterima oleh klien kami,” kata Mahmuddin.

Oleh karena itu, Mahmuddin meminta PTUN Jakarta membatalkan keputusan KPU yang memberhentikan Nagur dan Daud. []

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.