BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Koalisi NGO HAM Aceh mengkritik sikap DPRA yang hingga kini belum membahas Rancangan Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Padahal, qanun ini diharapkan menjadi penawar hati bagi korban konflik di provinsi ini.
Direktur Koalisi NGO HAM Aceh Evi Narti Zain dalam keterangan tertulis yang dikirim ke wartawan menyebutkan, Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sangat diperlukan untuk memberikan rasa keadilan bagi warga sipil yang menjadi korban dalam konflik Aceh.
Namun sangat disayangkan, sebut Evi, anggota DPRA malah masih mempersoalkan aturan formal yang membingungkan korban pelanggaran HAM.
“Di tingkat lokal Aceh, kondisi ini diperparah lagi oleh ulah anggota dewan yang jelas-jelas menunjukkab sikap ketidakberpihakan mereka terhadap korban pelanggaran HAM,” kata Evi di Banda Aceh, Ahad (7/8). “Tuntutan para korban, selalu ditanggapi dengan sejumlah janji-janji manis, yang kemudian hari dapat dikatakan sebagai sikap pembohongan publik.”
Tudingan DPRA melakukan pembohongan publik dilontarkan Koalisi karena pada Desember 2010 sejumlah anggota dewan telah menyepakati untuk menbahas dan mengesahkan Qanun Komisi Rekonsiliasi pada Juni 2011. Tapi hingga Agustus legislatif belun membahas qanun tersebut.
Evi menyebutkan, pada Desember 2010 Ketua DPRA Hasbi Abdullah, Wakil Ketua Sulaiman Abda, Ramli (Ketua Fraksi Partai Aceh), Fuady Sulaiman (Fraksi PKS dan PPP), dan Muhibbussabri (Partai Daulat Atjeh) menandatangani komitmen untuk menuntaskan pembahasan Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Komitmen diteken setelah didesak Aliansi Korban Pelanggaran HAM dan Mahasiswa Aceh.
“Namun sangat disayangkan, hingga saat ini, hampir tiga bulan setelah jatuh tempo seperti komitmen yang ditandatangi oleh anggota dewan, belum ada kejelasan mengenai nasib Qanun KKR,” ujar Evi.
Karena itu, Koalisi mendesak pemerintah dan legislatif untuk lebih mementingkan kepentingan rakyat korban pelanggaran HAM. Mereka juga mendesak segera membahas Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. []