Saturday, April 20, 2024
spot_img

Soal Busana, Banda Aceh Ogah Ikuti Meulaboh

BANDA ACEH | ACEHKITA.COM — Pemerintah Kota Banda Aceh menegaskan tidak akan mengeluarkan kebijakan yang melarang perempuan memakai celana panjang ketat, seperti halnya kebijakan kontroversial yang dikeluarkan Bupati Aceh Barat Ramli Mansur.

Wakil Walikota Banda Aceh Illiza Saaduddin Djamal mengatakan tidak mempermasalahkan kaum perempuan di kota berpenduduk lebih dari 300 ribu jiwa ini mengenakan celana panjang, asalkan jangan kelihatan hanya sekadar membungkus anggota tubuh. Pun begitu, Illiza mengaku ogah membuat aturan yang mengatur soal pakaian.

Perempuan tentu bisa membedakan mana yang layak dipakai dan mana yang tidak layak, kata Illiza usai pelantikan pejabat eselon III dan IV di Aula Balaikota, Jumat (30/10).

Bagi Illiza, celana panjang dikenakan kaum perempuan untuk leluasa beraktivitas. Illiza sendiri acap mengenakan celana panjang longgar saat menjalankan roda pemerintahan. Ia juga terlihat memakai rok saat menghadiri acara-acara resmi pemerintahan.

“Saya sendiri memakai celana panjang, di dalam rok ini. Siapa tahu terjadi sesuatu kan mudah larinya,” kata Illiza, “seperti hari ini, pegawai melakukan olahraga, kalau pakai rok kan sulit geraknya.”

Awal pekan ini, Bupati Aceh Barat Ramli Mansur mengeluarkan kebijakan melarang perempuan mengenakan celana jeans dan celana panjang ketat. Peraturan ini mulai diberlakukan pada 1 Januari 2010. Jika kedapatan, celana panjang yang sedang dikenakan kaum perempuan itu akan digunting. Sebagai gantinya, Ramli mengaku akan menyiapkan 7.000 rok.

Kebijakan ini menuai kontroversi. Di Bumi Teuku Umar sendiri, keputusan ini tak didukung bulat. Sejumlah warga yang diwawancarai acehkita.com mengaku keberatan dengan kebijakan nyeleneh bupati yang anggota Gerakan Aceh Merdeka itu.

Di Banda Aceh, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Muslim Ibrahim meminta agar Bupati Ramli mengkaji ulang keputusan tersebut. Di Jakarta, kontroversi makin merebak. Komisi Nasional Perempuan menilai keputusan itu diskriminatif. Menteri Dalam Negeri diminta untuk membatalkan aturan ini.

Lebih jauh, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi malah meminta Menteri Dalam Negeri bertindak terkait pengesahan Qanun Jinayat, atau undang-undang Syariah Islam, di Nangroe Aceh Darusalam.

“Yang pertama harus bertindak itu Mendagri, mengusahakan agar itu dibatalkan,” ujarnya kepada wartawan usai berbicara dalam seminar uji publik Qanun Jinayat di kantor Lemhanas Jakarta, Kamis (29/10). []

Redaksi
Redaksihttp://www.acehkita.com
ACEHKITA.COM hadir sejak 19 Juli 2003. Kami bisa dihubungi via @acehkita, redaksi[at]acehkita[dot]com

Baca Tulisan Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Stay Connected

0FansLike
21,903FollowersFollow
24,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -

TERBARU