Thursday, April 25, 2024
spot_img

Sosok Algojo di Balik Jubah [1]

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM – Baju gamis longgar menjulur hingga lutut. Seluruh bagian kepala diselimuti jubah. Di bagian mata dan telinga ada kain terikat ke belakang. Hanya di matanya kain berlubang, sehingga sosok di balik jubah itu bisa melihat. Sepotong rotan yang panjangnya satu meter terhunus di tangan bersarung.

Foto: Nurdin Hasan/ACEHKITA.COM
Foto: Nurdin Hasan/ACEHKITA.COM
Cara berpakaian demikian disengaja agar sosok di balik jubah tidak dikenali oleh siapapun. Tugasnya, adalah mencambuk pelanggar syariat Islam di Aceh, yang dilakukan di hadapan orang ramai. Meski tak ada aturan resmi, biasanya digelar di halaman masjid utama di ibukota kabupaten yang ada di Aceh.

Enam tahun telah berlalu sejak prosesi hukuman cambuk pertama dilaksanakan, namun tak seorangpun tahu identitas algojo yang mengeksekusi cambuk. Publik di Aceh hanya tahu kalau mereka anggota Wilayatul Hisbah (WH) atau polisi syariah. Tugas utama mereka, mengawasi pelaksanaan syariat Islam yang diberlakukan di Aceh secara parsial sejak 2001.

Lelaki bertubuh atletis berusia 33 tahun itu tersenyum malu dan agak grogi saat ditanya sudah berapa kali menjadi eksekutor cambuk terhadap pelanggar syariat Islam di Aceh. Dia adalah seorang algojo yang pertama mengeksekusi pelanggar syariat. Sekedar diketahui, hukuman cambuk pertama sekali dilaksanakan di Bireuen, 24 Juni 2005.

Sesekali dia menundukkan wajahnya. Demi tetap menjaga kerahasiaan karena ia masih diperintahkan menjadi eksekutor cambuk, lelaki yang telah menikah dan dikarunia seorang putra berusia dua tahun itu meminta hanya dituliskan inisial namanya saja, M.

Ditemui di sebuah tempat di Banda Aceh, Selasa (24/5), M mengisahkan ketika pertama kali dia diminta menjadi algojo cambuk, enam tahun silam. Kala itu, dia anggota WH berstatus tenaga kontrak dan belum menikah. Usianya juga masih tergolong muda, tapi sudah diberikan “kepercayaan” menjadi eksekutor pelanggar syariat.

Malam menjelang pelaksanaan eksekusi cambuk itu, M tak bisa tidur nyenyak. Ia mengaku benar-benar gundah karena takut terjadi kesalahan ketika mencambuk meski sebelumnya telah membaca semua aturan tentang tata cara pelaksanaan hukuman cambuk. Dia juga telah dibriefing oleh jaksa tentang cara mengayun rotan. Namun, kegundahan karena takut salah tetap tak bisa ditepis.

Ribuan warga memadati halaman Masjid Agung Bireuen untuk melihat prosesi hukuman cambuk pertama digelar di Aceh. M yang telah mengenakan baju gamis dan jubah, di sebuah ruang tertutup dalam masjid usai salat Jumat, berjalan ke panggung berukuran 6 x 4 meter yang dihiasi umbul-umbul, dengan diapit dua orang jaksa.

“Waktu naik ke panggung, saya benar-benar grogi karena ribuan orang melihat. Pikiran saya terngiang-ngiang bagaimana kalau saya salah mencambuk, tak sesuai aturan. Bagaimana kalau sampai orang yang saya cambuk itu marah dan memukuli saya,” katanya.

Dalam kebingungan dan kegundahan, M terus memanjatkan doa agar diberikan kekuatan oleh Allah, karena dia merasa yakin kalau tugasnya adalah bagian dari penegakan syariat Islam di bumi Serambi Mekkah. Dengan mantap, sesuai instruksi dan hitungan jaksa, M mengayun rotan ke punggung pelaku judi. Satu demi satu cambukan mendarat di punggung terhukum pelaku maisir sesuai putusan Mahkamah Syariah Bireuen. Tak terjadi kesalahan, seperti dikhawatirkan. Semua berjalan sesuai aturan.

Sejak itu, M semakin sering jadi eksekutor di sejumlah daerah dan tidak merasa canggung lagi. Tak kurang dari sembilan kali sudah ia menjadi algojo di beberapa daerah di Aceh.

M mengaku tidak ada seorang pun dalam keluarga besarnya yang tahu kalau dia seorang algojo cambuk. Malahan, orang tuanya sendiri tidak tahu kalau M adalah eksekutor pelanggar syariat. Kerahasiaan itu tetap terjaga.

“Tetapi, istri saya tahu karena pernah saya ceritakan. Tanggapannya biasa-biasa saja karena ini adalah bagian dari tugas saya sebagai seorang anggota WH,” kata M, yang tinggal di pinggiran Banda Aceh bersama istrinya dan buah hati mereka.

Apakah ada rasa kasihan ketika mencambuk orang? M mengaku tidak karena itu adalah tugas yang harus dilaksanakannya. Dia menyatakan mungkin akan muncul rasa kasihan kalau sampai harus mencambuk perempuan.

“Tapi saya belum pernah mencambuk perempuan. Mencambuk perempuan agak sulit karena terhukum berada dalam posisi duduk. Kalau tidak betul-betul mahir, bisa-bisa kena kepala,” katanya. “Namun, belum pernah terjadi orang yang kena kepala ketika dicambuk karena algojo adalah orang-orang pilihan dan terlatih.” [bersambung]

Baca Juga:
Sosok Algojo di Balik Jubah [2]

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU