Ilustrasi_LesbianBANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Penangkapan dua perempuan yang diduga lesbian di Banda Aceh mengundang perhatian lembaga pemerhati hak asasi manusia, Human Rights Watch. Lembaga berbasis di New York itu menilai penangkapan itu sebagai bentuk diskriminasi.

Direktur Program LGBT pada Human Rights Watch Graeme Reid menyebutkan, penangkapan dua perempuan berusia 18 dan 19 tahun itu merupakan penyalahgunaan wewenang polisi (syariat) dan mengancam semua orang di Indonesia.

“Pemerintah Indonesia perlu menekan Aceh untuk mencabut hukum baru yang diskriminatif ini,” sebut Reid dalam pernyataan resmi lembaga itu, Jumat (2/10/2015).

Seperti diberitakan sebelumnya, Polisi Syariat (Wilayatul Hisbah) menangkap dua perempuan yang diduga lesbian di kawasan wisata Ulee Lheue, Banda Aceh, Senin (28/9/2015) tengah malam.

Saat ditangkap oleh petugas patroli rutin WH, keduanya sedang berangkulan dan berpelukan. Keduanya lalu dimintai keterangan di Kantor WH Banda Aceh.

“Terbukti mereka pasangan lesbian. Awalnya sulit untuk membuktikannya, namun mereka mengaku dan kami melihat bukti-bukti foto yang ada pada handphone mereka,” ujar Kepala Seksi Penegakan Peraturan Undang-undang dan Syariat Islam pada Polisi Syariat Banda Aceh, Evendi A. Latief kepada acehkita.com, Sabtu (3/10/2015).

(Baca: Diduga Lesbi, Dua Wanita Ditangkap Polisi)

HRW menyebutkan bahwa penangkapan itu melanggar Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia pada 2005 lalu. Kovenan itu melindungi hak privasi dan keluarga, kebebasan agama, kebebasan berekspresi.

Kovenan juga melarang terjadinya diskriminasi berbasis jenis kelamin, agama, dan status lain seperti orientasi seksual.

HRW juga mengutip laporan PBB pada 2014 yang menyebutkan bahwa dalam lima tahun terakhir ini “situasi LGBT di Aceh dan masyarakat marginal semakin memburuk”.

HRW mendesak legislatif Aceh untuk mencabut qanun yang diskriminatif. Gubernur Zaini Abdullah juga diminta untuk menghentikan tindakan Polisi Syariat untuk menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan “tindak pidana” seperti kesamaan orientasi seksual.

“Hukum disktriminatif dan retorika publik oleh pejabat menciptakan iklim ketakutan bagi orang-orang LGBT di Aceh,” ujar Reid. []

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.