Tuesday, April 30, 2024
spot_img

Dari Karawang Hingga Sentosa

MATAHARI baru saja tenggelam di ufuk barat saat lelaki tua itu tiba di sebuah pondok. Dia datang dengan mengendarai sepeda motor. Wajahnya sudah mengerut dimakan usia. Rambutnya yang hampir semua memutih itu disisirnya serong.

Agus Setyadi/ACEHKITA.COM
Meski batang usianya sudah tinggi, dia masih mampu melihat tanpa bantuan kacamata. Dia sangat hati-hati bicara tentang usaha yang digelutinya. Dialah yang pertama membudidayakan jamur merang di bumi Serambi Mekkah.

Sarwan TA, begitu nama sang pemilik budidaya jamur Lee Guna. Ia sudah menggeluti usahanya sejak 1999 silam. Usaha yang digelutinya itu bermula ketika ia membaca Trubus, sebuah majalah pertanian, pada suatu hari di tahun 1994.

Sebelum budidaya jamur, Sarwan membuka usaha pembuatan limun pada tahun 1976 di kampung halamannya Sentosa, Beureunuen, Pidie. Namun usahanya harus gulung tikar pada 1982 karena sudah banyak saingan. Setelah usahanya gulung tikar, ia sempat mengadu nasib ke negeri jiran Malaysia. Lima belas tahun ia bolak balik Malaysia–Aceh, namun lagi-lagi nasib belum berpihak padanya.

Pada 1994, sewaktu masih bolak balik ke Malaysia, secara tidak sengaja ia membaca majalah Trubus yang membahas masalah pertanian. Lantas ia tertarik dengan ulasan budidaya jamur di majalah tersebut.

“Saya tertarik dengan cerita sukses itu. Lagi pun, jamur merang cocok dibudidayakan di Aceh, karena cuacanya sama dengan di Karawang,” kata Sarwan saat acehkita.com menememuinya di tempat usahanya di kawasan Cot Iri, Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, pada sebuah sore di bulan Maret lalu.

Berbekal semangat yang kuat, pada 1997 ia berangkat ke Karawang, Jawa Barat, untuk memperdalam ilmunya tentang tatacara membudidayakan jamur. “Saya tiga kali magang di Karawang, dan semua biaya saya tanggung sendiri,” sambungnya.

Tepat pada 1999 ia membuka usahanya di kampung halamannya, Desa Sentosa, Beureunuen, saat ia masih menjabat kepala desa di sana. Sayang, usahanya tidak berkembang pesat. Tak banyak yang mengenal usahanya itu dan pembelinya juga terbatas.

Setiap panen ia membawa jamur-jamurnya itu ke pelbagai instansi pemerintahan yang ada di Pidie. Ia kerap mempromosikan jamur-jamurnya ke pelbagai elemen masyarakat. Jamur-jamurnya juga sempat beberapa kali membusuk akibat tidak bisa menembus pasar Sigli. Sebab, kala itu Aceh masih bergejolak: konflik menjadi raja di tanah bertuah ini.

Pernah suatu waktu, Sarwan terpaksa balik arah dalam perjalanan ke Sigli. Sesampai di Caleue, Kecamatan Indrajaya, ia dihadang kontak tembak antara pasukan pemerintah dengan gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka. Ia pun, tak bisa memasok jamur-jamur itu ke langganannya di Sigli. Waktu itu, ia menderita kerugian.

Namun, ia tak patah arang. Ia terus berusaha mempertahankan budidaya jamur yang digelutinya. Beruntung, pada 2002, Bupati Pidie kala itu, Abdullah Yahya, memberinya dana sebesar Rp50 juta. Itu merupakan dana bantuan untuk korban pemberlakuan daerah operasi militer.

Oya, Sarwan pernah ditahan oleh pasukan khusus TNI, Kopassus, di Rumoh Geudong selama lima bulan. Rumoh Geudong merupakan kamp penyiksaan bagi masyarakat yang ditangkap dengan tuduhan terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka. Di sini, Sarwan sempat mengalami penyiksaan dari pasukan pemerintah itu.

