Zul/ACEHKITA.COM

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mendesak pimpinan TNI menarik semua pasukan TNI dari Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara, karena keberadaan TNI di sana dapat membawa dampak psikologis dan trauma bagi masyarakat setempat yang hidup pasca-konflik.

Desakan itu disampaikan Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra, dalam pernyataan pers yang diterima acehkita.com, Rabu (25/3/2015) kemarin. Siaran pers tersebut dirilis terkait kasus tewasnya dua anggota intel Kodim 0103 Aceh Utara sehari sebelumnya di kawasan tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, dua anggota intel Kodim Aceh Utara yaitu Serda Hendrianto dan Sertu Indra Irawan ditemukan tewas dengan luka tembak, Selasa (24/3/2015) di kawasan Nisam Antara. Keduanya diduga diculik kelompok bersenjata yang belum teridentifikasi pada Senin (23/3/2015).

Menurut KontraS Aceh, kendati yang menjadi korban adalah anggota TNI, tetapi proses hukum untuk mengusut kasus tersebut sepenuhnya berada pada pihak kepolisian.

“Seharusnya TNI yang profesional yaitu tentara terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsipi demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional dan internatioanal yang telah dirafikasi,” ujar Hendra.

Dia menambahkan penting bagi pemerintah dan semua pihak tidak melibatkan TNI di luar tupoksi seperti keterlibatan TNI dalam upaya swasembada pangan.

Menurut data KontraS Aceh, TNI telah beberapa hari berada di Nisam Antara untuk menyelidiki kelompok bersenjata yang diduga bersembunyi di sana. “Ini menunjukan TNI sedang melakukan operasi militer non-perang. Seharusnya dalam melakukan operasi militer non-perang, TNI tetap tunduk dan patuh di bawah koordinasi sipil dalam urusan kamtibmas yaitu pihak kepolisian,” tegasnya.

Dalam pernyatannya, Hendra juga mendesak kepolisian selaku penanggung jawab keamanan di Aceh untuk mengungkapkan motif kriminalitas bersenjata api yang marak terjadi di Aceh. Kalau kriminalitas bersenjata api terus dibiarkan, ujarnya, diprediksi akan mengusik perdamaian yang sudah dirasakan masyarakat Aceh.

Disebutkan bahwa hasil monitoring KontraS Aceh meningkatnya angka kriminalitas bersenjata di pantai timur dua bulan terakhir menunjukan bahwa aparat penegak hukum belum mampu mengungkapkan dalangnya dan motifnya, sehingga membuat resah masyarakat.

“Penculikan yang menyebabkan kematian dua anggota TNI jangan sampai membuka ruang bagi keterlibatan TNI dalam upaya penuntasan kriminal bersenjata api maupun upaya penegakan hukum dan kambtibmas, karena pemberantas kriminalitas murni merupakan tugas kepolisian,” ujarnya.

Akibat kasus itu, tambah Hendra, masyarakat merasa tidak nyaman meski berada dalam situasi damai, karena TNI dan kepolisian masih bersiaga di sekitar Nisam Antara. Kondisi ini merupakan protret buram terhadap penegakan hukum dalam mengelola situasi keamanan dalam proses mengisi perdamaian yang sudah dirajut di Aceh.

KontraS Aceh juga meminta kepada Pemerintah Aceh tidak terlalu reaktif dalam menyikapi situasi keamanan di Aceh saat ini dengan mengeluarkan statement aneh-aneh seperti “tangkap hidup atau mati pelaku”. Pernyataan Pemerintah Aceh seharusnya bisa membuat menyejukkan suasana, bukan malah membuat situasi bertambah tidak bisa di kontrol.[]

RILIS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.