RAMADAN adalah bulan istimewa dan seluruh kaum muslimin adalah tuan rumahnya. Ramadan merupakan anugerah Allah yang luar biasa. Saya beruntung bisa melaksanakan ibadah di negeri orang, sehingga mengenal banyak tantangan puasa di negeri orang. Saat ini saya sedang menyelesaikan pendidikan pascasarjana di Fakultas Teknik Universitas Istabul di Turki.
Alhamdulillah tahun ini saya berkesempatan lagi melaksanakan ibadah puasa Ramadan di Istanbul. Kedatangan bulan Ramadan disambut meriah oleh seluruh masyarakat yang negaranya berada di benua Asia dan Eropa. Beberapa hari sebelum memasuki bulan suci ini, jalan-jalan di Turki sudah dipenuhi dengan berbagai spanduk dan iklan yang bertemakan Ramadan. Di antaranya ada pemberitahuan iftar jama’i (buka puasa bersama) dan ucapan selamat Ramadan.
Namun, Ramadan tahun ini, khususnya untuk tarawih malam pertama, saya bersama dengan rekan-rekan mahasiswa Aceh lainnya memilih untuk pergi ke Masjid Sehzade yang berlokasi persis di depan gedung walikota Istanbul.
Masjid ini mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan dengan masjid-masjid lainnya yang ada di Kota Istanbul. Salat tarawih di sini imamnya membacakan satu juz ayat Al-Quran untuk setiap malamnya, sehingga ketika berakhir Ramadan, kita bisa khatam (tamat) Quran sekali.
Suara imamnya juga lumayan merdu ketika membacakan ayat suci Allah, sehingga membuat kita menjadi betah untuk salat di masjid ini. Walaupun bacaan ayatnya lumayan panjang, namun para jemaah pun tetap berdiri dengan sabar sampai salat selesai dilaksanakan.
Masjid Sehzade dibangun pada 1543 dan baru selesai tahun 1548 Masehi. Masjid ini dibangun oleh Mimar Sinan, yang merupakan seorang arsitek terkenal di masa khilafah Turki Usmani. Menurut cerita sejarah, masjid ini dibangun untuk mengenang kematian anak Sultan Sulaiman yang bernama Sehzade Mehmet, yang mangkat pada 1543, di usia 22 tahun. Oleh sebab itulah nama masjid ini juga diambil dari nama putra sultan.
Sahur dan Iftar
Saya harus bangun sekitar pukul 02.40 dinihari untuk memakan sahur. Sebab, di sini waktu imsak berkisar pada pukul 03.40 pagi. Karena masih dinihari, saya juga menyempatkan salat malam sembari menunggu waktu sahur dan salat subuh.
Umat Muslim Turki saban hari melaksanakan puasa hingga 17 jam. Waktu iftar (berbuka puasa) baru dimulai pada pukul 20.40. Sedangkan salat isya masuk pada pukul 22.30 dan selesai tarawih sekitar pukul 23.30. Salat tarawih di sini di setiap masjid yang saya kunjungi selama tiga kali Ramadan itu bilangan rakaatnya 20 dan belum pernah saya menjumpai masjid yang salatnya berbeda. Perbedaannya hanya pada jumlah rakaat dalam sekali salam, karena ada masjid yang dua rakaat sekali salam dan ada juga yang empat rakaat sekali salam.
Untuk layanan iftar, pemerintah Turki dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mendirikan tenda-tenda yang menyediakan makanan untuk berbuka. Hal ini sudah menjadi adat kebiasaan di Turki. Makanan yang ada ditenda-tenda tersebut tidak hanya disediakan bagi orang-orang yang berpuasa saja, namun juga dibuka untuk umum.
Suasana iftar di tenda kadang ada serunya juga. Saat itu saya dan seorang teman yang berkewarganegaraan India duduk satu meja dengan empat mahasiswa dari Monggolia, yang mana saat menunggu waktu iftar tiba, mereka sudah tidak tahan lagi untuk segera menikmati makanan yang dihidangkan. Salah satu dari mereka sampai mencicipi makanan tersebut. Bagi mereka hal itu sah-sah saja dilakukan dan tidak akan membatalkan puasanya karena memang mereka tidak menjalankan ibadah puasa dan juga bukan muslim.hehe.
Dengan sendirinya layanan tenda ini juga untuk memperkenalkan syiar Islam bagi para non-muslim yang ada di Turki. Sebab, negara ini dipenuhi oleh para pendatang di antaranya para mahasiswa yang sedang menempuh studi dan yang lainnya.
Kebersamaan iftar jama’i ditenda-tenda ini sangat terasa nuansa keislamannya, karena di samping bisa membangun rasa kebersamaan antara sesama, masyarakat di sini tetap mempertahankan adab-adab dalam Islam seperti sebelum mulai menikmati makanan ada yang memimpin doa. Begitu juga ketika selesai makan. Serba teratur. Nuansa islaminya kian terasa, meski secara administrasi kenegaraan mereka menganut paham sekularisme.
Layanan tenda ini juga berbeda-beda. Ada yang membagikan kartu musafir bagi para pengunjungnya untuk memudahkan mereka dalam memperkirakan seberapa banyak makanan yang harus dipersiapkan untuk pengunjung yang akan berbuka puasa di tempat mereka. Akan tetapi ada juga yang tidak membagikan kartu musafir ini. Bedanya, jika kita dapat kartu musafir kita sudah disediakan meja dan makanan pun disajikan.
Sedangkan jika kita tidak memiliki kartu musafir kita harus antre. Namun dua-duanya sangat menyenangkan karena suasana ini membuat kita bertemu dengan banyak orang yang berbeda-beda setiap harinya.
Mengenai menu untuk berbuka. Di Turki, setelah masuknya waktu berbuka kita disuguhkan kurma, zaitun, keju dan tak lupa juga corba. Corba ini seperti sup di tempat kita dan merupakan makanan pembuka pada setiap jamuan makan. Kemudian sup ini dimakan dengan roti yang juga sudah disiapkan.
Setelah corba ini dihabiskan barulah menu utamanya dihidangkan berupa nasi serta lauk lainnya seperti ayam, daging dan juga berbagai macam menu lainnya. Selanjutnya, para undangan juga disuguhkan kue-kue manis dan teh Turki sebagai menu penutupnya.
Masyarakat Turki biasanya senang melakasanakan berbuka puasa di pekarangan Sultanahmet. Biasanya selesai salat zuhur mereka sudah mulai berdatangan serta mengelar tikar untuk keluarga mereka masing-masing. Hal ini juga menjadi perhatian khusus dari pemerintahan kota, di mana mereka juga difasilitasi dengan meja-meja dan kursi agar lebih leluasa untuk menempatkan makanan yang mereka bawa untuk berbuka.
Setelah berbuka, mereka masih menikmati suasana dekat pekarangan tersebut karena di sana juga disedikan pentas-pentas kesenian untuk menghibur para pengunjungnya.
Kegiatan Ramadan lainnya juga diisi dengan diadakannya bazar-bazar buku islami yang memudahkan para pembeli untuk mendapatkan buku-buku yang mereka inginkan terutama yang berkaitan dengan Ramadan.
Sedikit informasi, kawasan Sultanahmet ini sendiri merupakan lokasi tujuan wisata para turis mancanegara. Sebab, di kawasan ini terdapat Ayasofya dan Masjid Biru. Keberagaman ini menambah khidmat puasa di negeri dua benua tersebut. []
MUHAMMAD NAWAWI, Mahasiswa Program Pascasarjana di Istanbul Teknik University