Ia juga mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah di tingkat provinsi. Gubernur Aceh Abdullah Puteh, memberinya sedikit uang saat bertemu di sebuah pameran di Taman Sari, Banda Aceh.

Bermodal uang 60 juta rupiah, ia kemudian membuka usahanya di kawasan Peurada, Banda Aceh. Ia pindah ke Banda karena di Sigli usahanya tidak berkembang. Setelah pindah ke Banda, usahanya berkembang pesat bak cendawan di musim hujan.

Di Peurada, Sarwan membuka sembilan kumbung tempat budidaya jamur dengan penghasilan mencapai 250 sampai 350 kilogram perbulannya. Meski begitu, ia juga sempat mengalami kegagalan yaitu tidak mencapai target yang diharapkan.

“Gagal di sini dalam artian tidak tumbuh. Itu disebabkan karena bibitnya kurang bagus,” kata pria kelahiran Sentosa, 62 tahun lalu itu.

Ia mendatangkan bibit-bibit jamur langsung dari Karawang. Selain bibit, dedak, kapur dan media pembuatan jamur lainnya seperti jerami yang didatangkan dari Blang Bintang, Aceh Besar, serta pelepah sawit yang didatangkan langsung dari Lhoksukon, Aceh Utara.

Agus Setyadi/ACEHKITA.COM
Saban pagi ia mengantarkan jamur-jamurnya ke pelbagai tempat yang menjual aneka olahan mie jamur seperti Mie Midi, Mie Lala, Bakmi Ijo, Dhapu Kupi dan sejumlah tempat lainnya. Ia juga menjual jamur kepada pedagang di Pasar Peunayong.

Sarwan tak pelit ilmu. Dengan tangan terbuka, Sarwan menerima mahasiswa magang untuk mempelajari teknik budidaya jamur merang. Bukan hanya mahasiswa, warga pun banyak yang tertarik belajar pada Sarwan. Karena ingin berbagi ilmu dengan orang lain, Sarwan acap hadir pada seminar, lokakarya, atau diundang sebagai pembicara soal jamur merang. Ia memenuhi setiap undangan mengajar (berbicara) jika punya waktu.

“Setiap hari ada mahasiswa magang di sini,setiap yang magang harus bayar dengan harga yang telah ditentukan. Warga dari berbagai daerah juga banyak yang belajar di sini,” aku ayah lima anak itu.

Ia mengatakan sudah banyak anak didiknya membuka usaha yang sama di berbagai tempat. Walaupun sudah banyak cabang, ia belum berniat untuk membuat bibit sendiri. Menurutnya, biaya pembuatan bibit itu sangat tinggi dan media untuk membuatnya pun tidak tersedia di Aceh.

Akhir Desember 2011, usahanya harus pindah ke kawasan Cot Iri, Kecamatan Krueng Barona Jaya, karena tempat semula sudah habis masa sewanya. Di Cot Iri, ia dibantu dua orang karyawan. Di tempat yang seluas 870 x 900 meter itu, ia membuka tiga kumbung untuk budidaya jamurnya.

Rizal (20), seorang karyawan Jamur Lee Guna, menyebutkan, jamur merang selain enak untuk dimakan juga dapat menjadi obat yang dapat menyembuhkan aneka macam penyakit. “Banyak orang yang sudah berobat ke Penang sembuh dengan makan jamur ini,” kata pria asal Idi tersebut.

Ia menambahkan, usaha budidaya jamur sangat menarik untuk dikembangkan. Ia juga berniat membuka usaha itu di kampung halamannya suatu saat, kala ia berkecukupan modal.

Sarwan bangga, jika kelak ada bekas anak buahnya yang mengikuti jejaknya: sebagai petani jamur merang. “Saya bangga,” kata Sarwan, yang bisa dibilang orang pertama membudidayakan jamur merang di Aceh. []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU