BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Zaini Abdullah, petinggi Gerakan Aceh Merdeka, “kembali menjadi” dokter. Di Teumieng Clinic, Zaini memeriksa satu per satu warga yang berobat pada pengobatan massal gratis di Peukan Kampung Simpang Empat Upah, Kecamatan Karang Baru, Senin (10/10).
Zaini Abdullah menjadi dokter di pengobatan massal itu sekembali dari pertemuan masyarakat Aceh yang tergabung dalam kongsi Aceh Sepakat di Medan, Sumatera Utara. Begitu acara pengobatan massal digelar, Zaini menyanggupi untuk menjadi dokter untuk mengobati para pasien yang berobat di Teuming Klinik.
“Masyarakat sangat antusias dan terharu karena diobati dan bertemu kembali dengan Doto Zaini Abdullah,” kata Muzakkir Hamid, salah satu pengurus Partai Aceh, dalam siaran pers yang dikirim ke wartawan, Senin (10/10) siang.
Pengobatan massal itu menjadi ajang nostalgia bagi Zaini Abdullah. 35 tahun lalu, tepatnya pada kurun waktu 1972 hingga 1976, Zaini Abdullah pernah menjadi dokter di Puskesmas Karang Baru dan Kota Kuala Simpang. Ia bertugas selama empat tahun, sebelum akhirnya terpaksa meninggalkan tugasnya setelah bergabung dalam barisan Gerakan Aceh Merdeka.
Di organisasi GAM, Hasan Tiro mempercayakan lelaki kelahiran Teureubue, Kecamatan Mutiara, Pidie, itu sebagai Menteri Kesehatan. Namun pada perubahan kabinet di tahun 2002, Zaini meninggalkan pos Menteri Kesehatan dan menjadi Menteri Luar Negeri.
Sejak bergabung dengan GAM, Zaini harus meninggalkan Aceh. Ia hengkang ke luar negeri melalui sebuah pantai di Jeunib, Bireuen, tak lama setelah GAM diproklamirkan pada 1976.
Setelah memperoleh suaka politik dan menjadi warga negara Swedia, Zaini meneruskan profesinya sebagai dokter. Ia membuka klinik kesehatan di Swedia, di sela-sela melaksanakan tugasnya sebagai petinggi GAM.
Kembali ke Aceh setelah Pakta Perdamaian antara GAM dan Pemerintah Indonesia diteken di Helsinki, 15 Agustus 2005, Zaini aktif di dunia politik. Ia terlibat dalam Partai Aceh, partai yang didirikan pentolan GAM. Pada pemilihan kepala daerah kali ini, Zaini Abdullah diusung sebagai calon gubernur, berpasangan dengan Muzakkir Manaf.
Namun, Zaini urung bertarung di perhelatan pesta demokrasi lantaran Partai Aceh tidak mengikuti pilkada. Partai Aceh menganggap pemilihan yang dilaksanakan Komisi Independen Pemilihan Aceh cacat hukum. []