BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Pemerintah Pusat didesak segera membentuk Pengadilan HAM (Hak Asasi Manusia) dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
“Ini penting bagi Pemerintah Indonesia untuk memperlihatkan penghormatannya kepada Hak Asasi Manusia,” kata Saifuddin Bantasyam, Pengamat Hukum dan HAM, dalam Diskusi Meretas Jalan Perjuangan Keluarga Korban Penculikan Konflik Aceh, di Asrama Haji, Banda Aceh, Selasa, (13/10).
Dalam UU PA tahun 2006, pembentukan pengadilan HAM diamanahkan harus terbentuk setahun setelah pengesahan. “Namun sudah tiga tahun setengah disahkan, Pengadilan HAM dan KKR tak terlihat wujudnya,” ujar dia.
Menurutnya, pembentukan Pengadilan HAM dan KKR di Aceh, selain untuk memberi rasa keadilan bagi masyarakat korban di tanah rencong, juga bagian dari menegakkan HAM di Indonesia.
Sejak orde baru hingga orde reformasi, pelanggaran HAM banyak terjadi di Indonesia. Di Aceh sendiri, yang banyak terjadi pada periode 1989 sampai 2003 dan saat Darurat Militer hingga Sipil diberlakukan (2003-2004).
Meski peraturan mengatur HAM sudah lumayan banyak dibuat, tapi pelaku pelanggaran minim yang diadili. “Dalam bidang penindakan ini, Indonesia tak mencatat kemajuan,” ungkap Saifuddin.
Sebelumnya, Gubernur Irwandi Yusuf, pernah menyurati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera mewujudkan Pengadilan HAM dan KKR di Aceh.
Selain terus minta Gubernur terus mendesak Pemerintah Pusat, Saifuddin juga meminta sejumlah pihak, mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) periode 2009-2014 yang didominasi dari Partai Aceh, untuk ikut melakukan hal sama, mewujudkan amanah MoU Helsinki di Aceh.
Asiah Uzia, pekerja KontraS Aceh menambahkan, keluarga korban untuk bersatu memperjuangkan hak keadilannya.
Adi Warsidi, seorang jurnalis yang juga pemateri di acara itu, berharap keluarga korban untuk mendidik anak-anaknya agar tak jadi generasi pendendam, dengan memberi pemahaman tentang agama dan HAM yang cukup. []